1. I Call You Na

42 24 33
                                    






SMASA- 09 April 2020











Seorang gadis cantik berjalan seorang diri melewati koridor yang hampir sepi. Hanya ada beberapa murid yang masih duduk ataupun bersenda gurau di lingkungan luar kelas.

Bel berbunyi saat cewek itu tepat menemukan kelas di sekolah barunya. Ah, bukan sekolah baru tepatnya. Memang dia berada di tingkatan yang masih junior.

Suara khas pintu terbuka membuat atensi seluruh murid baru yang ada di kelas itu teralihkan sesaat. Hanya sesaat, sampai dia menutupnya kembali.

Cewek dengan ransel dipundak itu melangkah lebih masuk ke dalam kelasnya kemudian berjalan lurus ke arah meja kosong.

Dan lagi....

Bangku pojok kelas paling belakang.

Sebenarnya di depannya masih ada kursi kosong, namun diatas mejanya sudah ada tas yang ditaruh, menandakan sudah ada yang menyinggahinya.

Cewek ini tak begitu peduli dengan sekitar. Di hari pertama menduduki bangku kelas ia sudah mengeluarkan imej dinginnya.

Segerombolan anak laki-laki baru saja tiba, tapi entah mengapa mereka sudah akrab seperti teman lama padahal dilihat dari seragamnya saja masih beraneka ragam. Jangan heran mereka ini laki-laki jadi mudah untuk berbaur, tidak seperti perempuan diawal perkenalan masih berusaha menjaga imej yang baik dimata para teman barunya.

Mungkin sedikit berbeda dengan cewek baru ini.

Gadis dingin tadi masih tenang, memangku wajahnya menghadap jendela yang tertutup gorden setengah.

Hingga sebuah suara mengintrupsinya

"Hai," Sapa lelaki di depannya hangat.

Cewek tadi menggulir netra, menampilkan ekspresi bertanya. Dari sini dia sudah dapat mengira bahwa pemuda ini yang akan menduduki bangku di depannya.

Cowok itu tersenyum tipis, "namanya siapa?"

"..."

Pemuda itu masih pada posisinya, menghadap belakang dengan kedua tangan menahan dagunya diatas punggung kursi.

"Kok gak jawab? Cantik cantik kok gabisa ngomong?? Kok gak pake nametag?"

Gadis tadi membulatkan mata, sedikit terkejut mendengar pertanyaan beruntun pemuda ini, matanya memicing menahan diri untuk tidak mendelik.

Apasih sok asik, mana ngegas lagi. Dia ini tau atau tidak, yang ditanya saja sejak tadi diam pertanda tak ingin di ganggu siapapun. Sebentar,

Oh?

Apakah ia akan memiliki teman?

Pemuda tadi tertawa geli, melihat wajah bingung gadis itu, "kok bengong? Iya tau ganteng," kata cowok itu menyugar rambutnya ke belakang dengan percaya diri.

Cewek ini mendelik sempurna, melihat jelas aura sombong yang terpancar dari pemuda itu.

"Hahaha becanda elah, eh tapi gue tadi beneran nanya," kata cowok itu tertawa sebentar, "nama lo siapa?" Lanjutnya lagi, melirik dada kiri perempuan itu yang seharusnya ada nametag disana.

Anak cewek tadi semakin mendelik garang, kemudian memalingkan wajah ke arah lain, "nggak." Katanya acuh, menafsirkan semuanya lewat ekspresi yang mengeruh.

"Sombong amat dah, gak punya temen loh nanti," Kata cowok itu masih bersikeras ingin mengajak bicara gadis ini.

Pemuda itu tersenyum kalem, ia mengulurkan tangan dengan mata berbinar, tersirat arti ingin berkenalan.

"Lean,"

Gadis itu mengerjap, melirik wajah pemuda itu yang diketahuinya bernama Lean tadi. Ia mendengus kecil, mengira bahwa ini hanya akan menjadi sebatas perkenalan saja.

Mungkin seminggu kemudian mereka akan kembali seperti semula. Seperti tidak terjadi apa-apa. Bukannya berburuk sangka, tapi kebanyakan temannya saat SMP melakukan hal ini.

Entah ia sendiri yang terlalu dingin, atau mereka saja yang tidak ingin menerima sifat cewek itu yang mungkin bagi mereka terlalu sombong, padahal tidak begitu kebenarannya.

Cewek ini meraih jabatan tangan itu, ia sudah biasa dengan ini semua.

"Navea,"

Lean manggut-manggut tanda mengerti.

"Oke Na seka-"

Navea mendengus keras, ia menarik tangannya. Membuat Lean yang ingin berbicara segera memotong ucapannya.

"Apaan dah, Na Na," kata Navea datar.

"Vea? Nav? Na aja ya? bagus kok," kata Lean mendukung dirinya sendiri.

Navea mendelik, ia menegakkan tubuh kembali.

"Ribet lo ah," kata Navea mengibaskan tangan. Ia melipat kedua tangan di depan meja saat melihat guru sudah masuk ke dalam kelas.

Lean melirik sekilas ke arah guru di depan, kemudian tatapannya kembali ke arah Navea. "Bodoamat, gue panggil lo Na," Katanya lalu menghadap ke depan.

Navea mendengus, ia melengos memilih tak peduli lagi dengan nama panggilannya yang sudah diubah oleh cowok di depannya ini.

Navea memandang punggung tegak Lean, dalam hati bertanya.

Mengapa ia tadi sampai repot-repot mengatakan banyak hal kepadanya?












































a/n :

HMMMMM......

keempat beneran ini mah :))))

Behind The TwilightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang