"Yang tumpul memang menyenangkan, tetapi yang tajam membuat energimu tersimpan."
•••
Kondisi Jihan lambat–laun membaik. Ia mulai Bergas di pondok pesantren nya lagi. Namun sayangnya, ia perlu melanglang buana menunggangi kruk. Lagi-lagi terlihat kerubungan, padahal masih pagi buta. Jihan berjalan mendekati ramainya orang di sana bahkan nekat bersesakan tatkala ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah selamat sampai tujuan, Ia mulai menafsir secara cermat, apa yang terkabarkan dalam mading pesantren. "Ditemukan mayat santriwati di kelas ujung lorong lantai dua, dengan kondisi mengenaskan. Mulut terjahit dan tusukan sadis di segala bagian tubuh."
"Berita ini ... " Alis Jihan menyusut.
"Jihan! Ngapain kamu sendirian di situ?" sapa Ainun sembari menyinggung pundak Jihan. "Kaki kamu emang udah ga sakit? Gausah dipaksain sekolah dong."
Jihan segera menoleh pada Ainun, sedetik kemudian radarnya mendekteksi adanya kesumbangan. "L-loh, perasaan tadi di sini rame deh, sampai aku desak-desakan lagi untuk sampai ke depan mading. Sekarang kok cuma aku sendiri?"
"Dari tadi kamu emang sendiri terus, Jihan. Aku di sana tuh udah ngelihat kamu," jelas Ainun. "Lagi baca apaan, sih di mading?"
Jihan tergegau mendengar eksplanasi Ainun, Sendirian? batinnya.
"Jihan!" Ainun mengiraikan tangannya di wajah Jihan. "Kok malah melamun sih?"
"E-eh ini," ujar Jihan seraya mencari info yang membuatnya tersendat barusan. "Loh kok udah ga ada?"
Ainun bingung dengan tindak–tanduk Jihan yang tampak serupa dengan orang pikun.
"Kamu kenapa sih Jihan? Tadi kamu bilang di sini rame padahal kamu lagi sendirian. Lalu kamu bilang barusan 'loh kok ga ada?' maksudnya apa? Apa ini efek dari obat, ya?" Monolog Ainun pilu.
"T-tapi beneran, nun. Di sini tadi tuh emang banyak orang bukan cuma aku sendirian. Percaya deh," sela Jihan.
"Di sana tadi aku ngelihat kamu jalan seperti mau jatuh gitu, aku kira kamu mau pingsan," balas Ainun. "Makanya aku buru-buru ke sini."
"Aku tuh lagi desak-desakan, Ainun. Bukan mau pingsan," sergah Jihan.
Tersadar Ainun tidak akan mengerti, Jihan pun termangu untuk beberapa saat. Apa yang terjadi dengan dirinya kemarin dan hari ini membuatnya bersikukuh naik ke lantai dua untuk mengisbatkan realita nya. Bisa sinting mendadak jika ia begini terus menerus.
KAMU SEDANG MEMBACA
45 Rajapati (Masa Peninjauan)
Mystery / Thriller(Belum selesai revisi, sebagian part di unpub) Pesantren Al-fatah berdiri sejak tahun 1960. Banyak misteri yang belum terungkap. Kejadian mengerikan 45 tahun silam yang tidak semua orang tahu tak terkecuali pendiri pesantren. Beliau berusaha mengubu...