Day-2

5 1 1
                                    

"Pake parfum yang gentle goblok! Lo mau deketin cewek, bukan emak-emak warteg! Jangan bau asem!" Jovran sudah sibuk mencari parfum ditasnya, setelah ketemu ia langsung menyemprotkannya ke seluruh tubuh Malven.

Malven mengernyit, mencekal tangan Jovran kemudian melempar Jovran kearah teman-temannya yang lain.

"Karungin tolong! Pagi-pagi bikin polusi!" Ucapnya santai seraya mendecih jijik menatap Jovran.

Nathan dan Bene terbahak, mencekal kedua tangan Jovran yang kini misuh-misuh karena dianggap pengganggu.

"Heh, Ka! Gue cabut dulu. Lo urus sisanya!" Ucap Malven seraya menepuk bahu Azka.

Belum sampai Azka menjawab, Malven sudah berlalu menuju kelas dua belas-satu membuat Azka merengut.

Azka berbalik menghadap tiga temannya, matanya memicing tajam. Ekspresi yang tidak mengenakkan.

"Cabut! Rencanain di markas!" Desisnya tajam yang langsung diangguki ketiga temannya.

*****

Malven telah sampai di kelas dua belas-satu, dengan satu tangan masuk kedalam saku celana seragamnya ia berjalan mantap memasuki kelas. Berdiri diambang pintu, mengamati setiap penghuni kelas yang ada.

"Loh, Marven? Ngapain lo disini?" Tanya Aldi ketua kelas dua belas-satu. Ucapannya agak keras membuat seluruh atensi kelas mengarah pada tersangka pertanyaan.

"Aqilla. Aqilla Gianina."

"Oh! Aqilla, dicari Marven tuh!" Teriak Aldi didepan kelas.

Yang bersangkutan sudah sejak tadi terdiam menatap Marven yang juga balik menatapnya.

"Hai, guten morgen bby!" Marven mendudukkan diri disamping Aqilla. Mereka menjadi pusat perhatian sekelas sekarang. Suasana kelas yang tadinya sepi menjadi sangat kondusif.

"Morning, what do you want?" Aqilla tersenyum sekilas kepada Marven.

"You, maybe?" Marven terkekeh kecil. Membuat para siswi dikelas hampir memekik gemas.

"Me? Do you kidding? Sorry, but I don't have problem with you and I busy now! Can you go out from my class, handsome?"

Marven terkekeh, tangannya terulur mengusak rambut halus milik wanita didepannya. Sedikit mencondongkan diri kedepan, ia berbisik tepat didepan wajah Aqilla "meet me in canteen later, will you?"

Aqilla menaikkan satu alisnya, namun saat menatap mata tajam Marven yang tidak ada celahnya ia mengangguk.

"Ya." Bisiknya singkat.

Marven tersenyum menang, mendaratkan kecupan kecil dipelipis kanan Aqilla lalu berjalan keluar dengan santai. Mengabaikan pelototan penghuni kelas dan juga,

Aqilla yang tiba-tiba membeku dengan wajah bersemu merah.

*****

Marven mengetuk meja kantin dengan jari telunjuk. Matanya mengedar ke penjuru kantin. Mencari sosok yang berjanji akan menemuinya disini.

Jam istirahat membuat kantin terasa lebih padat dan bising. Dari arah pintu masuk, Marven dapat melihat Aqilla yang celinguk-an. Marven terkekeh, sepertinya wanita itu mencarinya.

Setelah mata mereka bersibobrok, Aqilla berjalan cepat kearahnya. Mendudukkan diri didepan Marven sambil menyelipkan helaian rambut yang mengganggu pandangannya ke bekalang telinga.

"Kenapa?" Tanya Aqilla langsung.

Marven menipiskan bibir, memajukan tubuh hingga menempel meja yang menghalangi mereka. Satu tangannya terulur menyelipkan helaian rambut Aqilla yang mencuat keluar.

"Mau makan apa?" Tanyanya pelan.

Aqilla mendadak gugup, setelah berdehem sekilas ia menjauhkan diri dari jangkauan Marven membuat tersangka menaikkan sebelah alis heran.

"U-uh, terserah!" Jawab Aqilla gugup.

"Hm, gue gak tau terserah dalam kamus lo apa! Jadi sebutin lo mau apa dan bakalan gue pesenin sekarang, jangan ribet honey!" Marven menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan kedua tangan yang terlipat didepan dada.

"Samain aja sama lo!" Aqilla mengedarkan pandangan sekilas, sebelum berhenti menatap pada Marven.

Marven menghela nafas, "Okey, lo bisa makan pedes?"

"Bisa."

"Gue pesenin bakso, hm?"

"I-iya!"

"Jangan gugup cantik! Lo gak menarik lagi nanti, gue suka lo yang pemberani. Can you?" Marven menarik sudut atas bibirnya, membentuk seringai tampan.

Aqilla mengerutkan kening, namun tak urung ia mengangguk. Entah kenapa, ia hanya ingin mengikuti perkataan Marven.

"Good girl. Stay here for a minute please!" Marven berdiri, kemudian menepuk-nepuk kepala Aqilla Pelan.

Aqilla mengangguk kembali, dengan debar pelan di dada. Ia merutuki diri karena tidak bersikap seperti biasanya. Apakah ciuman kecil pagi tadi, bisa berefek segini besarnya?

Jika iya, Aqilla berada dalam masalah besar sekarang!

****

Halo, aku memakai sudut pandang orang ketiga. Tapi lebih mengambil ke sisi Marven. Kukira ini cukup baik, karena aku pun menikmatinya.

Enjoy it:)

InattenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang