"Bagaimana, Jisoo Eonnie?" tanya Rosé yang baru saja kembali dari lantai tiga, napasnya masih tersengal karena terburu-buru.
Jisoo menggeleng pelan, tetapi gerakan itu terasa berat, seolah ada beban yang tak terlihat menekan pundaknya. Tatapannya kosong, menembus ruang yang dipenuhi aktivitas, namun tak satu pun dari mereka mampu mengalihkan kegelisahannya.
"Ke mana anak itu pergi ...?" gumamnya nyaris tak terdengar.
Berbagai spekulasi mulai menari di benaknya, dan semakin ia ingin mencoba mengusirnya, semakin nyata pula bayangan buruk itu tumbuh. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada Lisa? Bagaimana jika ... mereka terlambat?
Jisoo mengedarkan pandangan ke sekitar, berharap menemukan sosok yang dikenalnya itu muncul entah dari mana. Dalam hatinya, perasaan bersalah mulai menyusup. Ia member tertua, seharusnya ia menjaga semuanya tetap aman. Tapi, sekarang ... ia bahkan tak tahu di mana adik kecilnya itu berada.
"Eonnie, melihat Lisa tidak?" tanya Jennie dengan suara yang cukup keras sehingga terdengar di rungu Jisoo dan Rosé, sontak saja keduanya menoleh ke arah Jennie yang ternyata sedang bertanya kepada salah satu staf yang baru saja keluar dari salah satu ruangan.
Staf itu hanya menggeleng cepat, ekspresinya datar, lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam lift tanpa berkata apa pun lagi, meninggalkan Jennie yang kini terdiam di tempat, terlihat putus asa.
Tatapan mata Jennie mulai nampak gelisah. Pikirannya bergerak ke mana-mana. Bagaimana kalau Lisa diculik?
Jisoo dan Rosé segera menghampiri Jennie. Sentuhan lembut Jisoo di pundaknya membuat Jennie menoleh pelan.
"Tidak ada satu pun staf yang mengetahui keberadaan Lisa. Itu berarti ... ia memang tak pernah pergi ke perusahaan hari ini. Lantas, ke mana ia pergi?" tanya Jennie, matanya kini menatap Rosé dan Jisoo bergantian, seolah berharap jawaban bisa muncul dari wajah mereka. Namun, pada akhirnya, tak ada seorang pun yang memberikan jawaban itu kepada Jennie.
"Astaga ... aku benar-benar khawatir terhadap Lisa," gumam Jisoo lirih. Nadanya nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat Jennie menoleh dengan mata prihatin.
Jennie menyentuh lembut tangan Jisoo di sampingnya yang terasa lebih dingin daripada tangannya. "Ayo ke kantin sebentar, Eonnie. Wajahmu terlihat pucat sekali. Kau perlu makan, sedikit saja ... setidaknya agar tak pingsan dan menyusahkan kami," bujuk Jennie.
Tak heran jika Jisoo terlihat pucat. Sejak pagi hingga siang ini, tak ada satu pun butir nasi yang masuk ke perutnya. Bukan karena tak sempat, tapi karena tak sanggup.
Rasa cemas sejak kabar Lisa menghilang membuat perutnya mual dan pikirannya berkabut. Sebagai member tertua di grup, naluri protektifnya tumbuh lebih besar. Ia merasa harus menjadi pelindung, sekaligus penenang untuk adik-adiknya, tak terkecuali untuk Lisa yang entah di mana keberadaannya.
Awalnya Jisoo menggeleng sebagai bentuk penolakan. Tapi, pada akhirnya ia mengangguk juga.
"Baiklah. Kalau begitu, aku ke kamar mandi sebentar, ya. Nanti aku menyusul. Bye!" ujar Rosé menyentuh lengan Jennie singkat sebagai isyarat kemudian berlari meninggalkan mereka berdua yang mulai bergegas menuju kantin perusahaan.
Sekitar tiga puluh menit berlalu.
Tiba-tiba, terdengar derap langkah kaki cepat yang mendekat dari arah belakang dengan ritme tergesa-gesa, seperti seseorang yang tengah berlari-lari terbirit-birit karena ketakutan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Haphazard || LisKook
Fanfiction[1st story] - Tahap Reupload Genre : Fanfiction, Romance, Adult. Jeon Jungkook, salah satu anggota dari sebuah boy grup terkenal, BTS, bukanlah Jeon Jungkook ketika tidak ada kamera yang sedang menyorotnya. Image cute, baik, dan berhati lembut bak...