_Tas Chelsea Rusak
Tysca sedikit terkejut dengan pangeran yang tiba-tiba menarik tangannya untuk menjauh dari yang lain. Pangeran menuntun Tysca ke lapangan basket. Kini keduanya duduk di bangku pinggir lapangan tersebut."Duh, ko jadi gugup gini ya?"
"Ekhm ... Sorry," ucap tiba-tiba oleh Pangeran.
"Eh? Aaa ... It's okay," balas Tysca tersenyum.
"Kamu udah tau nama aku, kan?" tanya Pangeran.
"Emm ... Iya u-udah tau, kok," ucap Tysca terbata.
"Duh, kok jadi gugup banget sih."
"Santai aja, Ca. Aku gak akan gigit kamu." Pangeran berucap sambil tersenyum tipis. Ia tahu jika gadis di sampingnya ini merasa gugup.
P-pangeran tadi s-senyum? Astaga manis banget, sih.
"I-iya Pangeran, ini Tysca juga santai aja," ujarnya kikuk.
Kringgggg kringg kringgg
"Bel masuk bunyi, aku duluan ke kelas ya. Bye ... Bye ...."
Tysca meninggalkan Pangeran sendirian.***
Plakkk
Tamparan mendarat di kiri pipi mulus seorang gadis yang baru memasuki rumahnya. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca karena rasa sakit akibat tamparan tersebut, ditambah melihat sang pelaku yang tak lain adalah ibunya sendiri.
"Tysca! Kamu itu harus sadar diri siapa kamu di rumah ini!" Wanita berumur 34 tahun itu berucap dengan menggebu penuh amarah.
"Maksud Bunda apa?" tanya Tysca tidak mengerti dengan maksud ucapan ibunya.
"Kamu masih nanya? Astaga, kamu itu udah ngerusak tas kakakmu dan sekarang berlaga gak punya kesalahan!" geram wanita itu.
"Bunda, Tysca gak pernah ngerusakin tas punya Kak Chelsea," sanggah Tysca.
"Penjahat mana pernah mau núgaku kalau udah melakukan kejahatan," ujar Chelsea dengan raut wajah dibuat-buat sedih.
"Tapi Tysca bener--"
Belum sempat menyelesaikan perkataannya, sang ibu sudah lebih dulu bersuara.
"Masuk kamar kamu sekarang, Tysca!"Dengan langkah gontai, Tysca menuju kamarnya. Mau melawan pun tidak akan ada gunanya, karena ibunya tak pernah percaya dengan apa yang diucapkan.
"Hiks ... Hiks ... Hiks ... Kenapa Bunda berubah banget ya Allah? Tysca kangen bunda yang dulu, hiks ... Hiks ..." Gadis itu terus menangis hingga ia tertidur dengan baju sekolah yang masih melekat ditubuhnya.
***
Sinar mentari menyelusup masuk lewat celah jendela, membuat tidur seorang gadis terganggu. Perlahan ia mulai membuka mata dan menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retina matanya.
"Ah, sudah pagi ternyata," gumam gadis itu ketika nyawanya sudah terkumpul. Raut wajahnya mulai berubah lesu, mengingat kejadian sepulang ia dari sekolah kemarin. Ya, Tysca kembali mengingat tamparan dan bentakan kasar dari ibunya. Otak yang lelah karena seharian belajar, malah ketika pulang ke rumah dimarahi. Siapa yang tidak sedih? Semua orang juga akan merasa sedih dan sakit hati.
"Huft, came on Caca! Kamu gak boleh sedih!" Tysca menyemangati dirinya, tak lupa disertai senyum manis. Hal pertama yang ia lakukan adalah membersihkan tempat tidurnya lalu mandi dan bersiap ke sekolah, tempat yang membuat pikirannya lebih lireks.
Setelah siap dengan setelan serang sekolahnya dan tak lupa tas navy blue yang ia sampirkan dibahu, Tysca pun melangkah keluar kamar.
Pagi ini ia tidak akan sarapan karena Chelsea tidak akan suka dengan kehadirannya. Gadis itu hanya akan berpamitan lalu pergi ke sekolah.
Di ruang makan, Tysca melihat tiga orang yang kini tengah menyantap makanan dengan sesekali berbincang dan tertawa. Ah, nampak bahagia sekali, bukan? Tysca juga menginginkan momen manis seperti itu, namun saat ini, ia hanya dapat berangan-angan.
"Pagi semuanya," sapa Tysca tersenyum.
"Pagi, Tysca," balas papa.
"Tysca mau pamit berangkat sekolah, Bunda, Papa," ujar Tysca.
"Loh, kamu gak makan?" tanya papa.
"Enggak, Pa," kata gadis itu. "Tysca buru-buru takut telat. Maaf yang gak ikut sarapan," sambung gadis itu. Ia mengucap salam lalu melangkah menjauhi ruang makan tersebut.
"Heum ... Aku juga pengen sarapan bareng, tapi ah ... Udahlah," monolog Tysca sendu.
***
"Morning Tysca," sapa Revan yang mendapati gadis imut itu memasuki kelas.
"Hai, morning too, Van," balas Tysca tersenyum.
"Ya Allah, pagi-pagi udah dapet senyum bidadari. Senangnya hamba-Mu ini," ucap Revan cengar-cengir seperti orang tidak waras. Tysca yang melihat tingkah Revan terkekeh kecil, heum ... cowok ini cukup menghibur hatinya.
"Ada orgil lepas dari kadangnya ternyata," ujar Tasya yang ntah sejak kapan sudah berdiri di samping Tysca.
"Maksud lo apa hah, nenek lampir?!" geram Revan.
"Udah-udah, stop ngoceh kaga jelas banget deh," kata Vito ikut nimbrung.
"Dia yang mulai," ucap Revan menunjuk ke arah Tasya.
"Dih, anak kebo nuduh gue."
"Huft, kalian gak capek ribut mulu?" ucap Tysca dengan tatapan polos.
"Anak banteng mana tau rasa capek," cibir Tasya dibalas delikkan oleh Revan.
"Tysca, lo dipanggil Pak Fian. Rapat OSIS, Ca," seru teman sekelas Tysca.
"Ooo, iya Rim. Makasih ya," ucap Tysca dibalas anggukan oleh Rimba. "Guys, aku ke rumah OSIS dulu, bye," pamit gadis itu.
Bersambung ....
Up, udah selesai bertapa:) wkwk
Salsa backSee you next time
Salam penulis amatir 🍁🍃🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forgotten Me (HIATUS)
Fiction généraleCerita anak broken home dengan suka-duka yang dialami🍃 mampir ya🤗😙❣️ Jangan copas Jangan plagiat 😊 Mohon maaf, jika ada kesamaan nama tokoh, alur, latar tempat, waktu dsb Maka itu hanyalah ketidaksengajaan 🙏