7

11.8K 274 1
                                    


18+

°°°°

"Gini aja. Aku kasih dua pilihan. Kamu mau ngumpet di kamar mandi atau di kolong meja. Mayan tuh kolong mejanya ketutup," bisik Abian seraya menunjuk yang dimaksud dengan dagunya.

Iren melirik ke arah meja. Meja panjang persegi berwarna coklat dari kayu jati. Terlihat kokoh dengan papan nama yang diukir diatasnya.

A. Sagara Prasatya.

Di belakang meja terdapat sebuah lukisan bergambar macan putih berukuran besar. Terlihat gagah dan berwibawa.

Secara keseluruhan ruangan ini lumayan terasa manly dengan nuansa hitam dan coklat.

Iren menyapu pandangan ke seluruh ruangan lagi. Mencoba mencari celah lain yang mungkin bisa dijadikan opsi selain yang ditawarkan.

Nihil. Ruangannya tidak terlalu banyak perabot. Hanya satu filling kabinet, satu lemari arsip, kursi tamu beserta meja, brankas, lemari pendingin.

Iren mulai berjalan ke arah meja. Melihat lebih dekat. Ada celah sedikit yang sepertinya muat dengan ukuran badannya.

Tak ada pilihan. Mungkin di kaki meja lebih baik daripada di kamar mandi.

"Yaudah, deh. Disini aja." Iren mulai masuk ke sebuah celah dan menyesuaikan dengan badannya.

Setelah memastikan Iren sudah tak terlihat, Abian segera membuka pintu yang sedari tadi sudah mengetuk dengan nada tak sabar itu.

"Ada apa ya, Bu? Maaf saya tadi sedang di toilet," ujar Abian diiring dengan senyuman.

"Oh, gitu. Maaf ya, Pak. Saya sedikit nggak sabaran." Bu kepala sekolah terlihat salah tingkah.

"Tidak apa. Silakan masuk."

Iren menunggu dengan berdebar. Takut aksi ngumpetnya ketahuan.

Tak lama kemudian, Abian duduk tak jauh darinya. Obrolan dimulai entah membicarakan apa yang membuat Iren tak paham. Tapi setidaknya Iren bisa berprasangka baik dengan Bu kepala sekolah. Suaranya terdengar biasa, tidak manja apalagi untuk sekedar menggoda.

Sesekali, kaki lelaki itu iseng menendang-nendang bagian betis Iren, kadang Iren iseng mengelus paha agar Abian kegelian. Nyatanya lelaki itu biasa saja. Ia lupa kalau Abian tidak pernah merasa geli. Dikelitik pun nggak mempan. Aneh emang. Masa ada orang nggak punya rasa geli? Sampai sekarang masalah itu belum terpecahkan oleh Iren.

Lama kelamaan, Iren merasa bosan juga. Obrolan semakin membuat kepalanya pusing saking tidak pahamnya. Lagipula Ibu kepala sekolah betah banget sih ngobrol dengan Abian. Kapan keluarnya nih orang, gerutu Iren dengan kesal.

Iren mulai menguap. Ia berusaha mengumpulkan kesadaran agar tetap terjaga. Tapi pada akhirnya kantuk menguasai juga. Hingga tanpa sadar ia pun terlelap.

Beberapa belas menit kemudian, ibu kepala sekolah akhirnya berpamitan keluar. Membuat Abian sedikit lega. Ia mengkhawatirkan gadisnya yang sedikit lama di kolong meja.

Setelah mengantar hingga depan pintu, dengan langkah panjang, Abian langsung menengok keadaan Iren. Ia hanya tersenyum saat melihat gadisnya malah tertidur dengan posisi yang terlihat begitu tak nyaman. Meringkuk dengan kaki ditekuk.

Sedikit susah payah ia mencoba mengeluarkan Iren dengan hati-hati. Gadis itu hanya terusik sejenak lalu kembali terlelap. Abian menaruhnya di kursi kayu lalu menaruh bantal untuk menyangga kepalanya.

Helaian rambut yang menghalangi wajah ia rapikan dengan pelan. Agar tak menghalanginya memandang wajah yang sudah beberapa hari tak dijumpainya.

Pipinya yang putih merona alami, alisnya yang melengkung rapi tanpa pensil, bibirnya yang seksi adalah bagian pavoritnya, eh.

Sugar BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang