"One and two, and fouettes, fouettes, and.. done!"
Suara pelatih baletnya menggema di ruangan kaca tersebut, mengindikasikan bahwa routine tarian dan sesi kebugaran hari itu telah selesai. Louisa langsung menghampiri handuk di salah satu bar dan mengelap lembap keringat di wajahnya. Sang pelatih menyodorkannya air minum yang langsung Louisa terima dan minum untuk menghilangkan dahaganya.
"You are getting better", puji sang pelatih dengan aksen Perancisnya yang kental.
"Kalau tidak sama Miss tidak seperti ini. Pelatihan yang Miss berikan sangat baik dan membantu."
Sang pelatih hanya terkekeh malu. Miss Eloise adalah tutor baletnya sejak enam bulan lalu. Awalnya pelatih asli Perancis itu terus-terusan menyuruhnya melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Tolong maklumi Louisa. Ia baru jadi puteri kemarin. Belum menyesuaikan dengan semua kelas-kelas yang harus ia ambil. Bahkan untuk lari dalam festival sekolah saja ia kalah, apalagi menjadi anggun dan dipaksa fleksibel untuk menjadi seorang penari balet. Namun kini, ia dengan mudah melakukan routine yang telah disusun oleh tutornya. Setitik rasa bangga muncul di hatinya.
"Sesi selanjutnya bisa kita majukan menjadi hari Kamis, Miss?"
"Oh, bien sûr! Nanti saya informasikan pada asisten pribadimu, ya."
Louisa mengangguk dan pamit untuk berganti baju sebelum ia menghadiri rapat kecil mengenai proyeknya dalam merenovasi beberapa bagian istana dan mengubah sebagian kecil interior di bagian timur laut yang direnovasi menjadi sedikit lebih modern. Kali ini, Romeo yang menemaninya. Berbeda dengan Ivan yang cenderung tenang dan dewasa, Romeo hampir seumuran dirinya dan tentu saja tingkahnya lebih terburu dan ceroboh. Satu lagi, Romeo tidak pernah nyaman memanggilnya seperti Ivan.
"Her Royal Highness keluar dari studio!", teriak satu penjaga di sebelah kanannya yang agak mengagetkan dirinya. Louisa hanya meringis.
"Romeo,"
"Ya, Your Royal Highness?"
"Bisa bawakan tasku? Ohya, dimana Ivan sekarang?"
Romeo berbisik pada interkomnya dan mengangguk. Romeo mengulurkan tangannya untuk menerima tas Louisa.
"Ivan sedang ada di pintu utara bersama dengan Harold. Perlukah saya panggil Ivan kemari, Your Royal Highness?"
"Tidak perlu. Nanti kamu antar saya rapat ya?"
Romeo mengangguk. Mereka berdua menuju kamar Louisa yang ada di sayap barat istana. Pintu beraksenkan ukiran dan lapisan emas menjadi tanda bahwa mereka sudah sampai di tujuan. Saat ia membuka pintu, sebuah kejutan pun membuat Louisa berteriak tertahan. Sepupu sekaligus sahabat baiknya, Leonard, sedang duduk dan membuka lengannya lebar-lebar, menunggu pelukan dari Louisa. Louisa langsung menghambur ke pelukannya.
"Leon! Kapan sampai?"
"Hahaha, baru aja, kok."
"Aku pikir kamu masih di Evenia! Kunjungan kerjanya sudah selesai?"
Leon mengangguk.
"Kami menyempatkan liburan juga di Evenia. Orang-orang di Evenia bawain aku banyak parfum. Aku bawa satu untuk kamu. Kamu suka aroma amber kan? Aku ada satu."
Leon menyerahkan sebotol parfum cantik ke hadapan Louisa yang tentu saja membuat hati dan perasaan Louisa membuncah. Sepupu Leonard memanglah yang terbaik! Rentetan ucapan terima kasih pun keluar dari bibir Louisa yang membuat senyum Leonard mengembang.
"Maaf menginterupsi percakapan Your Royal Highness Princess Louisa dan Your Royal Highness Prince Leonard, lima belas menit lagi, Your Royal Highness Princess Louisa harus menghadiri rapat. Jika berkenan, saya bisa antar Your Royal Highness Prince Leonard ke kamar tamu di seberang,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Tattoo
FanfictionLouisa Mary Alexandrianne kini adalah seorang puteri mahkota dari Kerajaan Gidoria. Dinobatkan setahun lalu sebagai pewaris tahta kerajaan setelah ayahnya sudah melepas urutan tahtanya ketika menikah dengan ibunya. Kini dengan kedua orang tuanya tel...