Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

02. Kehilangan

43.5K 3.9K 215
                                    

Saat aku dan kakakku sampai di rumah kami, rumah kami sudah ramai. Perasaanku campur aduk, tubuhku terasa ringan, kakiku terasa tidak menginjak tanah. Aku bingung! Aku masih tidak percaya kepulanganku saat ini, karena aku kehilangan salah satu sandaran terkuatku. Ada rasa penyesalan yang teramat sangat. Jika tahu usia bapak sesingkat ini, aku akan sering pulang dan menghabiskan waktu bersama. Harusnya aku menjadi putri yang lebih baik lagi. Beberapa ibu-ibu tetangga, menghampiriku dan memelukku sambil mengatakan, yang sabar ya, yang ikhlas. Aku hanya mengangguk, karena tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. 

Aku dan Kak Erga masuk ke rumah, di ruang tamu tertutup dengan kain putih Bapak terbaring di sana. Tubuhku ambruk seketika, air mataku jatuh tanpa dapat aku kendalikan. Aku merasakan, hangat memeluk tubuhku dan mendengar isakan kecil. 

"Jangan nangis, Bapak nggak bakal seneng lihat kita nangis," bisik Ibu di telingaku. 

Tangisku kian tak bisa aku kendalikan. Bagaimana bisa aku tidak menangis, sementara hatiku hancur saat ini. Salah satu tempatku bersandar kini telah pergi untuk selamanya. 

"Bu, Bapak kenapa nggak nungguin, Bia?" 

Tangan hangat itu menghapus air mataku, padahal air matanya juga mengalir. "Bapak sayang sama Bia, makanya Bapak nggak ingin lihat putri kesayangannya sedih," ujar Ibu berusaha menghiburku, sedangkan aku tahu saat ini Ibu pasti lebih hancur daripada aku. Ibu kehilangan belahan jiwanya. 

Jenazah Bapak sekarang sudah disucikan, kemudian disalatkan. Kini tiba saatnya, kami mengantar Bapak ke peristirahatannya yang terakhir. Jujur, aku belum siap, jika aku ditanya lebih dulu, kapan aku siap, mungkin jawabanku, aku tidak akan pernah siap. Aku melihat Kak Erga berusaha keras untuk tidak menangis, saat mengangkat keranda Bapak. Meski hubungan Bapak dan Kak Erga tak sedekat hubunganku dan Bapak, aku yakin Kak Erga juga merasakan hal yang sama denganku. Hingga aku melihat pertahanannya rubuh, sesaat setelah liang lahat itu ditutup oleh tanah. 

"Mas Erga!"  Kak Mega dengan sigap langsung menahan tubuh suaminya. 

"Ma, Bapak udah nggak ada," ujarnya lirih. 

Kak Mega tak mengatakan apa pun, dia hanya mengusap punggung Kak Erga, berusaha membuat dia merasa lebih tenang. Hingga akhirnya, kami benar-benar harus mengikhlaskan Bapak menghadap Sang Khalik. Setelah memanjatkan doa, kami meninggalkan pemakaman. 

*** 

Semua terasa seperti mimpi, aku masih sulit untuk percaya. Namun,, pada akhirnya mau tak mau, kami harus mempercayai semua itu. Hatiku semakin terasa sakit, ketika ibu menatap foto Bapak dengan mata yang basah. Meski tanpa suara, aku tahu Ibu sedang menangis. Aku berjalan menghampirinya lalu memeluk Ibu dari belakang, seperti yang Bapak lakukan dulu jika melihat ibu sedang bersedih. 

"Bia, kok kamu di sini, kok nggak tidur?" tanya Ibu sambil berusaha menyembunyikan air matanya. 

"Aku mau tidur sama Ibu, boleh kan?" 

Ibu mengangguk, lalu menepuk tempat di sebelahnya yang kosong. Aku langsung menempatkan diri di sebelah ibu dan kembali memeluknya. 

"Ibu kenapa nggak bilang ke aku dan Kak Erga kalau Bapak kondisinya menurun?" 

Ibu tersenyum tipis. "Bapak nggak mau kalian sedih, makanya kamu jangan nangis. Yang Bapak butuhin sekarang hanya doa dari kita." 

Aku mengangguk, menyetujui perkataan Ibu. Menangisi Bapak sekarang tidak akan mengubah keadaan. 

"Sekarang kita tidur ya, Bu. Ibu pasti lelah." 

Hari ini sangat melelahkan, baik fisik dan juga emosi. Aku melihat Ibu perlahan mulai menutup matanya. Terlihat gurat-gurat kesedihan di wajahnya yang tak terlihat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kecuali kerutan yang kian bertambah. 

My Ex-Boyfriend's WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang