Tepat pada pukul tujuh pagi sebelum berangkat sekolah, Naruto menyempatkan diri membuang sisa sampah kemarin. Semenjak bertemu dengan gadis belia itu, dia memiliki kebiasaan baru ketika keluar rumah yaitu ̶ ̶ melihat rumah tetangganya, seperti biasa selalu sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana.
Terhitung dua hari setelah kejadian kemarin, dia tidak pernah lagi bertemu dengan gadis belia itu. Bahkan ketika pulang sekolah, gadis belia itu tidak ada di sana seperti biasanya. Setiap kali dia keluar rumah, Naruto tidak pernah absen untuk melihat rumah itu.
"Apa dia baik-baik saja?"
"Siapa yang baik-baik saja?"
Naruto tersentak, tubuhnya spontan melompat ke belakang. "Kau!" beberapa menit lalu dia memikirkan gadis belia itu, namun sekarang ada di depan matanya. Ini sudah kedua kalinya Hinata muncul tiba-tiba di sekitarnya. Anak itu suka sekali membuat jantungnya tidak sehat.
"Kau sekolah?" pemuda itu menepuk bokongnya karena pasir yang menempel, lalu beralih merapikan seragam sekolahnya. Ia tidak mau seragam itu kotor, sebelum memasuki jam pelajaran.
"Kemarin ibuku mendaftarkanku sekolah." kata Hinata. Naruto mengernyit bingung, mengedar pandangan sekitar. Sekitar mereka mulai ramai oleh orang yang sibuk berangkat kerja.
"Bukankah seharusnya kau pergi bersama dengan ibumu? Apa kau mengingat di mana letak sekolahmu?" untuk seukuran anak SD, pemuda itu tidak menjamin kalau gadis belia di depannya ini mengingat dengan baik setiap jalan. Mengingat Hinata yang terhitung hampir lima bulan tidak keluar rumah, belum lagi gadis itu baru pindah. Baginya, tidak baik membiarkan anak kecil sendirian pergi tanpa pengawasan orang tua.
Dia melirik kembali ke arah rumah Hinata, seperti biasa lampu di depan dibiarkan tidak menyala. Naruto merasa khawatir, bergantian melirik gadis belia itu. Wanita itu memang benar-benar tidak memiliki hati terhadap anaknya sendiri. Belum lagi, lebam di pipi masih terlihat jelas. Sekarang, membiarkan anak pergi sekolah sendirian. Belum tentu anak itu benar-benar masih mengingat jalan.
"Aku hanya mengingat beberapa tanda, Ibu bilang padaku kalau lupa bisa bertanya sama seseorang di jalan. Meskipun Tokyo merupakan kota yang sibuk, mereka tidak akan membiarkan anak kecil tersesat."
Itu kelewat batas, Naruto bahkan hampir mengumpat kesal ketika mendengar kalimat tersebut. "Kalau begitu, biarkan aku mengantarmu sampai ke sekolah." meskipun nantinya perjalanan akan bertambah jauh menuju sekolahnya, itu jauh lebih baik daripada membiarkan anak kecil tersesat.
Hinata tidak menolak, bahkan ketika pemuda itu menarik pergelangan tangannya. Dia memekik karena sakit, Naruto spontan berbalik. "Apa aku terlalu kuat menarik tanganmu?" gadis belia itu tidak menjawab. Dari cara Hinata menyembunyikan kedua tangannya di belakang, hal itu sudah cukup jelas membuatnya mengerti.
Naruto menggulung lengan baju Hinata, kedua bola matanya melebar sempurna. Terlalu banyak lebam dan bekas goresan. Tubuhnya panas dingin, mengumpat dalam hati. Wanita itu benar-benar gila, meskipun itu ibu kandung gadis belia tersebut. Namun apa yang telah dilakukan baginya sudah kelewat batas. Tidak berperasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cryptic Hope
FanfictionLima bulan yang lalu, rumah kosong di samping Naruto ditempati oleh orang baru. Namun hampir lima bulan dia tidak pernah mengetahui siapa pemilik rumah tersebut. Hingga pada saat dia pulang sekolah melewati rumah tetangganya, dia melihat gadis belia...