Saat berpergian dengan keluarga, apa yang kamu rasakan?
Ribet, seru, atau malah membosankan?
Mungkin pilihan pertama dan ketiga adalah yang kurasakan saat ini. Ribet karena barang bawaan yang banyak. Membosankan karena biasanya kami berpergian hanya untuk bertemu dengan teman atau klien mama papa saja.
Seperti sekarang, aku diajak untuk bertemu teman orangtuaku di salah satu restoran di daerah Tangerang.
Mobil kami masuk ke parkiran restoran. Aku turun kemudian membenarkan pakaianku yang sedikit kusut. Kemudian aku mengikuti orangtuaku masuk ke dalam restoran tersebut. Kulihat sekeliling, suasananya nyaman.Aku terlalu sibuk memperhatikan sekeliling sampai-sampai harus dipanggil oleh orangtuaku yang sudah sampai di meja paling ujung.
“Kinan, sini. Salaman dulu, ini Om Fauzan, mahasiswa nya mama dan papa waktu kuliah,” ujar mama.
Aku mendekat dan menyalami Om Fauzan. Kemudian perhatianku teralihkan kepada cowok di samping Om Fauzan. Dia menatapku sekilas, lalu tersenyum simpul. Ya ampun, manis sekali!Om Fauzan tersenyum melihatku dan cowok itu bertatapan dalam diam. “Ini adik om, namanya Fajri. Dia kelas sebelas, eh sama kan ya berarti sama Kinan?” Tanya Om Fauzan ke orangtuaku. Kedua orangtuaku mengangguk.
“Kenalan dong, Nan. Masa diem-dieman aja. Kalau malu, tuh bisa ke meja sebelah. Kalian ngobrol aja, sambil nungguin kita selesai.” Mama sedikit mendorongku ke arah meja sebelah. Perlu diketahui, aku termasuk anak yang susah bergaul. Apalagi dengan cowok, dan Fajri ini cowok yang….
Hei, Kinan. Sadar! Baru pertama kali ketemu masa langsung suka.
Fajri memberi kode untuk aku duduk di kursi di depannya. Aku duduk dengan canggung, menatap Fajri sambil tersenyum kecil.
“Jadi, nama lo Kinan?” Aku mengangguk. Dia ber oh- ria.
“Hahaha, sori ya jadi canggung gini. Gue gak terlalu sering bergaul sih,” ujarnya sambil tertawa.“Gapapa, santai. Gue juga anaknya susah bergaul. Makanya temen di sekolah juga cuma dikit,” sahutku. Fajri mengangguk-angguk, dan setelahnya menanyakan bermacam-macam hal. Aku pun menanggapi dengan antusias. Suasana yang semula dingin perlahan cair. Fajri tenyata orang yang asyik dan lucu, kurasa dia anak yang populer di sekolahnya.
“Jri, lo pasti terkenal ya di sekolah? Soalnya lo asyik gitu orangnya. Yah walaupun lo tadi bilang lo itu jarang bergaul sih,” tanyaku penasaran.
"Bisa dibilang gitu, ya gue sih nikmatin aja. Soal pertemanan, gue ada circle isinya delapan orang termasuk gue. Dan gue cuma bisa bergaul dengan nyaman sama mereka,” jelas Fajri panjang lebar.
Aku terkejut, tadi nggak salah denger kan? Delapan orang katanya?“Bingung kan lo, kenapa bisa isinya banyak orangnya? Ntar deh, kapan-kapan gue kenalin lo sama mereka, semuanya asyik kok orangnya. Kayak gue.”
Aku tertawa, “iya iya, lo keren terus asyik juga. Apa kata lo aja deh.”
Fajri cekikikan, memperlihatkan giginya yang gingsul. Aku yang melihatnya menahan senyum, lucu.
“Eh iya by the way minta kontak lo, dong. Biar kita bisa ketemuan lagi, kan mau gue kenalin sama temen-temen gue yang lain.” Aku mengangguk, lalu menyebutkan nomorku.
“Oke, makasih ya. Oh iya satu lagi, jangan panggil gue Fajri. Panggil aja Aji, biar kayak temen-temen gue. Kayaknya lo bisa jadi temen deket gue,” ujarnya. Aku tersenyum, lalu mengangguk. Untuk pertama kalinya, aku tidak menyesal ikut pergi bersama orangtuaku.
***
Aku terduduk di kursiku sambil mencoret-coret kertas di meja. Tidak kuhiraukan kebisingan kelas yang semakin menjadi karena jam kosong. Hari ini teman sebangkuku tidak masuk, jelas aku merasa sepi. Aku menghela napas panjang, bosan.
TING! Tanda notifikasi masuk di ponselku. Aku menyalakan ponsel, kemudian mendapati Fajri mengirimiku pesan. Ia mengajakku untuk bertemu dengan teman-temannya hari ini. Aku tersenyum senang, kemudian segera membalas pesannya. Tak lupa aku izin kepada orangtuaku.
Satu jam kemudian bel pulang berbunyi. Aku bergegas pergi ke depan sekolah dan menghampiri Fajri yang menungguku di motornya.
“Hai, Ji. Langsung nih?”
Fajri mengangguk. “Hai juga, iya langsung aja. Nih pake helmnya.”
Aku memakai helm dan naik ke motor Fajri dan setelahnya kami langsung berangkat. Fajri tak banyak bicara selama perjalanan, karena ia tahu aku akan menjawabnya dengan “hah?”, “ohh”, “iyaa” tanpa tahu apa yang dia bicarakan.
Dua puluh menit berlalu, kami sampai di depan sebuah rumah bergaya minimalis, tidak berpagar, dan bertingkat dua. Aku turun dari motor dan melepas helm, begitu juga dengan Fajri.
“Yuk, masuk.” Aku mengikuti langkah Fajri menuju depan pintu rumah. Cowok itu mengetuk pintu tiga kali.
“Assalamualaikum!” Dari dalam terdengar langkah seseorang menuju pintu. Ceklek, pintu terbuka dan terlihat seorang laki-laki berpostur tegap dan tinggi.
“Waalaikumsalam. Masuk sini,” ujar laki-laki itu. Kemudian ia melihat ke arahku.
“Dia siapa, Ji?” tanyanya. “Udah masuk aja dulu, kita kenalan di dalam.”
Aku mengikuti Fajri dan temannya ke ruang tengah rumah. Ada enam laki-laki lain yang serius bermain game. Fajri menarikku untuk duduk di sofa. Sementara itu, teman Fajri yang tadi membukakan pintu masih melihatku dari atas sampai bawah.
“Guys ada yang mau kenalan nih, udahan dulu atuh main game nya,” ujar Fajri yang membuat keenam temannya mematikan game mereka. Sontak pandangan mereka semua tertuju padaku.
Fajri menyenggol tanganku. Aku tersadar kemudian memperkenalkan diri, “hai semua. Namaku Kinan, baru kenal Fajri seminggu yang lalu. Salam kenal.”
“Ohh, nama lo Kinan. Halo, gue Fiki yang tadi bukain pintu. Itu yang dipojok panggil aja bang Shandy atau Rahmat terserah, terus sebelahnya Kak Fenly, Kak Gilang, Kak Ricky, Bang Farhan atau bang Han, terus yang itu Zweitson.” Fiki mengenalkan semuanya padaku.
“Kok jadi lo yang ngenalin sih, Fik? Kan gue pengen kenalan langsung,” sahut Farhan yang disambut sorakan dari teman-temannya.
“Jangan modus lu, Han. Gaboleh gitu,” sahut Ricky. Farhan hendak membalas tapi ditahan oleh Fenly. Aku tertawa melihat tingkah mereka. Apa jangan-jangan kelakuan Fajri aslinya juga seperti mereka ya?
“Makan yuk. Ini tadi gue beli cemilan pas mau jemput Kinan. Sok atuh dimakan.” Fajri mengeluarkan bungkusan cemilan dari tas yang langsung diserbu.
“Ayo sini Kinan ikutan makan, gausah jaim. Enjoy aja kalo sama kita,” ajak Fenly. Akhirnya aku pun mengambil kentang goreng dan memakannya. Rasa kentang goreng yang gurih menyebar di mulut. Sejujurnya aku lapar, karena hanya makan sedikit.
Aku terus makan sambil mengobrol dengan yang lain sampai akhirnya aku tersedak.
“UHUK UHUK!”
Semua kaget. Ricky dengan sigap menuangkan air dan menyodorkannya padaku. Aku menenggaknya dan tandas seketika.
“Alhamdulillah. Makasih Kak Ricky,” ujarku. Ricky tersenyum, “sama-sama. Makannya pelan pelan aja ya, cantik.”
Aku tertawa. “Gombal nya bisa banget. Udah berapa cewek nih diginiin?”
"Udah banyak, Nan. Hati-hati aja pokoknya,” sahut Gilang. Aku mengacungkan jempol dan Ricky mendelik kepada Gilang.
“Bohong tuh si Gilang. Lo beneran cantik, kok.”
Aku mengalihkan pandangan dari Ricky. Tatapannya terlalu dalam dan tajam. Gak kuat, kemarin Fajri sekarang kak Ricky. Cukup sudah.
Haii! Makasih udah mau baca yaaa, jangan lupa vote dan comment nya🤗 yuk langsung next ke part selanjutnya hehehe :D
salam hangat,
olla
![](https://img.wattpad.com/cover/259496474-288-k170710.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Sketch || UN1TY [END] ✓
FanficTanpa kita sadari, dalam hidup ini banyak sekali rangkaian peristiwa. Rangkaian yang kemudian menjadi sebuah cerita, dan tanpa sadar menjadi sketsa hidup kita. Yah walau bentuknya mungkin abstrak. Selamat datang, dan selamat bergabung ke dalam cerit...