Bab 1 : Algojo

46 8 0
                                        

Hari masih sangat pagi dan aku harus buru-buru untuk masuk kelas pajak dengan dosen terkiller. Kalau tau, akuntansi adalah jurusan yang menyebalkan. Mungkin aku akan memutuskan untuk mengambil jurusan lain yang lebih menyenangkan.

Semua ini karena obsessi bunda yang ingin aku menjadi seorang akuntan. Padahal cita-citaku ingin menjadi atlet sepak bola. Andai aku bisa menyamar menjadi seorang cowok, pasti semuanya akan lebih mudah.

"Pasang muka suram setiap hari, kek demen ngajak ribut orang aja." Aku menoleh dan mendapati buaya buntung ini merangkulku. Namanya Ozan, kerjaannya tiap hari ngusilin cewek jomblo di kampus.

"Gue pengen bolos, liat pertandingan di gelora," kataku yang ingat ada jadwal tanding liga satu. Saat berada ditengah-tengah stadiun entah aku merasa lebih tenang dari pada dimana pun, meskipun sorak para sporter lebih keras dari ibu-ibu yang lagi perang sengit nawar barang di pasar.

"Ogah, nggak ada cewek cantik di sana. Cowok penggila bola semua. Padahal teriak-teriak nggak dapat apa-apa. Taruhan aja, palingan abis biar neraktir anak sekelompok," ocehnya yang tentu membuatku tertawa. 

Itu benar, kalau pun aku atau mereka taruhan, kami akan dapat beberapa juta dari mereka, tapi endingnya kami akan kena palak. Semuanya minta ditraktir dan sebenarnya inti dari taruhan ini adalah untuk bersenang-senang, hanya itu saja.

Aku pun tertawa mengingat itu semua. "Mending ke cafe sebelah, deketnya anak kedokteran. Ada banyak cewek cakep di sana." Aku melihat mata Ozan berbinar, ternyata bukan hanya makanan saja yang membuatnya berbinar seperti ini. Cewek juga dan itu tentu membuatku ingin tertawa.

"Bukan cafe buat ngopi doank, 'kan?" tanyaku dan ia menggeleng.

"Enggak lah, banyak makanannya kok dan harganya pas di kantong mahasiswa kek kita. Terus, yang ngelolah juga anak-anak kampus sendiri."

"Oh, keknya nyaman banget. Ayok nanti ke sana, sekalian lo chat Edwin sama Farel. Gue mau nanya tentang project mapala yang uda direncanain sama para senior," kataku dengan sebal. 

Sebenarnya, masuk mapala adalah ide busuk si Farel. Dia bilang akan mentraktirku makan bebek goreng di persimpangan jalan sebelum masuk kampus. Tidak tahunya ia membuatku terpaksa mengisi formulir pendaftaran masuk mapala dan saat itu ada si Bella sama Garry teman lamaku. Lebih tepatnya Garry adalah sahabatku dan Bella datang membuat hubungan kami merenggang. Ia sengaja berbisik dengan cukup keras saat itu, dikiranya aku masuk mapala hanya karena ingin dekat dengan Garry lagi. Aku paling tidak suka diprovokasi, jadi aku memutuskan untuk bergabung.

Aku tidak memiliki perasaan yang dimaksud oleh Bella, mungkin ia yang lebih memiliki perasaan suka yang mendalam pada Garry. Aku menyukai Garry sebagai teman bermain semenjak kecil. Kami saling melengkapi. Namun, semenjak Bella datang, ia jarang mengajakku bermain dan berakhir ia membenciku karena ia berpikir aku yang membuat Bella menjauh darinya. Padahal, semua itu hanya drama yang dibuat Bella. Aku memilih untuk diam, karena Garry sudah banyak berubah. Percuma mengatakan sebuah kejujuran pada orang yang sudah tidak mempercayaiku.

"Lo masih kesel sama Farel?" Ozan tertawa, jelas ia tahu apa yang terjadi saat itu. Berkat ide Farel aku menjadi dipermalukan oleh Bella. "Jadi, niat lo masuk mapala karena gengsi? atau lo emang suak Garry?"

Pletak

"Aduh, kebiasaan lo ya kalau lagi sebel selalu mukul pala gue. Emang pala gue ini kelapa apa?" Ozan mengelus kepalanya yang kesakitan.

"Kalian berdua, kenapa kalian masih di sana? Ini sudah hampir sepuluh menit. Saya tidak akan membiarkan kalian masuk kalau lebih dari sepuluh menit!"

Kami terdiam menatap pak Tegar yang sudah berdiri seperti algojo untuk eksekusi hukuman mati di tengah pintu ruangan untuk mata kuliah pajak. 

"Mampus!" Ozan berlari duluan dan aku ditinggal.

"Eh, kamvret tunggu!" pekikku yang berlari mengejarnya.




Putri KatakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang