02. Urusan masalah yang tertunda

5 0 0
                                    

"Oke, bye, bye!" seru Yana sambil melambaikan tangannya pada Arafah dan Kamila, sahabatnya di sekolah.

Yana segera pergi menuju parkiran sebelum pria itu meninggalakannya pergi. Belum sampai di sana, ia melihat motor Rama akan keluar dari gerbang sekolah. Dengan cepat, ia berlari mengejar sambil meneriaki namanya.

"RAMA! WOY! RAM! TUNGGUIN GUE ...!" Mendengar suara Yana, Rama buru-buru ingin segera keluar dari gerbang. Tapi sayangnya, di mulut gerbang masih banyak lalu lalang siswa-siswa yang akan pulang membuatnya menjadi sulit untuk segera pergi meninggalkan Yana. Si gadis benalu.

"Nggak bisa pergi lo!" Yana memegang kemudi motor Rama. Gadis itu berhasil menghadangnya. Rama hanya mampu mendesah sebal.

"Ogah gue bonceng lo lagi."

"Kok, gitu, sih? Gue kasih tahu Mama mertua baru tahu rasa lo?" ancamnya tidak membuat Rama takut.

"Bodo amat!"

Tanpa mempedulikan penolakan dari Rama, Yana segera duduk di belakangnya dan memeluk erat pria itu. Dengan terpaksa, Rama menurut dan segera keluar dari sekolah.

"Iiih, si Yana gatel banget, sih, jadi cewek!" bisik seorang siswi berkacamata pink yang masih memakai pakaian olahraga.

"Sirik aja lo!"  jawab temannya.

"Bukannya sirik, tapi, ya, gue kesel aja liatnya. Kayak parasit buat Rama gitu loh. Hih, dasar cewek nggak punya malu dan harga diri!" gerutunya sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Iya, sih. Tapi, ya, gimana, ya, gue bodo amat!" ucap temannya membuat siswi berkacamata merah muda itu merenggut sebal.

🌸🌸🌸

"Kok, berhenti di sini?" tanya Yana pada Rama.

"Mama titip beliin bunga krisan putih. " jawab Rama tanpa melihat Yana.

"Oh, gitu. Gue di sini aja, deh. Gerah gue."

"Serah!" Rama segera masuk ke dalam toko tanaman itu dan membeli bunga yang dipesan Mamanya.

Sambil menanti Rama, Yana membuka hape dan bermain medsos. Sebenarnya ia ingin masuk ke dalam sana, tapi ia malas. Lebih baik di sini. Karena masih lama, Yana berinisiatif untuk pergi ke supermarket di depan toko bunga. Ia sangat haus. Sekalian juga nanti beli snack. Setelah membeli air putih dan keripik untuk camilan, ia berjalan menuju toko bunga. Namun, sebelum ia menyebrang, seseorang meneriakinya. Yana melotot kaget dan segera berlari menjauh dari supermarket. Ia memilih untuk segera menyelesaikan masalahnya dengan preman itu.

"Nah, kena lo!" teriak preman tersebut. Yana sengaja memilih tempat yang agak sepi. Di ruko besar yang sudah lama tidak dibuka.

"Eh, ada apa, ya, Om?" tanyanya sekedar basa-basi, "mau?" tawarnya sambil menunjukkan dua snack pada preman tersebut.

Bukannya diterima, snacknya malah di buang oleh preman itu. Melihat itu, Yana mendelik sebal dan mendesis. Ia pun menatap tajam preman tersebut. "Kok, dibuang, sih, Om? Orang saya belinya pake uang jajan. Mana uangnya udah habis lagi!" gerutunya.

"Halah ... kebanyakan basa-basi lo!" ucap si preman berambut gondrong atau lebih tepatnya, namanya Jono.

Yoyo atau preman botak itu maju selangkah. "Duit lo!" katanya sambil mengulurkan tangannya.

"Ooh, duit," gumamnya. Yana mengambil uang lima ribu rupiah. "Ini sedekahnya," ucapnya dengan senyum mengembang. Yana memang baik dan dermawan sekali.

Yoyo meremas uang tersebut, dan membuangnya begitu saja. "Gue nggak minta ini, anjing! Gue mintanya duit! Duit!" ucapnya dengan marah.

"Eh, Yo! Ini duit, Yo! Gimana, sih, lo! Bego ya, lo?!" seru Jono yang kesal melihat temannya membuang uang tersebut. Ia mengambil uang tersebut, merapihkannya agar tidak lecek lagi.  Meskipun nilainya tidak begitu besar, tapi baginya, jika uang itu terus ditabung, maka hasilnya akan besar. Jono memang sangat sayang kepada uang. Sekecil apapun itu nilainya. Ah jangankan koin lima ratus rupiah, pada seratus rupiah pun ia sayang. Jadi, uang koin-koin dengan nilai kecil itu ada banyak di rumahnya. Itu karena ia sering mendapatkannya di jalanan. Tanpa malu dan ragu ia ambil, lalu ditabung.

CIRCLE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang