Empat

12 2 0
                                    

Kezia terpaksa bangun dan berangkat dari peraduannya. Suara di lantai satu terdengar sibuk sepagi ini padahal ini hari sabtu. Kezia tidak langsung beranjak dari kasur. Otaknya lebih dalu bekerja memulihkan ingatannya tentang semalam, tentang pertemuannya dengan Rafi. kejadian di Kolong Langit dan pesannya pada Rafi yang kalau dipikir-pikir lagi ternyata keputusannya terlalu gegabah.

Rafi mengajaknya menikah, bukan sekedar pacaran yang bisa dengan mudah putus kalau sudah bosan. Kezia ngeri sendiri membayangkan kehidupan rumah tangganya nanti jika alasan dia menjalaninya hanya karena emosi sesaat. Jadi, dari pada menyesal di kemudian hari lebih baik dia meluruskan apa yang terjadi semalam. Sebelum itu, dia perlu mengembalikan kesadarannya di kamar mandi dengan membersihkan muka.

Namun karena rasa penasarannya tentang keributan di luar kamar, dia mengurungkan niatannya dan memutuskan keluar kamar. Kebetulan juga, tenggorakannya perlu diberi pelumas. Tanpa perlu repot-repot turun tangga, Kezia tahu kalau rumah mereka kedatangan tamu. Dia bahkan kehilangan mood untuk turun dan akan segera kembali ke kamar sebelum suara nyonya besar memanggilnya.

"Kezia,"

Dengan malas dia menoleh ke bawah. "Hmm,"

Tapi mendadak dia kehilangan pijakan kakinya. matanya membola sempurna begitu melihat siapa yang tengah duduk di sofa ruang tamu rumah mereka.

"Hai, Ra."

Kezia kikuk di tempatnya, "Hai."

Tangannya melambai mengikut seseorang yang ada di bawah sana.

"Kamu tidak niat beres-beres dulu, Kez?"

ohh, sial. dia lupa kalau dia belum mandi, bahkan baju yang menempel di tubuhnya adalah baju yang sama saat mereka bertemu di kafe kemarin. Buru-buru Kezia menutup muka dan kabur ke kamarnya.

Setengah jam kemudian Kezia sudah duduk di ruang tamu bersama ibu dan Rafi, si tamu terlalu pagi.

"Ngapain kesini?" tanya gadis itu to the point

"Cuma mampir." Balas Rafi sambil tersenyum.

"Ngapain mampir? Gak perlu." Kata Kezia buru-buru. Kelihatan sekali kalau gadis itu sedang gugup.

Rafi tersenyum lagi membuat Kezia semakin salah tingkah. Bayangan pesannya malam tadi tidak bisa lenyap dari kepalanya. Dia terlalu keras berpikir tentang bagaimana tanggapan Rafi tentang itu. Dia tahu mereka butuh bicara mengenai itu. Tapi tidak sepagi ini. Tidak di rumahnya juga.

"Perlu dong, Zi. PDKT sama keluarga calon istri itu penting."

Gila. Makin tidak karuan jantung Kezia mendengarnya. Tanpa pikir panjang Kezia menarik lengan kemeja Rafi. Dia ingin membawa pria kelewat percaya diri ini kemana saja asal tidak disini. Di ruang tengah rumahnya. Saat semua anggota keluarganya mungkin saja bisa menguping pembicaraan serius yang seharusnya mereka diskusikan terlebih dahulu. Perihal kekeliruannya bilang iya kemarin malam. Sayang, Mamanya menggagalkan niatnya.

"Ya ampun, Kezia. Rafi jangan ditarik-tarik begitu." Mamanya datang dari dapur, lantas begitu saja melepas jari-jemari putrinya dari lengan baju Rafi, "Nak, Rafi. Sarapan dulu, Yuk!"

Tidak ada harapan. Rafi menang kali ini.

"Boleh, tante."

Rafi nyengir lagi. Kezia semakin ngeri melihat itu. Selamat tinggal pagi yang damai keluhnya dalam hati.

Betul saja, kehebohan di meja makan menjadi sesuatu yang tidak bisa dielakkan gadis itu. Bukan hanya mama, bahkan papanya yang baru bergabung pun ikut mengusili Kezia. Belum lagi, Rafi tidak membantu banyak. Malahan Kezia rasa lelaki dengan setelen kaos berkerah itu seperti puas sekali melihat ketidak berdayaannya.

Kolong LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang