9. Gangguan

384 22 32
                                    

Mereka masih terengah saling meraup oksigen. "Keliaran" itu tiba-tiba terhenti mendadak saat sebuah nada panggil di ponsel pria itu bergetar. Ia menatap wajah mungil dibawahnya sesaat, lalu meraih ponsel dalam saku celananya. Setelah melihat siapa yang menelponnya, pria itu mengumpat - shit - namun tak urung dia tetap mengangkat panggilan tersebut.

"Ya, Masumi disini." Pria itu mengangkat telepon tanpa repot-repot merubah posisinya sama sekali, hingga gadis mungil yang masih terperangkap dibawah tubuhnya, bisa mendengar dengan jelas siapa lawan bicara pria tersebut. Melihat Maya sedikit sesak karena tertindih tubuhnya yang besar dan berat, Masumi menyanggah tubuhnya dengan tangan kirinya sedikit melonggarkan himpitannya pada tubuh mungil Maya.

"(Kau dimana ?!)" Sang lawan bicara bertanya.

"Di luar."

"(Apa yang kau lakukan diluar?)" Kekesalan sangat kental terdengar dari seberang sana.

"Mencari makan." Jawab Masumi sekenanya. Ia sedang tak berniat basa basi.

Maya mulai terlihat gelisah dibawahnya - merasa tak pantas mendengar pembicaraan mereka. Perlahan Maya berusaha melepaskan kungkungan lengan Masumi, namun dekapan itu justru semakin erat, menandakan sang pemilik lengan tak ingin dilepas.

"(Kau bilang apa ?! Mencari makan ??!! Aku justru menunggumu sedari tadi agar kita bisa makan malam bersama.)" Lengkingan suara bernada sinis pun menggelegar.

"Apa aku meminta mu menunggu ? Apa aku berjanji untuk makan malam bersama mu malam ini ?" Emosi sang pria pun mulai terpancing.

"(Kau...)" sang lawan bicara kehabisan kata-kata, ia terdiam sesaat. (Aku menunggumu agar kita bisa makan malam bersama. Aku sudah menyiapkan segalanya. Jangan lupa bahwa aku adalah tunanganmu.)" Wanita diseberang sana mulai menurunkan intonasi suaranya, berharap emosi sang pria pun ikut melunak.

"Haaahhh...," ia mendesah lelah, "Sepertinya kau lah yang lupa bahwa kita sudah tidak terikat dengan hal seperti itu lagi."

"(Apa maksudmu Masumi, jangan berani-berani kau padaku. Status kita masih tunangan, ingat itu !!!)" Lengkingan nada tajam dari lawan bicara sang pria kembali membahana.

"Terserahlah..." Ia memijat keningnya yang tiba-tiba terasa penat. "Maaf, aku hampir menyelesaikan makan malamku jika tidak harus mengangkat panggilan dari mu. Keberatan ku selesaikan makananku ??"

"(Kau makan dengan siapa?)"

"Kau berharap aku makan dengan siapa ?" Masumi malah balik bertanya.

"(Aaahh tidak, maksudku mana tahu kau sedang makan dengan salah satu kolegamu.)" Shiori kembali terdiam saat merasa tak mendapatkan respond. Lalu... "(Apa kau akan mengunjungiku malam ini ?)" Suara diseberang terdengar memelas.

"Tidak."

"(Kenapa ?!)"

"Aku lelah, Shiori. Mengertilah..."

Diam sejenak...

"(Baiklah, aku mengerti. Tapi besok malam, datanglah... ya ?)" Kembali suara itu memelas.

.....

"(Kenapa kau diam, Masumi ?)"

"Maaf, tapi aku tak bisa berjanji, kau tahu--..."

"(Apalagi alasanmu ??!!)" Dengan suara murka wanita diseberang sana memotong perkataan Masumi, "(kalo begitu aku yang akan menemuimu. Aku yang akan mendatangimu. Aku yang akan mengunjungimu ke Daito. Aku yang akan menunggumu disana. Kau dengar itu Masumi ??!! Kau tak bisa lari ataupun bersembunyi dari ku.)"

PRAANNGG... Suara pecahan terdengar jelas dari balik telpon genggam Masumi bersamaan dengan telpon yang ditutup sepihak oleh lawan bicara pria yang kini tengah termenung dengan gurat lelah diwajahnya.

Maya terpana mendengar suara histeris wanita yang selama ini selalu terlihat anggun dan berkelas, tak menyangka wanita produksi Takamiya bisa berteriak brutal seperti itu.

Masumi menghempaskan nafasnya kasar. Ia duduk disamping Maya yang masih terbaring di lantai. Menyugar rambutnya kebelakang, Maya mendengar tawa sumbang dari mulut pria tersebut.

"Kau mendengar semuanya bukan ?" Seraya menyimpan kembali ponselnya kedalam saku celana.

"Maaf, tak seharusnya aku mendengar pembicaraan kalian." Maya pun bergerak bangun dari lantai. Melangkah menuju ruang tamu, Maya mengambil kantung berisi makanan pesanan mereka tadi.

"Pak Masumi, tidak kah anda lapar ? Sayang sekali, makanan ini sudah dingin." Maya menatap kantong makanan dalam genggamannya, "ku panaskan sebentar yaaa." Bergegas ia berlari menuju dapur dan segera menyalakan kompor.

Selang beberapa menit, Maya kembali dengan membawa nampan ditangannya.

"Makanlah Pak Masumi, anda pasti lapar." Maya meletakkan sebuah mangkok diatas meja di depan Masumi.

"Kau juga, temani aku makan." Perintah sang pria.

Maya tersenyum, "tentu saja" balasnya.

Mereka makan dalam hening. Entah karena fokus dalam melahap makanan, atau pikiran mereka yang melayang entah kemana, tak satupun dari mereka yang bersuara.

Maya menatap wajah pria dihadapannya, mencoba menggali isi hati pria tersebut melalui ekspresi wajahnya.

"Kenapa menatapku seperti itu, Mungil ?" Bahkan tanpa menoleh dan masih tetap menyuapi ramen kedalam mulutnya, Masumi tahu bahwa Maya tengah memandangnya.

'Pak Masumi, apa yang sebenarnya terjadi ? Kadang saat tatapan kita tak sengaja bertemu, aku seolah merasakan kesepian di matamu. Tak bisakah kau jujur padaku - membagi bebanmu denganku ?' Maya hanya sanggup mengutarakan pertanyaan itu di hati.


############

Segini dulu up nya ya Darlings... Semoga tulisan ini cukup menghibur 😊🥰. Terima kasih bagi yang ngevote dan comment. See u soon dear...

To Love Needs No ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang