Raib POV
Tubuh Papa dan Mama tergeletak, darah mengalir dari tubuh mereka. Aku terlambat.
10 menit yang lalu...
Aku sudah tidak tahan lagi. Aku sudah menahan buang air kecil semenjak istirahat pertama. Akhirnya... Selesai juga. Aku menuju kaca wastafel dan.... Tamus berdiri di balik cermin. Aku berpuh pelan, bosan dengannya. Sudah sebulan ini dia terus menunjukkan wajahnya di cermin, dan terus membujukku agar ikut dengannya. Tentu saja aku menolaknya. Aku tidak akan pernah ikut orang jahat, walau diancam sekalipun. Tapi lama kelamaan ancamannya berubah menjadi serius. Kemarin dia mengancam akan menghabisi orang tuaku. Tapi aku hanya menganggapnya sebagai angin lalu.
"Dasar kakek tua mesum." Gumam ku agak keras agar dia dengar.
Bagaimana aku tidak kesal coba? Mana ada laki-laki yang pergi ke toilet wanita, kecuali dia memang mesum. Untung saja kamar mandi di rumahku tidak ada kaca, kalau ada mampus aku, diintip oleh Tamus.
"Aku tidak mesum. " Elak Tamus.
"Kalau bukan mesum apa coba? Punya kelainan?" Ejekku
"Sudah!" Dia menggeram "Kali ini kau tidak akan menganggap ini hanya ancaman kosong putri Raib. Kau harus ikut denganku atau kau akan melihat kematian orang-orang yang kau peduli di depan matamu sendiri. Saat ini orangtuamu sedang ada di rumah bukan?"
Aku terkesiap, dari mana kakek tua menyebalkan ini tahu kalau Papa masih di rumah? Teringat kalau Papa akan masuk siang, aku berusaha menghilangkan pikiran buruk di otakku. Ra, positive thinking Ra, positive thinking. Aku menggeleng keras.
"Kau hanya mengancam."
"Oh, ya? Kalau begitu pulang dan buktikan sendiri. Aku sudah membuat kado istimewa untuk mu" Tamus tertawa terbahak-bahak.
Dan sekarang...
Aku menatap nanar orang tua ku. Kali ini Tamus sudah kelewatan. Dia membunuh orang yang tidak bersalah, yang bahkan tidak tahu menahu soal dunia paralel, dengan mengirim anak buahnya.
"Apa salah Papa dan Mama?!" Aku menjerit.Aku terus menggenggam tangan kedua orang tua angkat ku, dan menggunakan kekuatan penyembuhan, berharap mereka masih bertahan. Tapi nihil, tubuh mereka dingin seperti es.
Aku menangis dan terus menangis. Darah Papa dan Mama menggenangi ruang tamu, membasahi bajuku. Dari luar aku mendengar Ali yang terus menjerit memanggil namaku. Dan pandanganku menggelap.
Ali POV
Dari awal aku sudah curiga saat Raib gelisah seusai keluar dari kamar mandi. Dia langsung permisi untuk pulang lebih awal. Aku mengejarnya, tak peduli dengan latihan basket atau apapun itu, aku mengejarnya dengan ILY. Prioritas ku adalah keamanannya. Aku sudah berjanji kepada orang tuanya untuk melindunginya.
Aku terkejut saat memasuki ruang tamu rumah Raib. Darah berceceran dimana-mana. Dan Raib tergeletak bersama dengan keluarganya.
"Raib! Bangun! Raib!"
Aku menggoyangkan tubuhnya. Dia tetap diam. Aku mengambil ponsel untuk menelpon ambulans.
Raib POV
Pemakaman orang tua angkat ku berlangsung sederhana. Aku sudah tidak bisa menangis lagi. Tante Anita terus memelukku erat. Seli dan Ali memegang bahuku, menguatkan ku. Gerimis datang tanpa henti, dan para pelayat berpergian satu persatu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The light after the dark
FanfictionKematian orang tua angkat Raib telah mengubahnya. Dia menjadi semakin pendiam, bahkan dengan sahabatnya sendiri. Tapi mereka tahu kalau hanya waktu yang dapat menyembuhkan luka di hati. Hei semua!!!! Ini novel pertama aku nih. Mengisi kegabutan aku...