Enam

15 4 20
                                    

Satu hal yang harus Kezia ingat tentang Rafi adalah lelaki itu penuh dengan kejutan. Setelah dengan cara spontan melamar Kezia dan diam-diam datang ke rumahnya, sekarang Rafi malah membawanya ke penjual seblak di dekat SMAnya tanpa meminta persetujuan dari Kezia sama sekali.

"Kita ngapain kesini?" Kezia gatal untuk menyuarakan kebingungannya.

"Makan seblak. Tadi, aku liat kamu hampir tidak menyentuh makananmu sama sekali."

Gadis itu meringis dalam hati, "itu karena kamu tiba-tiba aja datang. Selera makanku seketika lenyap."

"Ohh ya, kamu merhatiin?"

Rafi mengangguk, "Jangan sering diulang, ya! Ini udah lewat tiga jam dari waktu makan siang seharusnya. Asam lambung kamu bisa kambuh."

Kezia meringis lagi. Seberapa banyak sebenarnya pria ini tahu tentang dirinya? Dia merasakan ketidak adilan dalam hal ini sebab yang dia ketahui tentang Rafi adalah nihil. Nol besar. Dia ketinggalan jauh sekali. Tapi, sebelum dia hendak mengajukan protes terkait itu, Rafi sudah bergegas keluar dari mobil. Lantas, dia berinesiatif melakukan hal serupa sayangnya pintu mobil disebelahnya susah sekali dibuka. Dia berulangkali menarik handle tapi tak kunjung terbuka. Lalu Rafi datang sebagai penyelamat dari luar pintu.

"Sorry, Zi. Pintunya macet lagi, nih." Seru Rafi lantas membukakan pintu untuk sang kekasih.

Kemudian mereka bersisian menuju rumah makan favorite gadis itu dan memilih meja kosong di sudut ruangan. Salah satu pelayan di sana menghampiri mereka. Kezia sudah pati memesan seblak super pedas, sedang Rafi memilih untuk ikut saja apa yang kekasihnya pesan. setelah pelayan itu pergi, keheningan kembali mengisi kebersamaan mereka sampai lagi-lagi lelaki itu berinesiatif untuk membuka obrolan.

"Zi, tempatnya sederhana banget, ya?"

"loh, iya memang. kamu pengen ke tempat yang mewah, ya?"

"Bukan, aku kemana saja oke asal sama kamu."

Kezia tertunduk malu mendengar perkataan itu sedang si pelaku kini tertawa melihat tingkah malu-malu Kezia. Untuk kesekian kalinya Kezia membenarkan pendapat di kepalanya kalau lelaki ini susah ditebak. Apa yang dia perbuat dan katakan tidak pernah dapat gadis itu prediksi. Sayangnya semua itu punya efek kejut untuk dadanya dan selalu membuatnya salah tingkah.

Oke, tenang Kezia. putar otak cari bahan obrolan yang lain.

Lalu dia teringat hal yang ingin dia tanyakan ketika di dalam mobil tadi.

"emm, Kak Rafi aku boleh tanya, gak?"

"Gak boleh."

Jawaban itu cukup membuat Kezia tersentak. "Ohh, oke." balasnya lantas menundukkan kepala sesaat kemudian gadis itu mendengar tawa membahana dari lawan bicaranya. dia menyerngitkan dahi kebingungan.

"Kamu lucu, Zi. Segitu doang kamu udah pasrah banget. Aku siap kok ditanyain apapun sama kamu."

"Syukurlah, aku udah merasa bersalah tadi." Kezia tersenyum lega. Jujur saja, penolakan Rafi barusan membuat dia agak tidak enak hati.

Akan tetapi, belum sempat gadis itu menyuarakan pertanyaan Kezia, seorang pelayan dengan nampan di tangan kanannya menginterupsi mereka. Pelayan itu dengan sopan meminta izin kemudian meletakkan dua mangkok seblak dan dua gelas es jeruk di hadapan mereka. Tanpa biasa dicegah, Kezia memandang makanan di depannya penuh minat. Tidak, perempuan berkacamata ini tidak sampai meneteskan air liur tapi binar matanya sudah menjelaskan kalau dia  memiliki kontak batin dengan makanan itu. Seketika senyum Rafi terbit namun luput dari perhatian Kezia.

