3

24K 347 1
                                    

°°°°

Perlahan kelopak mata Iren mulai terbuka. Suara kipas angin yang memutar menjadi pengisi dalam keheningan di ruangan itu. Entah sekarang dirinya berada dimana.

Langit-langit dan dinding putih yang menyapa serta bau anti septik yang menusuk hidung, membuat kesadaran Iren lama kelamaan mulai terkumpul kembali.

Sepertinya ia berada di UKS.

Suara dengkuran halus di sebelah kanan mengalihkan perhatian Iren. Selama beberapa saat ia terdiam. Memperhatikan lelaki di sampingnya.

Iren jadi teringat, sebelum pingsan tadi sepertinya ia melihat sosok Abian. Tapi kenapa bisa ada di sekolahnya? Sepertinya ia memang salah lihat.

"Kamu ... sudah sadar?" Suara serak seseorang membuyarkan lamunan Iren.

"Om ... Abian. Jadi ini beneran, Om? Aku pikir salah lihat. Ta .. tapi ..." Bibir Iren langsung dibungkam dengan kecupan.

"Ssstt! Nggak usah banyak omong dulu. Gimana keadaan kamu? Udah enakan? Kamu sungguh bikin khawatir. Pingsan lama bener." tanya Abian dengan sorot teduh.

Entah bagaimana nanti respon para guru dan murid ketika melihat dirinya tadi membopong Iren dengan tergesa. Semua menatap heran. Bahkan Abian melarang orang lain yang mengangkat tubuh Iren. Harus dirinya sendiri.

Beruntung ia sigap melihat apa yang terjadi. Saat dirinya bersama kepala sekolah yang sedang mengajaknya keliling, tak sengaja netranya menangkap sosok Iren yang terlihat terus memegang kepalanya.

Bahkan, ia hampir berlari ketika melihat Iren hampir terjatuh mengenai lantai sekolah.

Sudah pasti ia punya peer untuk menjelaskan keheranan mereka. Lagipula apa pedulinya? Ia sengaja mengambil alih yayasan memang untuk Iren.

"Masih pusing, sih." Iren memegang kepalanya yang berdenyut.

"Kata dokter kamu belum makan makanya jadi pusing gini." Abian mengambil sebuah kotak sterofom lalu membukanya yang berisi bubur ayam. Ia mengaduk sebentar dengan sendok lalu mulai menyorongkannya "Ini makanan kesukaan kamu. Makanlah."

"Lagi nggak mau makan, Om." Iren menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Katanya pusing. Jadi obatnya ya makan."

"Please, jangan maksa. Benaran nggak masuk. Itu yang didalam plastik item apaan?"

"Itu pisang sama pir."

"Nah, itu aja dulu."

Dengan sabar Abian meletakan kembali makanan yang sudah di buka tersebut lalu mengambil pisang. Perlahan ia membuka kulitnya. "Aaaaaa."

Iren langsung melahapnya dengan senang hati. "Makasih, Om. Kok, baik banget sih. Jadi makin sayang kan."

Abian hanya tersenyum kecil. Nada manja Iren selalu membuatnya rindu bila sedang berjauhan. Apalagi bila kerjaan sedang menumpuk, untuk chat saja kadang sulit. Membuat rindunya akan semakin meluber.

"Om, belum jawab pertanyaan aku. Kok bisa ada di sekolah?"

Abian menyentil dahi Iren dengan gemas.

"Ish, sakit tau. Kok, aku di sentil."

"Kamu emang nggak ikut ke lapangan tadi pagi?"

"Ikut sih. Tapi di belakang. Udah nggak kebagian tempat di depan."

"Pantesan."

"Tunggu deh. Jadi ... Ketua yayasan itu Om Abian?"

Abian hanya mengangguk.

Sugar BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang