03. Home

9K 751 21
                                    

Billa keluar dari mobilnya. Hari ini dia pulang dari rumah sakit setelah seminggu dia berada di sana.

Dia menatap bangunan mewah didepannya dan menghela nafas panjang. Inilah kehidupannya saat ini, tidak ada lagi penderitaan masa lalu, dan tidak ada lagi kesendirian.

"Ayo sayang kita masuk"

Dhila menuntun putrinya memasuki rumah sedangkan Zulfan mengikuti istri dan putrinya dibelakang.

Billa masuk ke dalam rumah, mengedarkan pandangannya melihat isi rumahnya yang terlihat sama seperti dalam ingatannya. Sangat luas, berbeda dengan apartemen sempitnya, tempat dia tinggal di kehidupan sebelumnya. Mengingat kehidupan masa lalu dia hanya bisa menghela nafas panjang. Dulu dia tidak pernah terfikirkan kalau dia bisa tinggal di rumah semewah ini.

Billa melihat kedua abangnya berlari mendekat.

"Welcome home Sabiiiill!!!!" teriak kedua abangnya yang membuat Billa tertegun dan sedikit berkaca-kaca.

Sekarang dia punya rumah, dia sekarang punya keluarga. Memikirkan itu dia merasa hangat dihatinya dan tanpa sadar sudut mulutnya naik.

Kaivan yang melihat adiknya tersenyum dengan mata bulat yang berair menjadi gemas. Ya ampuuuun adeknya imut banget, dia jadi pengin ngarungin terus bawa pulang adiknya, dimasukin ke lemari kaca biar dia bisa terus melihatnya.

Eh, tapi ini juga udah dirumahnya mau dibawa kemana lagi? lagi pula Sabil kan adeknya, jadi dia bisa melihat muka imut itu setiap hari. Ah, lupakan saja pikiran anehnya tadi.

Kaivan berjalan mendekati Billa dan mencubit keras pipi adiknya dengan kedua tangannya, yang langsung dihadiahi pukulan bertubi-tubi oleh Billa.

Nevan yang melihat adeknya memukul Kaivan dengan tangan kurusnya, mengambil kemoceng yang kebetulan ada disampingnya lalu memberikan ke Billa.

"Pake ini aja mukulnya jangan pake tangan nanti tanganmu sakit"

Dia sekarang merasa menjadi abang yang paling perhatian. Kurang perhatian apalagi coba, karena takut tangan adeknya sakit mukul abangnya berikan saja kemoceng biar tangan adeknya ga sakit lagi. Hehe dia emang abang terbaik. Memikirkan ini Nevan tersenyum bangga.

Nevan memang abang yang perhatian tapi dia bukan adek yang pengertian. Melihat abangnya dipukulin adeknya bukannya nolongin malah bantuin adeknya, poor Kaivan.

"Aduh sakit Bil sakit, kenapa kamu jadi kuat banget sih mukulnya. Aduh udah bil, jangan dipukul lagi bil sakit. Huaaaaaa Mamaaaaaaaa tolongin ivan maaaaaaah. Udah bil, ampuuuun jangan mukul lagi" Kaivan berteriak sambil berlari menghindari pukulan adeknya.

Dhila yang dimintai bantuan oleh anak ketiganya itu hanya menggelengkan kepalanya, berjalan ke kamarnya dengan suaminya.

Billa berhenti memukuli Kaivan, dia berjalan ke kamarnya dengan tak acuh sambil berkata dengan bangga "huh, siapa suruh nyubit nyubit"

Melihat adik bungsunya pergi, Kaivan melirik Nevan dengan sengit. "Lo bukannya nolongin abangnya lagi dipukulin sama adeknya, malah ngasih kemoceng ke adek. Seneng kan lo liat abang lo dipukulin adeknya?"

Nevan: "Kasian tangan adek bang kalau buat mukul nanti sakit. Gimana sih Bang Ivan, ga pengertian banget sama adeknya"

Kaivan geram "Pengertian pala lo. Lo ga kasian apa lihat abang lo di pukulin sama adeknya sendiri? semprul emang adek lucknut"

Nevan:"ga kasian, Maaaah Bang Ivan ngomong kasar Maaaaah"

Kaivan:" tukang ngadu"

Dhila yang berjalan menuruni tangga berhenti di anak terakhir tangga, dia melirik Kaivan "emang udah ngepel?".

DiferitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang