1. Kelas penghujung koridor

144 60 47
                                    

"Pisau yang tumpul membuat kesenian mu menjadi tajam kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pisau yang tumpul membuat kesenian mu menjadi tajam kembali."

•••

Dini hari, pondok sudah tampak penuh dengan selentingan para santri. Tak terhitung banyaknya santri yang menyemut di lapangan utama. Terselip lah seorang santriwati yang menjadi pusat datangnya rombongan santri. Anak perempuan tanggung itu merintih menahan pedih. Darah sudah mengucur laju dari separuh kakinya. Akibatnya lapangan yang didominasi warna putih itu kini terkontaminasi warna merah pada salah satu bagiannya.

Tidak berselang lama kemudian, datang pula para kontingen medis berlari-lari kecil menatang tandu. Serta-merta mereka menggotong santriwati tersebut menuju ke poliklinik pondok. Kerumunan itu pun berangsur-angsur hilang dan kembali menyambung kesibukan yang sempat tersekat.

Optik seorang Jihan—santri yang berstrata madrasah tsanawiyah itu, teralihkan pada gerakan ekpres dari tim medis. Jihan tampak meninjau dengan cermat siapakah sosok yang sedang dibawa mereka. Dikarenakan saat perkara berlangsung, Jihan tidak sedang di tempat kejadian.

"Astaghfirullah!!"  jerit Jihan seraya melingkup mulutnya dengan tapak tangan.

Ainun yang sejatinya sedang bersama Jihan pun juga turut tersentak. "Apa, sih?!"

Jihan menudingkan jarinya ayal ke arah santri yang digotong regu medis yang langkahnya kini kian menjauh.

"Kenapa dia?" tanya Ainun belingsatan. Karena dalam pandangan Ainun hanya tampak seorang santriwati terbujur lunglai sesekali meringis kesakitan.

"A-ainun," gagap Jihan masih dalam sikap tapak tangan mengatup mulutnya. "Dia mati, nun ...."

"Mati?" tanya Ainun masih dengan air muka kebingungan. Pernyataan Jihan terlalu ambigu. Sebaiknya Ainun tidak mengambil penali dahulu.

Jihan tampak skeptis dengan apa yang ia lihat. Laksana malaikat pencabut nyawa, baru-baru ini ia seperti menuai kepiawaian baru setelah setahun lalu dapat melihat figur makhluk halus dan kini malah ia seperti dapat mengadili kematian seseorang. Dalam pandangan Jihan, wajah santri tersebut tampak pucat dan kerlingannya terlihat hampa. Tepat seperti wajah penampakan-penampakan yang ia lihat sebelumnya.

Melihat Jihan yang masih termangu, Ainun cemas. Jangan-jangan apa yang disingkap Jihan adalah fakta, mengingat memang sahabatnya ini dapat melihat mahluk tak kasatmata.

"Apa yang kamu lihat?" tanya Ainun antusias.

Melihat Ainun yang mulai tergiring pada pernyataan Jihan, membuat ia mengaurkan tatapannya ke sekitar. Ia tampak sedang mencari sang objek. "Di mana dia, ya? Tadi aku melihatnya berlarian di sana."

"Kamu mencari siapa?" tanya Ainun, namun pertanyaannya tidak dilayani oleh Jihan. Ia malah menarik langkah kakinya dengan bergas menuju lantai dua dan berakhir tepat di kelas paling ujung dekat lorong. Mau tidak mau Ainun mengikuti.

45 Rajapati (Masa Peninjauan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang