Part 3 : Traktiran Pertama

54 10 1
                                    

"Nyatanya Bahagia itu memang sederhana."

___________


Pagi ini Jakarta cukup ramai, banyak orang berlalu lalang mengendarai kendaraannya, mulai dari kendaraan roda dua, tiga bahkan empat sudah menjadi ciri khas kota padat itu akan kemacetannya.

Sejenak Zahra berdiam diri di halte untuk sekedar menunggu angkutan lewat. Selang waktu lima belas menit namun angkutan tak kunjung tiba, tidak biasanya ia menunggu terlalu lama seperti ini, tetapi kenapa sudah hampir dua puluh menit masih belum juga terlihat.

Ia gelisah, takut jika harus terlambat. Netranya terus menangkap jam yang bertengger di pergelangan tangannya. Seketika matanya membulat setelah melihat waktu tengah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit.

Aduh bagaimana ini?

Ia terus mondar-mandir mencari ide, namun nihil pikirannya buntu. Tak ada pilihan lain selain berjalan kaki, pikirnya. Namun itu tidak mungkin, secara lokasi sekolah sangat jauh untuk sekedar jalan kaki dan itu tidak mungkin memakan waktu yang sebentar.

Waktu adalah uang, bagi Zahra satu detik pun sangatlah berharga, apalagi lima menit.

Ia terus menoleh ke arah samping kanan dan kiri berharap ada orang baik yang rela mengantarnya. Ia memberhentikan setiap kendaraan yang lewat satu per satu, namun nihil usahanya gagal, tak ada kendaraan yang berhenti hingga harapannya melorot.

Namun bukan Zahra namanya jika harus menyerah begitu saja. Ia berharap kendaraan yang satu ini bisa berhenti. Ia melambai-lambaikan tangannya pada sosok pria dengan mengendarai motor sport lengkap dengan jaket kulit hitamnya, tak lupa juga dengan penutup kepala yang membuat semua orang tak mengenalinya termasuk Zahra pun.

Zahra tidak peduli orang itu siapa, yang kini menjadi tujuan utamanya hanya ingin segera sampai di sekolah. Ia rela jika harus menumpang dengan mobil pengakut kambing sekalipun.

"LO GILA YA?" Teriak seseorang itu setelah mendapati Zahra yang tengah berdiri dijalan seraya melambai-lambaikan tangan seolah bosan hidup, katanya.

Seseorang itu membuka penutup kepalanya, netranya menyipit seolah mengenali gadis ini.

Zahra menunduk, "Ma-maaf aku cuma mau--"

"Zahra ya?" Tanya seseorang itu yang tak lain adalah Brian.

Sontak Zahra pun mendongakkan kepalanya, "Kamu siapa?"

Brian terbahak, "Lo gak kenal gua?" Tanyanya membuat Zahra menggeleng pelan.

"Gua yang waktu malam itu ngantar Arya ketemuan sama lo." Jelas Brian. Zahra menyipitkan matanya seolah mengingatnya. Malam itu terlihat samar-samar wajah Brian, pantas saja ia tidak terlalu mengenalinya.

Brian yang menyadarinya, "Lo ngapain disini?"

Pertanyaan itu membuat Zahra membuyarkan lamunannya. "E-aku lagi nunggu angkutan."

Brian menoleh ke sana kemari, namun sepertinya sudah tidak angkutan lewat jam segini, pikirnya.

"Ayo, bareng gua aja!" Ajak Brian membuat Zahra seketika membulatkan matanya. Ia menunjuk dirinya seolah bertanya aku diajak?

Brian mengangguk lalu mulai memakai penutup kepalanya. Sedangkan Zahra masih mematung disana. Brian mengisyaratkan kepalanya untuk segera menaiki jok belakangnya.

Zahra dengan ragu menurutinya. Ia sangat bersyukur ternyata masih ada orang baik yang menolongnya.

Selama perjalanan tak ada yang membuka suara, keduanya membungkam seraya menikmati jalanan yang cukup ramai itu.

PROMISE(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang