18. DITINGGAL DAN MENINGGALKAN

30 28 10
                                    

Selamat membaca.

🚲🚲🚲

"Iya, iya, aku tidak akan kelelahan," ujarku dengan nada kesal. Panggilan telepon itu dengan segera kumatikan. Aku menatap layar ponsel menyala dengan pandangan jengah.
Berangkat kerja pasca satu hari merasa sudah baikan memang bukan ide yang bagus.
Terpaksa harus bangun pagi-pagi sekali dan berangkat ke Cafe diam-diam bak sandera yang telah lama dipenjara.
Itu semua agar Soraya tidak memarahiku. Wanita itu cerewet.

"Dia benar-benar sudah mengantikan peran ibu," gumamku menatap foto diriku dan Soraya yang kujadikan wallpaper ponsel.
Aku mengembuskan napas kasar, mataku mendonggak menatap gedung tempat kerjaku dengan pandangan semangat.
Ah, izin satu hari saat kemarin sakit itu sudah lebih dari cukup.

Aku melangkahkan kaki memasuki gedung yang baru saja buka itu.
Di depan pintu masuk, beberapa pegawai shift pagi yang sama denganku menyapu pelataran.

"Pagi, Joy," sapa Andre, salah seorang pegawai laki-laki yang ramah pada siapa saja.
Aku tersenyum lebih dahulu menanggapinya.
"Pagi, Andre," balasku tak kalah ramah.

Bekerja di Cafe ini sedikit membuat urat pada wajahku selalu tertarik ke atas. Tersenyum kepada teman kerja atau pada pelanggan adalah keharusan sekarang.
Ya, walau saat pertama kali mencobanya terasa sangat sulit. Setidaknya sekarang sudah tidak.

Aku menuju loker khusus pegawai perempuan untuk mengganti pakaian menjadi seragam kerja.
Menjepit rambut pendekku agar nantinya tidak membuatku kegerahan.
Selesai, tidak perlu memakan banyak waktu.

"Joy, tumben kau sampai lebih dulu dibanding diriku," gurau seseorang.
Aku membalikan badan, mendapati Nita tersenyum ke arahku dengan tangan membuka loker lain di bagian kiri.

"Menghindari amukan serigala," jawabku dengan seutas senyuman.
Nita tertawa mendengar jawaban yang terlontar begitu saja dari mulutku. Gadis muda sebayaku itu lantas bebenah dan berganti seragam yang sama dengan pegawai yang lainnya.

Melihat tubuhnya lenyap dibalik pintu kamar mandi, aku memutuskan untuk keluar dari ruangan ini setelah mengunci kenbali loker milikku.
Mulai berjalan menuju tempat kasir untuk bekerja.

Baiklah Joy. Tubuh menyebalkanmu tidak boleh mengalahkan egomu kali ini.
Bila tak bekerja, kau ingin hidup bergantung pada siapa?

🚲🚲🚲

Langkah kaki ini membawaku ke stasiun. Salah satu tempat meninggalkan dan ditinggalkan.
Bukan berniat pergi, hanya merenungi diri.

Aku duduk di salah satu kursi tunggu dengan tangan menumpu pada paha.
Mataku mengedar kesegala arah, mendapati ratusan manusia yang berjalan ke sana-ke mari dengan tangan menyeret koper atau tas.

Mataku kini terpejam, menghirup napas rakus kembali sembari menajamkan pendengaran akan keramaian di tempat ini.

Terlihat aneh, pergi ke stasuin hanya untuk mengamati orang-orang berlalu lalang.
Namun harus kuingatkan lagi, hidup Joy memang banyak anehnya.

Mataku kembali terbuka tatkala mendapati kereta yang baru sampai di stasuin ini.
Menatap banyaknya penumpang yang turun setelah mendengar pemberitahuan dari petugas.

Beberapa dari mereka saling melepas kerinduan dengan pelukan pada orang-orang yang menunggu kedatangan mereka.

Aku semakin tersenyum lebar, ada rasa bahagia tersendiri saat mendapati mereka kembali para rumah pulangnya lagi.

Dear Ann : The Subconscious [TERBIT SELF PUBLISHING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang