Kedua orang itu duduk berjauhan, masing-masing di ujung sofa. Masing-masing masih mencerna apa yang sedang terjadi pada diri mereka berdua. Sebuah liburan yang kacau balau. Sebuah liburan yang dihiasi badai salju juga badai kehidupan. Sehingga membuat mereka harus tinggal 1 kamar karena keadaan darurat ini. Pertanyaan yang sama berputar di kepala mereka : Kenapa juga mereka yang beda gender harus jadi satu kamar?
Alvaro berdehem.
"Hmm, hotelnya lumayan bagus, lo ambil tipe studio?"
Nindy mengangguk.
Mereka sungguh kaku. Sampai bingung mau mengobrol apa, padahal beberapa jam sebelumnya mereka justru sedang asyik bercakap.
Alvaro mengeluarkan napas singkat dengan mulut yang membentuk huruf O. "Mungkin udah waktunya kita harus saling mengenal, agar nggak terlalu kaku mengingat kita harus tetap tinggal di sini sampai 4-5 hari ke depan,"
Nindy meremas jari-jarinya, tanda gugup.
"Pertama, aku sebenarnya kurang nyaman pakai gue-elo kalau lagi ngobrol. Biasanya aku-kamu atau saya-kamu. Jadi, kalau gue berganti jadi aku, dan elo jadi kamu.. Jangan kaget."
Wanita berkulit putih itu hanya menoleh sedikit pada Alvaro. "Dan kamu bisa panggil aku Varo, aku biasa dipanggil begitu,"
Kekakuan itu ditolong oleh suara bel dari pintu. Buru-buru Nindy berlari membukanya. Ternyata petugas memberikan dua kardus berisikan makanan padanya. Dari belakang Alvaro membantu dengan menerima kardus tersebut. Nindy membungkukkan badan sebagai ucapan terima kasih.
"Kenapa sebanyak itu? Macam kita lagi mengungsi berminggu-minggu,"
"Well prepared banget mereka," timpal Alvaro. Dia lalu meletakkan kardus berisikan makanan tersebut dan mengecek setiap isinya. "Wah, ada daging! I love meat!"
Nindy keheranan melihat raut wajah Alvaro yang girang.
"Sorry, aku memang se-suka itu sama daging. Buat makan malam kita nanti... gimana kalau kita buat daging teriyaki atau yakiniku?"
"Emang bisa?"
"Bisa lah. Ngeremehin banget. I can cook, i can do some sports, i can sing, playing piano, i can do anything dan yang paling penting adalah.. Aku ini pintar dan berprestasi,"
"Oke." jawab Nindy singkat sambil membereskan bahan makanan yang dikirimkan petugas tadi. Mata Alvaro terus mengikuti Nindy. "Kenapa sih? Begitu amat ngeliatinnya?"
"Kamu nggak percaya?"
"Kata siapa nggak percaya? Kan aku cuma jawab OK doang,"
"Salah satu alasan kenapa aku liburan sendirian tanpa asisten atau manager, meski mereka semua menentang liburan ini. Tapi aku kekeuh,"
Nindy menoleh antara tertarik dan tidak dengan cerita Alvaro.
Alvaro melanjutkan cerita sambil mengeluarkan daging, bawang bombay dan beberapa bahan masakan lainnya. "Aku tuh lelah cuma dinilai dari wajah, selalu wajah, bahkan artikel pun membahas wajahku, fisik badan, body, aku tuh kayak merasa agak sedikit dilecehkan sih dengan pemberitaan-pemberitaan itu. Padahal mereka tuh kalau wawancara juga suka nanya tentang kehidupan dan prestasi aku, minat dan lain lain tapi tetap aja bahas wajah. Sekali lagi ya, aku tuh pintar, aku sudah ambil magister dan aku dapat nilai cumlaude, aku jago basket, jago sepak bola. Coba deh suruh aku ngapain, aku bisa kok," tambah Alvaro sedikit emosi.
Nindy mendekatinya. "Sabar, Pak. Jangan marah-marah. Kasihan dagingnya kamu banting-banting begitu,"
"Kok kamu malah bahas daging!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
About 7 Days With You
ChickLitHanya butuh 7 hari 24 jam untuk merasakan jatuh cinta. Setidaknya itu yang dirasakan Alvaro dan Nindy saat mereka terpaksa harus tinggal dalam 1 apartemen sebagai turis backpacker di Jepang, rencana liburan mereka pun gagal. Situasi tersebut membua...