Langit gelap di atas dataran Goryeo membawa langkah Jang Sajung untuk sampai ke tempat keluarga kecilnya bernaung. Pergi dengan perasaan yang damai, Sajung kembali ke rumah dengan perasaan yang kacau. Wajah yang selalu terlihat segar itu kini tampak menanggung beban.
Rembulan yang tak sempurna telah berada di atas kepala, menandakan bahwa waktu saat itu hampir tengah malam. Sajung memasuki rumah sederhananya. Berjalan dengan langkah tenang tanpa suara, pria itu membimbing langkahnya untuk menuju kamar kedua putranya. Dibukanya pintu di hadapannya dan mendapati bahwa kedua putranya sudah terlelap.
Putri Yowon yang pada saat itu memang belum tidur lantas keluar dari kamar setelah mendengar suara pintu depan yang terbuka. Mendapati Sajung berdiri di depan pintu kamar putra mereka, Putri Yowon lantas datang mendekat.
"Kau baru pulang?"
Sajung segera memandang Putri Yowon. "Kau belum tidur?" balas Sajung.
"Aku menunggumu," Putri Yowon turut memandang ke dalam kamar.
Sajung kemudian berucap, "anak-anak sudah tidur."
Putri Yowon tersenyum lembut dan berujar, "mereka harus bertengkar dulu baru bisa tidur."
Sajung kembali menutup pintu dan berhadapan dengan Putri Yowon. Ayah dua anak itu terlihat ragu, dan hal itu berhasil ditangkap oleh penglihatan Putri Yowon.
Sang Putri lantas menegur dengan seulas senyum tipis di paras cantiknya, "ada apa? Kau terlihat mengkhawatirkan sesuatu malam ini?"
"Kita bicara di kamar saja."
Sajung meraih pergelangan tangan Putri Yowon dan berjalan beriringan menuju kamar. Saat sampai di kamar, Sajung melepaskan tangan Putri Yowon. Sang Putri duduk di tepi ranjang, menunggu suaminya itu menyimpan kedua pedangnya terlebih dahulu.
Setelah itu Sajung menghampiri Putri Yowon. Duduk berhadapan di tepi ranjang, kekhawatiran itu semakin terlihat jelas di wajah pria itu.
Putri Yowon meraih tangan Sajung, menggenggam lembut telapak tangan yang terasa dingin karena terlalu lama terkena udara malam."Katakan apa yang membuatmu gelisah seperti ini."
Tanpa bisa menghilangkan keraguan itu, Sajung memutuskan untuk bicara terus terang pada istrinya.
"Baginda Raja berencana menggelar festival musim semi."
"Baginda Raja akan membuka istana untuk rakyat?"
Sajung mengangguk. "Benar."
"Lalu, apa masalahnya?"
"Baginda Raja menginginkan kita tinggal di istana sampai festival selesai dilaksanakan."
Garis senyum di wajah Putri Yowon dengan cepat memudar. Tertegun dan sangat-sangat terkejut dengan kabar yang dibawa oleh suaminya.
"Bagaimana mungkin? Kita tidak bisa membawa Siwoo ke istana."
"Aku juga berpikir seperti itu. Tapi Baginda Raja tetap memaksa."
Kekhawatiran itu kini juga mengambil alih akal sehat Putri Yowon. Dan sang Putri bersikeras menentang keinginan sang Raja.
"Tetap tidak bisa. Apa yang akan terjadi pada Siwoo jika mereka tahu yang sebenarnya?"
"Untuk itu dia harus menjadi Putri Gahyeon."
Putri Yowon tampak terkejut dan segera menyangkal, "itu tidak mungkin. Siwoo masih terlalu kecil untuk mengetahui fakta ini ... bagaimana bisa kita menjadikan anak itu sebagai Putri Gahyeon?"
Sajung berganti menggenggam tangan Putri Yowon. Mencoba mengurangi kekhawatiran wanita itu.
"Kita akan memikirkan jalan keluarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BROKEN PETALS OF GORYEO
Historical FictionDia yang lahir ketika gerhana matahari, akan terbunuh. Sebuah ramalan yang mengubah jalan takdir seorang bocah laki-laki. Ketika gerhana matahari tiba, saat itu Jang Siwoo melihat dunia. Menghirup udara yang sama dengan Wang Hee Seung. Namun bukan s...