"Baiknya kita makan dulu, ya! nanti kita lanjut ngobrol."

Kezia mengangguk penuh antusias.

Setelah itu tidak ada suara mengisi meja mereka kecuali suara mangkok dan sendok yang saling bersentuhan. lima belas menit lamanya mereka fokus dengan makanan mereka masing-masing. Rafi mengakui pilihan makanan favorite Kezia bukan main-main. Gadis itu benar soal rasa seblak di warung ini.

"Enak banget, Ra" Ucap Rafi sesaat setelah menandaskan es jeruknya.

Kezia hanya balas tersenyum sambil fokus dengan jam tangannya. Waktu begitu cepat berlalu hingga dia lupa kalau sudah terlalu lama berada di luar rumah.

"Kak, kita langsung pulang aja boleh, gak?"

"Katanya tadi ada yang mau ditanyain."

"Sambil jalan aja gapapa, ya kak?"

"Oke."

*****

Di mobil pembicaraan sepasang kekasih dadakan itu terus mengalir. Tidak ada jeda keheningan. Kezia sedikit banyak jadi tahu tentang tunangannya yang belum mau dia akui itu. Rafi bekerja di perusahaan start up di bidang pertanian yang sebenarnya tidak terlalu Kezia mengerti. Perempuan itu juga sekarang tahu kalau orang tua Rafi tinggal di daerah kawasan dekat puncak setelah papanya pensiun dari Angkatan Darat. Mereka juga membicarakan kenangan masa kecil yang lebih banyak diingat oleh Rafi, sedang Kezia hanya menimpali sesekali. 

Mengertilah!

Selama ini Kezia terlalu fokus pada pria yang lain lagi, jadi tidak sempat-sempat mengingati hal sepele tentang masa kecilnya bersama pria itu.

"Ra, aku jadi kangen kolong langit." Celetuk Rafi setelah berbicara panjang lebar tenang masa kecil mereka yang menurutnya indah itu.

"Ya udah, kapan-kapan main aja."

"Boleh, Ra?"

"Bolehlah, Kak"

"Aku kira kamu gak bakalan ngizinin aku main lagi ke rumah. Seminggu ini aku nahan diri banget buat gak datang dan nengokin kamu. Takut kamu gak nyaman."

Seketika perasaan bersalah yang tadinya Kezia kira sudah lenyap dari dalam dadanya perlahan naik ke permukaan. Dia merasa sudah sangat keterlaluan karena mempermainkan perasaan orang yang setiap tindakan yang diambilnya selalu Kezia yang menjadi prioritas utama. Sedang dia seenaknya memberi setitik harapan dengan penerimaan palsu yang lagi-lagi sangat sulit untuk gadis itu tarik ulang.

"Aku gapapa kok kalau kakak mau datang ke rumah. Maaf ya, Kak udah buat kakak berpikiran begitu. Semua ini terlalu mendadak untuk aku, Aku butuh waktu buat memikirkannya. Pelan-pelan, ya kak. Aku bakal coba nerima apapun yang akan kakak lakukan untuk aku. Jadi kakak gak perlu ragu buat lakuin apapun itu."

"Aku senang dengarnya, Ra."

Mendengar jawaban Rafi bukannya lega, Kezia malah terlihat seperti semakin memupuk harapan dalam hati pria itu dan itu membuat dia lagi-lagi tidak enak hati. Serba salah.

Beruntung untuknya karena mobil yang mereka kendarai sudah berada tepat di gerbang rumahnya jadi dia setidaknya bis kabur lagi dari perasaan yang tengah membebaniinya

"Aku masuk, kak"

"Iya dek Dora." Balas Rafi dengan senyum jenaka yang disambut dengusan oleh gadis di sebelahnya.

"Ish, udahan manggil Doranya kenapa, kak?" Protes Kezia sembari berusaha melepaskan seatbeltnya.

"Itu panggilan sayang aku ke kamu."

"Iya deh iya."

Pada akhirnya dia memilih pasrah saja supaya bisa segera keluar dari dalam mobil.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kolong LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang