5

16.3K 329 4
                                    

°°°°

"Aman, Bu. Tenang aja," jawab Iren sambil tersenyum manis.

'Udah aman tersimpan di hati saya. Hihihi,' lanjutnya dalam hati.

"Bagus itu," ujar Bu Siska dengan senyum meremehkan.

"Saya permisi ya, Bu. Udah laper."

"Ya. Silakan."

Iren melangkah dengan santai. Nggak perlu adu argumen menghadapi orang seperti Bu Siska. Cukup iyain aja biar hatinya bahagia. Menyenangkan orang kan dapat pahala. Ia pun bersenandung dengan riang.

"Enaknya makan apa ya hari ini. Bakso dengan kuah pedasnya Bu Eni sepertinya seger," gumam Iren. Tapi ketika teringat tentang Abian, ia merasa kesal juga. Seketika moodnya berubah.

"Awas saja, aku mau ngasih perhitungan denganmu om. Udah bikin heboh satu sekolah," dumel Iren.

Ia menghentakkan kaki sambil menendang gumpalan kertas yang ditemuinya.

"Aku nggak bakal ngasih kamu jatah seminggu om. Ish, kesel!"

"Eh, eh, ada si kelas menengah lewat." Suara Genk Viona mulai terdengar. Iren terhenti sejenak, lalu pura-pura menulikan telinga. Ia lapar sungguh. Haruskah berbalik ke kelas hanya karena ada genk resek? Perutnya sudah melilit minta diisi. Mau meladeni malas juga. Ia sedang tidak bertenaga.

"Eh, kemarin ada yang pura-pura pingsan, loh. Buat narik perhatian gitu."

"Masa sih?"

"Cara lama itu sih."

"Kasihan ya. Caranya begitu murahan."

"Hahahaha."

"Sabar sabar. Orang sabar pacarnya ganteng." Iren meneguhkan hati untuk tak terpancing.

Masa iya dirinya harus go publik mengatakan yang sebenarnya? Oh tidak bisa. Kalau nanti viral terus istri Abian melihat kan bahaya. Hadeuhh.

Iren jadi pusing sendiri.

"Pokoknya semua ini gegara Om Abian. Awas yaa kalau pulang nanti!"

Iren akhirnya memilih berbalik. Rasa laparnya mendadak hilang.

Genk itu memang suka sekali cari masalah dengannya. Heran.

Ketika berbalik, orang yang sudah membuatnya kesal itu ternyata kini sedang berada tak jauh darinya. Terlihat asyik ngobrol dengan Bu Siska.

"WTF! Apa-apaan itu mereka tertawa bersama. Heleuhh. Dasar wanita ganjen." Iren terus memperhatikan dari jauh.

"Hai, Ren. Kamu belum ke kantin kan? Pasti lapar. Aku bawain roti, nih." Suara seseorang memecah perhatian Iren.

"Andri?" Iren kira lelaki ini akan sakit hati akibat perkataannya yang menyakitkan. Nyatanya malah tetap saja bersikap baik padanya.

Lelaki itu tersenyum manis memperlihatkan gingsulnya. "Ambillah."

Merasa laparnya muncul kembali, mau tak mau Iren menerimanya. Pun saat melirik, Abian ternyata sedang memperhatikannya.

'Kesempatan bagus buat manasin,' seringainya.

"Makasih, ya. Aku emang laper banget." Iren berucap dengan suara agak tinggi. "Kamu pengertian banget."

"You're welcome. Aku antar ke kelas?" tawar Andri. Mumpung gadis ini sedang berbaik hati mau menerima pemberiannya, sekalian saja mencoba peruntungan.

"Boleh." Iren sesekali masih melirik Abian dari ekor matanya. Lelaki itu masih memperhatikan.

Iren langsung menggandeng lengan Andri, membuat lelaki itu sedikit terkejut. "Ayok, jalan."

Sugar BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang