enam

15 7 1
                                    

Kakak perempuanmu benarkan letak kacamatanya sekilas sebelum jarinya balik menari lagi di atas keyboard. Seberapa banyak tugasnya hingga detik ini masih belum rampung juga, batinmu. Kau mulai tercenung—bagaimana nanti saat kau memasuki fase itu pula; jurusan apa yang kau ambil, kegiatan apa saja yang akan kau lakukan, dan seperti apa agaknya orang yang jadi teman barumu nanti. Sebuah suara mengudara, menginterupsi kegiatan berpikirmu. “Adikku sayang, bisa bantu aku pinjamkan kartu ATM milik ibu?” Itu suara kakakmu yang pandangannya tengah tertuju padamu. Kau jelas mendengar kata-katanya yang baru saja dilontarkan, tetapi tak juga kau indahkan sampai dia mengulangi lagi perkataannya.

Semenjak kejadian hari itu (upacara peringatan hari kesehatan sedunia), kau pun mulai kehilangan akal sehat. Kau tidak tahu jelas kenapa efeknya bisa separah ini. Saat kakakmu tadi meminta tolong, otakmu malah memutar kejadian waktu Hajae mengetuk pintu kamarmu pagi itu. Hasa adalah biang keladi dari semuanya; dia terus-terusan mengejekmu, mengatakan kalau kau menyukai Hajae. Tentu saja kau bantah pernyataannya mentah-mentah. Sebab pada awalnya memang tak ada rasa, tetapi berkat mulut Hasa yang sok jadi penasihat cinta, ada secuil rasa senang di salah satu sudut hatimu. Namun, kau jadi manusia hipokrit saat itu, dengan meyebut Hasa manusia konyol. “Berhentilah Hasa, candaanmu itu tidak lucu. Jangan berkata yang tidak-tidak mengenai aku. Dia hanya memberikan jus mangga hari itu, bukan cincin permata. Astaga, kau ini konyol sekali.”

Waktu itu kau sedang berbaring seraya menebalkan telinga, sebab temanmu Hasa terus saja mengoceh perihal kau memang betul-betul menyukai Hajae, meski sudah kau bantah. Tepat setelah Hasa menyelesaikan kalimatnya, kalian dengar suara ketukan pada pintu. Kau bangkit dari tempat tidur, lantas memutar kenop pintu untuk lihat siapa gerangan yang datang berkunjung. Nyaris saja kau jatuhkan rahang bawahmu saking terkejutnya; melihat Hajae dengan senyum kikuk kemudian berkata bahwa ia ingin meminjam kartu ATM. Kau dan Hasa sama-sama tidak memilikinya. Jadi, selepas Hajae mengucapkan terima kasih, ia pun berlalu pergi menuju kamar teman kalian yang lainnya. Kau tutup pintu lambat-lambat, lalu hal berikutnya yang kau lakukan adalah merengek dan berguling-guling di tempat tidur. Mengingat suara Hasa yang serupa ketel air mendidih, rasa-rasanya ingin sekali kau karungi dia dan melemparnya ke laut lepas biar dimakan oleh ikan hiu. Sumpah demi apapun, kau tidak mau Hajae sampai salah paham tentang dirimu. Kau jelas melihat bagaimana senyumnya yang—mengingatnya pun buat kepalamu pening. Entah karena dia merasa tidak enak untuk meminjam ATM ataukah ia merasa salah tingkah lantaran dengar sesuatu tanpa disangka-sangka bahwa ada seseorang yang menyukainya.

[]

Have a nice day♥

PirauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang