XVI

3.5K 349 32
                                    

🌸Happy Reading🌸

______________________________________

"Alena sudah mati!"

Mata Namira membelalak hampir keluar, dengan cepat ia menyeka tangan Rendy, dan menarik lengannya keluar dari genggamannya.

"Brengsek!" cercanya tinggi, ia melayangkan tangannya keras pada pipi pria itu, "Dasar pembunuh!"

"Bukan saya Namira! Saya tidak mungkin membunuh Alena," ujar Rendy terburu-buru merasa dituduh.

Namira mundur tak percaya, tertawa sinis pada lawannya, "Apa membunuh anakku tidak cukup memuaskanmu? Hanya demi Freya kamu melayangkan banyak nyawa, dia bahkan tak cukup pantas untuk itu!"

Suara Namira menggebu, ia menahan antara tangis dan emosi, rasanya ia ingin sekali mematahkan tulang-tulang pria di hadapannya itu.

Mata Rendy berubah mengintimidasi, ia mendorong Namira dengan lengkahnya, "Jangan pernah sekalipun kamu menghina Freya. Sudahku bilang dia wanitaku! Apa kamu masih berani main-main?"

Namira cukup gemetar, teringat kembali trauma yang dideritanya setelah kehilangan Andine, dan mengetahui siapa pembunuh anaknya.

Pria itu terus mengintimidasi, ia tak pernah suka wanitanya diganggu. Tetapi, Namira mencoba berdiri kokoh sekuat tenaga, menatap nanar membalas tatapan Rendy.

"Saya tau kamu memang tidak punya hati nurani, kamu bahkan tidak bisa disebut manusia, Rendy! Tetapi, tolong berhenti menyakiti orang lain hanya demi dia. Rebutlah dia dengan akal sehatmu, jatuhkanlah dia dalam pelukanmu, kamu hanya perlu menyingkirkan Andi, bukan melakukannya pada manusia-manusia tak bersalah itu," ujar Namira merendahkan suaranya, ia sudah tidak bisa lagi berteriak, itu hanya akan mengundang banyak perhatian saja.

Rendy mendorong Namira sampai keujung dinding, menahan kedua tangannya, dan menaruh wajahnya tepat di depan mata Namira, "Sepertinya lebih baik jika aku merebutmu dari Andi, dia akan merasakan kehilangan yang sama seperti kita, karena bagi seorang pria, wanita pertamanya adalah wanita yang punya tempat tersendiri di dalam hatinya.—Dengar Namira! Aku memang terobsesi oleh Freya, tetapi aku tidak akan pernah menyakiti dia.—Ikutlah denganku, kita bisa menjatuhkan Andi bersama, kita bisa membuatnya menderita seperti kamu, dia pasti melepaskan Freya setelah itu," ujar Andi ikut menurunkan suaranya.

"Berhenti tentang pikiran gilamu, Rendy! Jangan pernah libatkan aku lagi di dalamnya, aku muak!" bentak Namira keras.

Rendy acuh, ia tetap dalam posisinya, ia tak menghiraukan suara keras Namira.—Tingkahnya hanya semakin gila, tangannya justru menarik tengkuk wanita di hadapannya, melumat bibirnya habis-habisan, tak perduli ia memberontak, hingga menangis.

Suara keras yang tertahan itu benar-benar mengundang telinga untuk datang, ikatan suami istri yang telah bersama bertahun-tahun, membawa langkah Andi pada pemandangan tak menyedapkan itu.

Ia berjalan dengan tempo cepat, mendorong Rendy sekuat tenaga demi melepaskannya dari sang istri, tangannya mengepal, disasarkan tepat pada pipi yang beberapa saat lalu terkena tamparan dari Namira.

"Apa yang kau lakukan pada istriku!" teriak Andi keras.

Rendy berusaha bangun setelah tersungkur, memegangi pipinya, dengan mimik paling tengilnya, "Baru saja saya ingin meniduri istrimu. Kamu sudah membuangnya bukan? Dia pasti rindu bergairah di atas kasur," ujar Rendy begitu santai, ia bergerak segesit belut, menangkis kepalan tangan kedua yang ingin Andi layangkan.

Alih-alih perduli atau mendamaikan suasana, Namira justru pergi meninggalkan begitu acuh, ia bahkan sudah tak perduli jika mereka berdua saling bunuh pun.

Menikah Itu, Tidak Mudah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang