gloves #1

1K 179 23
                                    

"Oh ayolah Kim Doyoung tidak bisakah lepaskan sarung tanganmu itu?"

"Tidak usah hiraukan dia hyung dia memang anak yang aneh."

"Fashionmu sangat buruk dengan sarung tangan itu, Kim Doyoung."

Orang dengan nama Kim Doyoung hanya tersenyum singkat pada beberapa orang yang menatap aneh dirinya dan kemudian pergi berlalu begitu saja.

"Memangnya apa fungsi sarung tangan itu? Untuk menutupi kekuatanmu seperti Elsa Frozen?"

Gerombolan siswa yang sedang ada di koridor kelas kembali membuka suara mereka sesaat setelah Kim Doyoung melangkahkan kakinya menjauhi mereka.

"Waah apa seorang Kim Doyoung bisa mengeluarkan es?"

Langkah Doyoung terhenti. Dia membalikkan badannya menghadap orang-orang yang terus saja mengoloknya tanpa henti.

"Iya aku punya kekuatan." Katanya lalu berlalu meninggalkan orang-orang yang kini tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya

"Dan aku akan sangat bersyukur jika memiliki kekuatan seperti Elsa, setidaknya Elsa bisa membuat sesuatu yang indah." Batin Doyoung kemudian mempercepat langkahnya.

Dia lalu melepaskan satu sarung tangan yang menjadi sumber olok-olok untuknya itu. Dan dengan sengaja menyentuh lengan seorang siswa yang lewat

"Aku memiliki kekuatan yang harus aku sembunyikan karena itu sangat mengerikan." Dia kembali berkata dalam hatinya, kedua matanya terpejam dan langkahnya terhenti.

Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi ditengah musim salju. Dalam mobil itu ada orang yang tadi dia sentuh kulitnya dan seorang wanita. Lalu tak lama pemandangan itu berganti menjadi mengenaskan. Mobil itu tertabrak truk besar tepat ketika sedang melaju cepat di perempatan. Mobil itu berputar hingga kemudian menabrak pembatas jalan dan meledak.

"Aku punya kekuatan untuk menyaksikan kematian seseorang." Kata Kim Doyoung dengan suara pelan, dia membuka matanya dan lanjut berjalan tanpa melihat kiri kanan.

***

Kelas matematika yang paling dibenci hampir seluruh siswa telah selesai. Meninggalkan muka-muka lesu dan dahi terlipat efek samping berpikir terlalu keras. Doyoung yang masih menulis pekerjaan rumah di papan tulis dikejutkan dengan satu tangan yang bertengger dibahunya.

"Doy, ayo kantin. Yang lain udah nunggu" Itu Haruto, si anak Jepang yang cerianya kelewatan batas.

Doyoung menoleh lalu mengangguk. "anak-anak udah duluan?"

"Iyalah, dari tadi mereka. Hyunsuk hyung yang traktir." Meski bukan dia yang ditanya, Jeongwoo menjawab pertanyaan Doyoung dan mendekati meja Doyoung.

"HYUNG AYO CEPET LAPAR NIH." Teriakan keras itu mampu membuat beberapa orang yang tersisa di kelas itu menoleh. Ternyata Junghwan, anak kelas sebelah yang kini berdiri di ambang pintu.

Tanpa pikir panjang, Jeongwoo segera menarik Doyoung menuju kantin. Haruto dan Junghwan mengekor dibelakang. Sampai dikantin yang cukup ramai, mata mereka menjelajahi seisi kantin lalu menemukan segerombolan siswa melambai ke arah mereka. Senyum Doyoung mengembang dan segera menuju meja yang terletak di sudut kantin.

Meja panjang itu sudah hampir terisi penuh. Sudah ada 7 dari 10 kursi yang ditempati. Meski sering diolok dan dipandang aneh karena sarung tangannya, Doyoung tetap punya teman. 10 orang teman yang entah kenapa mau menerima Doyoung si murid aneh yang selalu memakai sarung tangan. Padahal "geng" itu terdiri dari siswa-siswa yang bisa dibilang cukup populer.

Doyoung segera pergi untuk membeli makanan, seporsi jjangmyeon dan bulgogi. Sekembalinya dia ke meja teman-temannya, meja itu sudah penuh.

"Aku duduk dimana?" Tanya Doyoung pada teman-temannya yang sudah asik menyantap makanannya.

"Ywah twelwat swih, udwah pwenuh." Kata Mashiho dengan mulut penuh makanan.

Hyunsuk sang ketua menegak air minumnya lalu memberikan solusi. "Duduk dimeja sebelah itu aja Doy, kan kursinya kosong." Sarannya sambil menunjuk meja tepat disamping mereka.

Meja kecil dengan dua kursi yang saling berhadapan, salah satu kursinya sudah diisi oleh seseorang yang asik menyantap kimbab roll-nya.

"Ayolah hyung, memangnya dia mau makan berhadapan denganku?" Keluh Doyoung.

"Dicoba juga belum, tanya sana." Kali ini Jihoon yang bersuara.

Enggan memperpanjang masalah dan perutnya sudah sejak tadi minta diisi, Doyoung menghampiri meja yang terletak beberapa langkah dari meja teman-temannya.

"Permisi." Sang penghuni meja itu mendongak menatap Doyoung lalu tersenyum.

"Aku boleh duduk disini?"

Lelaki itu mengangguk. "Boleh."

Suara manis itu memenuhi telinga Doyoung. Dia memang pernah mendengar suara lelaki ini ketika bernyanyi, ternyata suaranya saat bicara juga sangat manis sama seperti saat dia bernyanyi.

Doyoung segera duduk di kursi tersebut. Sialnya, dia lupa membawa sarung tangan cadangan. Dengan terpaksa, dia melepaskan sarung tangannya, jika dia tetap memakai sarung tangan ini dan berakhir kotor maka buku catatan untuk pelajaran selanjutnya harus dikorban penuh dengan bercak bercak saus jjajangmyeon miliknya. Doyoung melepas sarung tangannya sambil berharap tidak akan ada orang yang tiba-tiba lewat dan menyentuh tangannya.

Doyoung dapat mendengar cerita-cerita temannya di meja sebelah. Mulai dari cerita Haruto yang sedang dikejar oleh kakak kelas hingga cerita Jaehyuk yang baru saja putus cinta.

Sesekali Doyoung melihat sekilas orang di hadapannya. Orang itu makan dengan khidmat, pipinya penuh terisi dengan nasi dan rumput laut. Tak lama, orang dihadapannya telah menghabiskan jatah makan siangnya. Dia beranjak berdiri membersihkan sisa makannya.

"Doyoung, duluan ya." Suara manis itu kembali terdengar.

Doyoung terpaku diam. Bukan suara manisnya yang membuat gerakannya terhenti. Sambil berkata demikian dengan santainya pria itu menepuk telapak tangan kiri Doyoung yang ada di meja.

Doyoung memejamkan matanya dan merutuk dalam hati. Meski sudah sering melihat kematian tetap saja dia tidak akan pernah terbiasa dengan kematian. Kadang dia tidak bisa tidur karena terus terbayang proses kematian seseorang.

Gelap.

Hanya itu yang Doyoung lihat. Doyoung membuka matanya. "Aneh." Gumamnya lalu kembali menutup matanya lebih rapat.

Tetap hanya gelap.

Harusnya beberapa detik setelah dia bersentuhan dengan orang lain, bayangan proses kematian akan segera datang. Tapi kenapa dia hanya melihat gelap?

Doyoung menoleh kebelakang, dia dapat melihat punggung lelaki itu berjalan lalu hilang ketika berbelok di koridor.

"Bang Yedam apa kamu tidak akan menemui kematian?

***

notes :

Kritik dan saran sangat diperlukan karena ini cerita pertamaku



Gloves - DODAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang