Part 1

45 3 0
                                    

Hari ini hari dimana seorang ayah akan kehilangan sosok putri bungsunya, yang selalu ceria di mata keluarga yaitu Adiba Kaeza Sahla.
Ya hari ini adalah keberangkatan adiba untuk pergi menuntut ilmu agama yaitu pesantren. Walaupun ia sempat enggan menerima permintaan ayahnya namun ia tak kuasa menolak karna ia tak mau kedua orangtuanya kecewa.

Adiba membuang pandang ke luar jendela karimun silver yang sejak tiga jam lalu mengurungnya.

"Dalam setahun kamu hanya boleh pulang maksimal empat kali. Dirumah paling lama satuminggu kecuali libur hari raya." Ucap Ayah memecah keheningan.
Sedari tadi adiba hanya diam menunduk entah ada perasaan sedih, atau bahagia ? Entahlah ia bingung yang pasti saat ini ia sedang gegana(gelisah, galau, merana)

"Iya ayah__" balas adiba singkat.

" Itu plang pesantrennya, belok kiri mang." ayah memberi komando dengan jari telunjuk.

Dengan sigap mang parman menggerakan kemudi. Adiba hanya bisa menatap ayahnya dengan penuh kesedihan.

Sebentar lagi ia tak akan tinggal di rumah mewah, dengan banyak fasilitas, pergi belanja , perawatan dll.
Karna di pesantren ini banyak aturan aturan yang menentang kebiasaan Adiba. Seperti tidak ada kasur king size yang empuk nan mewah melainkan hanya ada sebuah kasur kecil yang sederhana.

"Jadi mulai saat ini kamu harus taat segala aturan yang ada di sini.Kalau dia bandel silakan/Tersarah pak kiai, dia di hukum apa saja. Kata ayah mengerling ke arah Adiba yang terlihat gondok.

Acara menghadap dan penyerahan ke pengasuh pesantren usai sudah.

"Ayah pulang dulu, ingat ya di sini jangan macem macem. Ini desa yang masih teguh adatnya dan kuat aturan tatakramanya__"

"Iya Ayah Adiba ngerti, Diba gak bakalan bikin malu ayah di depan pak kiai , di hadapan santri, juga di hadapan seluruh warga desa ini. Diba akan berusaha yang terbaik untuk ayah, Bunda terutama Adiba sendiri."air mata yang ia bendung akhirnya meluap dengan perasaan nya saat ini.

" Baik- baik jaga diri. Kalu ada apa- apa telepon saja!."ucap ayah sambil menghapus air mataku dengan penuh kasihsayang.

"Iya ayah juga hati - hati di jalan."balas adiba dengan senyuman.
Karna bagaimanapun aku yakin dengan keputusan ayah. Walaupun banyak hal yang aku impikan di luar sana. Tapi menghormati keputusan ayah adalah hal terbaik untukku.

Adiba menatap kepergian ayahnya.Adiba membalik langkah menuju kamar barunya , setelah melambaikan tangan ke arah ayahnya.

Beberapa pasang mata mengawasi adiba dengan penuh rasa ingin tahu.Adiba membalas tatapan itu dengan senyumnya yang kikuk.

Setibanya di kamar.kekikukan itu kian menjadi - jadi. Wajah wajah polos menyambutnya hangat. Adiba mengedarkan pandang. Prediksinya, Ada yang mengintip malu- malu dari balik pintu? Yang mondar - mandir di depan kamar sambil sesekali melirik ke arahnya? Yang kelihatan sebagian wajahnya di jendela?

Adiba merasa ngeri sekaligus ada perasaan senang dengan reaksi teman - teman barunya. Para santi Miftahul huda atau MH.

"Apa yang salah ya dengan diriku, hingga segini menarik perhatian," batinnya cemas. "Apa sikapku ada yang dianggap tidak wajar?."

Keringat dingin sedikit demi sedikit mulai menitik dari pori - pori kulit wajah Adiba. Dia mendadak merasa kehilangan keberanian untuk mengucapkan kalimat - kalimat perkenalan , bahkan untuk tersenyum sekalipun.

"Kringgggg.....kring.....kring..."

Bel panjang tiga kali membuyarkan kerumunan. Tinggal empat orang tersisa di kamar. Adiba menarik nafas atas kelegaannya.

" Kak Adiba mau ikut ngaji atau di kamar saja?."
"Kamu ini gimana si, Ai.Orang masih baru kok langsung ditawari ikut ngaji."

"Aku kan cuman nanya syakila. Gak papa kan biar cepet akrab. Biar kak Adiba cepet kerasan tinggal di sini."

Ainun yang penampilannya terkesan lucu itu dengan wajah baby no problemnya. Syakila yang lugu dan tampak selalu ingin tahu.dan mba Sri ketua kamar yang tampak tegas. Adiba mencatat nama - nama itu di hatinya.

"Mbak____?." Tanya Adiba memberanikan diri, meski kemudian wajahnya diliputi mendung keraguan.

"Kenapa?"

"Adiba lihat pemandangan di sekitar sini indah sekali. Boleh tidak kalau jalan - jalan? Am, kan pengen kenalan juga sama mayarakat desa sini."

Mba sri mengangguk mantap.

"Ayo Ai,sama kamu. Syakila, nanti kalo ibu mencari tahu bilang aku lagi pergi nganter santri baru." Pesan mbak sri yang selalu gesit dan cekatan dalam setiap gerakannya.

Adiba dibuatnya terpesona.







Halooooooo gimana ceritanya
Lanjut nggak?
Ya pasti lanjutlah smoga kalian suka ceritanya jangan lupa coment dan bantu support💪💜
**Mohon maaf bila ada kesamaan kata/ kalimat karena ketidak sengajaan🙏

Happy Reading 😎
Part 2 nya comingg so💜on😭😅


Adiba ( On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang