1

310K 21.6K 3.2K
                                    

"Heh! Muka lo kenapa lagi? Burik amat!"

Mega menegur Nadia yang sejak tadi cemberut sambil menggeser layar ponselnya dengan malas.

"Kalau gue burik terus lo apa?" balas Nadia.

Mega berdecak, ia sadar baru saja melecehkan seorang primadona kampus. Ia sadar, dirinya hanya bagaikan remahan rengginang jika disandingkan dengan Nadia.

"Buruan makan, tuh mi lo udah ngembang kayak tambang." Mega menggeser mangkok mi milik Nadia. Mi itu masih penuh, belum terjamah sama sekali. Mengherankan, karena setahu Mega mi ayam adalah makanan favorit Nadia.

"Lo mau? Makan aja. Gue nggak nafsu makan." Nadia menjawab malas seraya menggeser mangkoknya ke arah Mega.

"Terus ngapa lo pesen, Hayati? Lo Kebanyakan duit ?" Mega berdecak sebal. Kalau saja dirinya tidak kenyang, pasti tak akan dia tolak rejeki nomplok itu.

"Gue nggak enak sama Bang Sul. Masa gue duduk di sini tapi nggak pesen makanan." Nadia menyeruput es teh nya. Bang Sul adalah owner kantin ini.

Kebetulan Mega melihat Bimo yang sedang duduk di dekatnya. "Gue kasih si Bimo, ya?"

"Serah, belum gue apa-apain kok itu mi, masih virgin." Nadia masih fokus pada kegiatannya menggeser layar ponselnya.

"Virgin pala lo!" Mega mencubit pinggang Nadia, sembarangan saja bicara. Mana ada mi Virgin? Besok-besok ada mi janda juga.

Mega melambaikan tangan ke arah cowok yang dimaksud, cowok bertubuh bak atlit, em ... sumo, itu bergegas menghampiri.

"Apa?" tanya Bimo.

"Lo mau mi?" Mega menunjuk mangkok mi di depannya.

"Mau, tumben lo baik? Lo lagi ultah ya?" ujar Bimo senang.

"Kagak, gue abis menang binomo." Mega menjawab malas.

"Thanks ya, sering-sering sedekah kayak gini. Gue 'kan anak yatim." ujar Bimo seraya pergi membawa mangkok mi.

Mega menggeleng pelan, mana ada anak yatim setua itu? Ada-ada saja Bimo ini. Mega beralih ke Nadia, sahabatnya itu masih sibuk dengan ponselnya.

"Lo dari tadi ngapain, sih?" Mega sebal karena dari tadi Nadia mengabaikan dirinya.

"Nunggu telpon."

"Si Alvin?"

"Siapa lagi pacar gue?"

Mega mencebik, ia sudah menduga ini pasti gara-gara si biang keringat itu. Mega heran, apa yang membuat Nadia betah menjalin hubungan dengan cowok itu. Suka sekali disakiti, ini namanya sabar atau nagih?

"Ngapa nggak lo yang nelpon duluan, sih?" Mega bertanya keheranan.

"Gengsi."

Mega memutar mata, cewek dan gengsinya. "Pasti lagi konflik. Bukannya kalian semalem baru ngerayain anniversary?"

Nadia melirik malas ke arah Mega, ia menjawab dengan lirih. "Dia nggak dateng."

"Apa? Nggak dateng? Parah!" Mega berteriak sambil memukul meja. Nadia memegangi gelas es teh miliknya yang hampir tumpah.

"Emang." Nadia menghela nafas berat. Seperti dadanya ditimpa barbel Agung Hercules.

"Pasti gara-gara si ular kadut itu lagi, ya?" tebak Mega, tepat sasaran. Yang dimaksud Mega adalah Karin. Gadis yang dianggap Alvin seperti adik sendiri.

Gadis itu bagai duri dalam daging bagi hubungan Alvin dan Nadia. Sebagian besar masalah yang timbul diantara mereka, sebagian besar bersumber dari si Karin ini.

Mantan Kampret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang