Dua Pilihan // 01

187 28 0
                                    

Suara goresan pena dengan buku terdengar jelas di kelas itu. Suasana hening, semua murid sibuk mengerjakan soal fisika sebanyak dua puluh nomor bertipe essay itu.

Sesekali terdengar decakan dari beberapa siswa, kentara dengan muka penat menghitung rumus. Namun tidak dengan cowok yang duduk di dekat jendela. Farhan.

Farhan begitu menyukai fisika. Entah sudah berapa piala dan medali yang ia menangkan dalam bidang tersebut. Sering juga ia menjadi sasaran contekan satu kelas. Walaupun, ia sering dimarahi guru karena rambutnya yang terlalu tebal dan panjang serta baju yang tidak pernah dimasukkan.

Intinya, penampilan Farhan tidak sesuai dengan gelarnya sebagai 'si jenius fisika.'

Farhan memeriksa dengan teliti soal yang tadi ia kerjakan, kemudian ia berdiri dan mengumpulkannya di meja guru sambil membawa tas.

"Sudah, Farhan?"

"Sudah, Bu."

Guru itu mengangguk. "Ya sudah, silakan pulang. Jangan lupa belajar untuk try out minggu depan, ya."

Farhan mengiyakan. Ia menyalami guru fisikanya, kemudian keluar dari kelas. Koridor masih sepi karena waktu pulang masih tiga puluh menit lagi. Farhan memutuskan untuk pergi ke kantin, memesan es teh manis kesukaannya, dan duduk di taman sekolah sambil mendengarkan musik.

Kehidupan kelas dua belas membuatnya cukup lelah. Mulai dari try out, persiapan kuliah, ujian nasional, ujian praktik. Apalagi sekarang sudah memasuki semester dua, ia tahu bahwa waktu belajarnya semakin sempit.

Alunan lagu 'No Mellow' membuat kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama. Jika Farhan mau, ia bisa menarikan koreografinya, namun ia tidak mau dianggap gila karena menari sendiri di taman.

Setelah es teh manisnya habis, Farhan membuangnya kemudian berjalan menuju parkiran untuk pulang. Saat hendak menaiki motornya, sebuah suara menghentikannya.

"Han!"

Farhan menoleh. Ricky rupanya.

"Oi, Rick. Kenapa?"

"Tolong ajarin gue fisika dong, lu tau kan gue seenggak suka apa sama pelajaran itu," pinta Ricky.

Farhan manggut-manggut. "Santai, atur aja jadwalnya."

"Sekalian kimia ya, hehe," ujar Ricky sambil nyengir.

"Iya, asal nggak sama biologi. Udah, ah, gue mau balik. Mau nebeng?"

Ricky mengangguk. "Kalo ditawarin mah gue mau, mana helmnya sini."

Farhan memberi helmnya kepada Ricky, sesaat kemudian, motor putih itu melesat meninggalkan halaman sekolah.

***

Farhan melepas helm kemudian menaruhnya di atas meja. Rumahnya sepi, mama dan papanya belum pulang. Pasti hanya ada adiknya, Salsa.

"Assalamualaikum," ujar Farhan memecah keheningan.

"Waalaikumussalam, tumben pulangnya cepet bang," sahut Salsa yang baru keluar dari kamarnya.

"Lagi nggak pengen nongkrong." Farhan kemudian menyodorkan sebuah kantung plastik putih kepada Salsa.

"Itu ada makanan dari bunda Ricky. Tadi abang nganterin Ricky dulu ke rumahnya, terus dikasih itu," jelas Farhan menjawab raut bingung Salsa.

"Ooh ya udah, aku pindahin dulu ke piring. Abang mandi dulu, shalat, habis itu makan."

Farhan tertawa kecil. "Siap, kanjeng ratu."

Setengah jam kemudian, Farhan dan adiknya sudah duduk di meja makan. Keduanya sibuk melahap nasi goreng pemberian bunda Ricky.

"Nikmat banget hidup kalo dikasih makan gratis kayak gini," ujar Farhan.

Life Sketch || UN1TY [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang