tujuh

9 3 2
                                    

Kau dan kakak perempuanmu telah sepakat mengunjungi perpustakaan pagi ini. Perpustakaan yang letaknya ada di pusat kota adalah perpustakaan dengan koleksi buku terlengkap di daerahmu. Lebih-lebih lagi terkenal dengan fasilitasnya yang nyaman, buat pengunjung tak ingin pulang cepat-cepat. Sebab kakakmu sudah berada di tingkat akhir perkuliahan, ia butuh banyak sekali referensi untuk skripsi atau apalah namanya—kau belum paham betul mengenai hal-hal semacam itu. Tujuan utama kau bersedia menemani kakakmu pagi ini, tak lain tak bukan ingin halau kebosanan yang hampir tumpah-ruah.

Kau sudah siap dengan kaos oblong abu-abu dan celana longgar hitam bergaris-garis vertikal kesukaanmu. Sementara kakakmu, ia mengenakan jeans yang dipadupadankan dengan sweater putih kebesaran, senada dengan totebag miliknya.

Seharusnya kalian sudah berangkat sedari tadi, tetapi kau dan kakak perempuanmu masih saja setia berdiri di ruang tamu, berdiskusi mengenai apakah sebaiknya mengedarai motor atau menaiki kendaraan umum. Di saat-saat seperti ini, kau dengan akal sehatmu yang telah habis bercecer di mana-mana, malah mengingat kejadian sewaktu kau dan kontingenmu bakal pulang ke kota asal.

Kau secara sengaja mengecilkan langkah kaki, bertujuan untuk menyamakan posisimu dengan Hajae, lelaki yang mengenakan topi dan jaket berwarna biru. Kalian berjalan berdampingan di barisan paling belakang—mengabaikan tatapan orang-orang tak dikenal, tatapan rumput-rumput bergoyang, juga tatapan Hasa yang seolah-olah berkata, “Sudah kubilang, kau itu memang menyukai Hajae. Lagaknya saja mengatakan aku konyol. Sekarang lihat, siapa yang perasaannya tengah berbunga-bunga.

Masa bodoh dengan mereka semua. Kau hanya ingin waktu berjalan lebih lambat, agar kalimat ‘dunia serasa milik berdua’ menjadi lebih terasa.

Setibanya di parkiran, ternyata Hajae diperintahkan untuk mengendarai motor bersama satu guru pendamping kalian. Kau duduk di dekat jendela, menatap keluar di mana Hajae tengah berdiri tepat di depanmu. Terbesit sedikit rasa kecewa sebab kau tak bisa satu mobil bersama lelaki yang sedari tadi kau perhatikan diam-diam. Barang tentu kau berusaha tak terang-terangan bila tengah menatapnya. Apa kata dunia. Matamu melirik kesana-kemari seolah memerhatikan lingkungan sekitar. Dasar gadis hipokrit, cemoohmu pada diri sendiri dalam hati.

Tak ada angin tak ada badai, siapa sangka, lelaki bernama Hajae itu malah balik menatapmu pula. Kau salah tingkah. Agaknya, bila kau tersenyum saat itu tepat setelah ia berhasil menangkap pandanganmu, bisa dipastikan bahwa Hajae akan mengira kau seorang tak waras. Untungnya, kala itu kau dengan cepat mengalihkan pandangan, serta menggigit bibir bagian dalam biar tak ada sebuah lengkung yang terbit. Sampai akhirnya, bus yang kau naiki melaju meninggalkan area parkiran.

[]

Halo, dengan Ow di sini.

Adakah yang masih baca cerita ini? Maaf ya, aku baru bisa update sekarang. Harusnya cerita ini dah selese di tahun 2020, tapi ternyata ga bisa ಥ‿ಥ Karena masuk ke lingkungan baru, jadi aku harus beradaptasi lagi.

Terima kasih untuk kalian yang masih baca Pirau. Semoga hari-hari yang terasa berat cepat berlalu. Hope u r always healthy and blithe♥

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PirauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang