8. Desahan Sang Kecoak

397 34 45
                                    

Seketika Maya bernafas lega. Lalu dia mengangkat kepalanya perlahan yang tadi masih setia ngumpet di ceruk leher Masumi. Secepat kesadarannya kembali, secepat itu pula teriakan membahana kembali menggelegar dari mulut mungilnya.

KYAAAAAAA.....

Maya kaget bukan kepalang saat menyadari body siapa yang sedang ditindihnya dengan pose tak layak begitu. Dengan kecepatan kilat Maya berusaha berdiri hingga membuat tubuhnya kembali oleng karena gerakan yang tiba-tiba.

BRUUUGGH

Sang gadis mungil kembali jatuh menimpa pria tampan yang berada tepat dibawah tubuhnya dengan posisi yang masih telentang.

"Ouchh." Masumi meringis menahan hentakan beban diatas tubuhnya yang kembali menghantamnya secara tiba-tiba.

"Sepertinya malam ini tubuhmu begitu senang landing diatas tubuhku, Mungil." Masumi terkekeh dengan senyum jahil menghiasi bibir sexy-nya. Sementara wajah mereka sudah begitu sangat dekat. Wajah gadis mungil itu tepat berada dibawah dagu Masumi.

"Aduh. Ma-maafkan aku, Pak Masumi." Maya berusaha bangkit dengan dua tangan bertumpu di dada bidang Masumi. Jangan lupakan rona wajah Maya yang sudah seperti kepiting direbus ataupun digoreng, merrraaahhh semerah warna lipstick Shiori.

Namun bukannya membiarkan Maya bangkit dari atas tubuhnya, Masumi malah menahan punggung gadis itu dengan kedua tangannya yang melingkar erat melingkari punggung gadis tersebut.

"Aku suka posisi ini." Hembusan nafas Masumi membelai wajah Maya, hangat.

Bayangkan, jatuh menubruk tubuh seorang Masumi Hayami dari Daito yang terkenal dengan raut datar dan wajah dinginnya serta si penggila kerja, plus ketampanan yang sanggup mengalahkan paras elok para dewa, Maya tak berkutik diatas tubuh pria tersebut. Tubuhnya terasa panas dingin. Ada gelenyar aneh yang secara perlahan menguasai tubuhnya, hingga membuat Maya sesak karena lupa menghirup oksigen.

"Bernafas, Mungil." Tatapannya yang intens, suara yang rendah, dan sapuan nafas pria tersebut membelai wajah mungilnya berkali kali. Maya terpaku ditempatnya bagaikan patung yang tak bisa bergerak. Mata mereka saling bersirobok. Memancarkan binar-binar yang tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Namun hati mereka saling memahami, saling mengerti maksud dari ekspresi tersebut. Sebuah makna tanpa kata, yang hanya dipahami oleh mereka berdua.

Dengan tangannya, Masumi menarik tengkuk Maya mendekat dengan gerakan teramat pelan, hingga jarak mereka semakin menipis. Perlahan kehangatan menghampiri, saat sepasang bibir mereka saling bertemu dan bertaut dan tak lagi mampu mengelak. Mereka merasakan belaian itu, tepat diatas permukaan bibir mereka.

Awalnya bibir mereka hanya saling bertemu, menempel berbagi kehangatan. Selang beberapa detik, bibir sang pria  mulai merangkak kesana kesini, seolah memiliki kaki, mencicipi manis bibir sang gadis mungil yang tak mampu berkata ataupun mengelak. Sang gadis terlihat rapuh dan begitu penurut, seakan memberi izin buat sang pria menjelajahi keindahan bibirnya. Bibir Masumi terus mendesak Maya, seolah tak pernah mengenal kata puas, mencoba lebih dalam lagi untuk menyelami bibir gadis yang tengah terengah engah meraup oksigen sebanyak mungkin.

Sang pria membelai wajah mungil dengan senyum mengembang. Dengan jemarinya, Masumi merapikan poni Maya, menyelipkan anak rambut Maya dibelakang telinga gadis itu. Dan tanpa izin, dia kembali menarik tengkuk Maya mendekat, mengikis jarak diantara mereka, merapatkan bibir mereka.

"Bernafas, Mungil. Jangan sampai pingsan." Sang pria berhenti hanya untuk mengucapkan itu, lalu dengan serakah dia kembali melumat bibir gadis mungil tersebut tanpa ampun. Memporakporandakan isi mulut Maya, menjelajahi setiap inchi bibir dan mulut Maya. Membelai gigi dan lidah gadis itu dengan lidahnya.

"Aaaakhh..." tanpa sanggup dicegah, desahan itu keluar begitu saja dari mulut mungilnya. Maya terkulai lemah diatas tubuh Masumi. Tubuhnya mulai menggeliat resah, sensasi yang tak pernah ia alami sebelumnya.

Desahan Maya seolah memberi cambukan semangat bagi sang pria. Dengan cepat, Masumi membalikkan tubuh Maya, hingga tubuhnya kini menindih tubuh mungil nan ringkih dibawahnya. Menatap wajah mungil dibawahnya, dengan wajah semerah saga dan bibir yang sedikit bengkak akibat ulahnya, Maya terlihat begitu sexy dan menggairahkan, hingga Masumi benar-benar merasa hilang akal. Kembali ia menciumi gadis itu bertubi tubi, melepaskan segala emosi dan kerinduannya terhadap gadis mungil yang usianya 11 tahun dibawahnya. Ciuman itu telah berubah menjadi ciuman liar. Masumi menyesap bibir Maya dengan kuat, menjelajahi setiap sudutnya, membelai seluruh isi dalam mulut gadis tersebut dengan lidahnya.

"Aaakkhhh..." desahan itu kini keluar dari mulut sang pria. "Kau membuatku ingin menelanmu bulat bulat. Kenapa kau begitu menggemaskan, Mungil ?!" Ia tak memberi waktu untuk Maya menjawab, karena ia telah kembali membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya. Melumat bibir mungil itu dengan rakus dan liar. Maya sudah terengah engah dibawahnya, seakan oksigen menipis disekitarnya. Tak mampu menyeimbangi kehebatan pria diatasnya dalam bercumbu.

Dengan mata terpejam erat, Maya mendesahkan nama pria tersebut, "Pak Masumi..." tanpa sadar, Maya telah melingkarkan kedua tangannya dileher Masumi. Jemarinya dengan gelisah menarik rambut masumi. Tubuhnya menggeliat geliat resah seolah ingin menggapai sesuatu. Maya benar-benar pasrah total dibawah kendali Masumi. Dan itu semua terjadi tanpa dia sadari. Berkali kali Maya menjambak rambut Masumi menyalurkan emosi yang bahkan Maya sendiri tak memahami itu apa. Maya bergerak hanya mengikuti instingnya.

Saat Masumi terus membuai Maya dengan cumbuannya, hingga membuat Maya hilang pijakan dan seakan melayang, entah keberanian atau dorongan dari mana tiba-tiba Maya mengangkat kepalanya, mendaratkan bibirnya di leher kokoh Masumi, menciumi leher itu dengan dalam hingga meninggalkan jejak merah dileher putih Masumi, mengendus wangi leher kokoh itu dan menjilatinya.

Tindakan Maya benar-benar melenyapkan akal sehat Masumi. Pria itu mendesah hebat saat merasakan hisapan kuat dilehernya. "Ooohhh Mayaaaa... terus sayang, jangan berhenti... lakukan sesukamu." Masumi malah memiringkan kepalanya agar Maya leluasa mencium lehernya. "Aaakkhh... Maya sayang, jangan malu... aaakkhh betul begitu, hisap sayang, hisaaaappp..." Masumi meracau, birahi menguasainya, mengalahkan akal sehatnya.

Sementara Maya menciumi leher pria itu tanpa arah, menyambar apapun yang diraih bibirnya. Tangan dan jemari Maya pun bergerilya kesana kemari, membelai punggung dan pantat Masumi. Tak beda halnya dengan Masumi. Sedari tadi tangan pria itu telah merangkak bolak balik dari wajah gadis itu hingga pinggang, perut dan punggung serta dada sang gadis tak luput dari jamahannya.

Terengah-engah, nafas mereka saling menderu, berebut oksigen. Hawa panas membakar kulit wajah mereka, wajah sepasang pria dan wanita itu sama-sama merah, hingga leher mereka. Mata mereka sama-sama berkabut dan pakaian mereka juga sama berantakannya.



#############

VOTE dan COMMENT jangan lupa ya Darlings. Bakal di up secepatnya kalo comment bisa mencapai 50. Sooo comment sebanyaknyaaaaa ya Darlings kuuuu... A middle nite kiss for u girls... Mata eke dah merem melek nih nguantuuuukkk berat. Udah pukul 02.39 dinihari, It's time for me to sleep...

Happy reading beloved readers...

To Love Needs No ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang