《 A.N. - Wizard 》

60 10 3
                                    

- Selamat Menikmati -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Selamat Menikmati -

DENGAN wajah lesu, Wendy berjalan memasuki sebuah rumah kayu yang jauh dari kediaman Peter Pan. Wendy menguap sekali. Lingkar mata tampak jelas di wajahnya. Ketika kakinya berhasil menginjak bagian dalam rumah tersebut, seorang wanita berjubah dengan rambut yang putih seutuhnya muncul menyambut Wendy dengan senyuman lebar.

Raut lesu Wendy kian menjadi. Kini gadis itu cemberut; membanting bokongnya ke kursi panjang di sana.

"Bersyukurlah sihirku berguna tepat waktu," sarkasme si wanita yang tidak lain adalah penyihir.

Penyihir. Yang Wendy temui dua hari setelah kehadirannya di Neverland ini. Pun tanpa sepengetahuan Peter. Wendy menemuinya secara tidak sengaja. Untuk kemudian tahu bahwa ia adalah Penyihir Putih—satu-satunya penyihir baik di negeri dongeng ini. Wendy yang polos kala itu diajak berkunjung ke rumah sang penyihir. Dan dari situ ia tahu nama si penyihir adalah ... Lusy.

"Bokongku tidak akan lecet oleh kursi tipuan seperti ini, Lusy," gerutu Wendy sambil merebahkan tubuhnya ke kursi panjang yang kini dipenuhi kapas tersebut. Tadi tidak ada. Tentu saja, itu sihir.

Lusy tertawa sembari meracik ramuan. Wanita cantik yang awet muda berkat sihir itu menghela langkahnya mendekati Wendy. Hampir saja gadis itu terlelap jika tidak dibangunkan oleh Lusy.

"Jangan tidur dulu," titah Lusy. Seperti biasa, Wendy akan menyodorkan tangan kirinya untuk kemudian diserap darahnya oleh Lusy sampai tangan itu membiru.

Sakit? Tidak sama sekali. Semua berkat sihir. Ketika darahnya sudah terkumpul cukup banyak, barulah Lusy melepas tangan yang kemudian kembali ke warna semula.

Darah itu digunakan untuk dicampur ke ramuan yang sedang wanita itu racik. "Sepertinya semalam menyenangkan?"

Wendy langsung terduduk. "Menyenangkan huh? Aku hampir mati, kau tahu."

"Mati? Karena Peter Pan?"

"Entahlah," tubuhnya merosot. "Harus bagaimana lagi aku untuk mengambil perhatiannya. Cintaku masih bertepuk sebelah tangan, bukan?"

Lusy terdiam. Menatap prihatin gadis di depannya yang sedang terduduk lemah di kursi. Lusy merupakan salah satu saksi yang paling tahu bagaimana menderitanya cinta sepihak gadis itu. Faktor usia yang belum terlalu berpengalaman, membuat Wendy sedikit lugu dalam mengolah perasaannya.

"Wendy ... sampai kapan? Menjadi sakit untuk mendapat sakit lagi, sia-sia, Sayang."

Wendy mengalihkan pandangannya menatap Lusy. Memerhatikan bagaimana terampilnya tangan wanita itu meracik ramuan. Tanpa menyahuti perkataan Lusy sebelumnya, Wendy mulai memejamkan mata.

Lantaran tak tega, Lusy membiarkan Wendy terlelap di kursinya. Penyihir wanita itu kembali fokus pada ramuannya. Sampai kemudian ... ia mengernyit. Lusy menatap lama ramuannya. Tampak bergelut dengan pikirannya sendiri.

Another NeverlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang