4 - Garis Takdir

11 1 0
                                        

Budayakan vote dan komen setelah membaca:)

***


[Syawinka Ardiwijoyo]

Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah tercatat jauh sebelum kita terlahir, yang ada hanya takdir kita yang sedang berada di garis yang sama. Entah akan berada dalam garis yang sama atau salah satu akan berbalik haluan? Itu yang masih menjadi rahasia Tuhan.

Semua dimulai dari keikutsertaan aku dalam Passion (PPKU Art and Sport Competition) event ini adalah event terbesar di PPKU. Kalau di SMA Passion itu seperti class meeting bedanya cabang yang di perlombaan di Passion hanya ada dua, seni dan olahraga. Alhamdullilah aku mendapatkan juara satu dalam lomba baca puisi. First winner dan runner up dari semua cabang akan menjadi kontingen yang di kirim ke IAC untuk seni, dan OMI untuk olahraga.

IPB Art Contest atau biasa disebut IAC adalah ajang perlombaan seni se-IPB yang dijadikan wadah bergengsi untuk unjuk kemampuan, sebab peserta IAC adalah kontingen yang terpilih dari setiap fakultasnya. Bagi aku menjadi salah satu peserta IAC dalam lomba baca puisi mewakili maba PPKU menjadi kebanggan tersendiri. Belum lagi aku sudah mendengar sedikit banyaknya tentang penyelenggaraan IAC di tahun sebelumnya yang sangat meriah dan megah di pembukaan dan penutupan dari cerita kakak tingkat.

Sebelum pembukaan IAC dimulai para peserta dari lomba baca puisi diminta panitia berkumpul untuk memilih puisi mana yang akan dibacakan nanti diperlombaan. Disana sudah disiapkan meja yang diatasnya terdapat kertas hvs bertuliskan beberapa puisi berbeda dari berbagai penulis ternama seperti Kahlil Gibran,Chairil Anwar, Boy Candra, sampai Fiersa Besari yang menarik perhatiaku pun ada. Saat tangan ini akan mengambilnya ada tangan lain yang menahan, refleks aku melihat siapa pemilik tangan yang menjatuhkan pilihan yang sama denganku. Betapa terkejutnya saat aku melihat wajah menyebalkan itu lagi. LAGI!

Seriously? Bukan mata aku yang bermasalahkan? Itu memang wajah si minim ekspresi. Aku kira saat MPKMB selesai aku tidak akan pernah bertemu lagi. Karena setelah penutupan MPKMB saat kakak-kakak komdis masuk dengan senyuman yang sudah lima hari mereka tahan, mereka meminta maaf atas sikap menyebalkan mereka selama lima hari kebelakang, padahal kita para maba memaklumi hal itu. Selain meminta maaf mereka juga memberikan selamat atas resminya kita sebagai mahasiswa IPB bersama kating. Cuma satu orang yang nggak kelihatan batang hidungnya, siapa lagi kalau bukan komdis minim ekspresi. Padahal permintaan maaf dia yang ditunggu. Dia nggak ngerasa bersalah gitu?

Dan aku semakin terkejut saat kak Sandi dengan santai nya berkata,

“Lepas.”

Enak saja aku yang duluan megang kertas ini.

“Nggak!”

“Lepas.”

“Nggak!”

“Lepas!” kali ini ada penekanan dalam ucapannya.

“Nggak!”

“Kalian nggak usah berebut setiap peserta bisa memilih puisi yang sama.” panitia yang ada disana yang ternyata kak Novi melerai.

Bikin malu saja. Lantas dia melepaskan tangannya yang tadi menahan. Buru-buru aku mengambilnya dan pergi begitu saja. Masa bodo dengan nasib dia yang mungkin menahan rasa malu dihadapan kak Novi. Biarkan saja, supaya dia tahu gimana rasanya diposisi seperti itu, jangan bisanya bikin malu orang saja.


****

Pembukaan IPB Art Contest dilaksabakan di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) jam 18.30 sampai 19.50, dihadiri rektor IPB dan wakil rektor bidang akademik dan kemahasiswaan. Acara pembukaan juga di meriahkan oleh parade bendera dan maskot tiap-tiap fakultas yang berlaga, sudah terbayangkan bagaimana ramainya suasana di Auditorium FEM? Belum lagi saat supporter dari tiap fakultas mengeluarkan yel-yel mereka tambah ramai suasana didalam Auditorium. Kalau kalian pernah menonton pembukaan ASEAN Games,susananya persis seperti itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 02, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EUREKAWhere stories live. Discover now