Bagian 2.

2.4K 377 15
                                    

Seperti biasa, kalau ada salah pengetikan dan salah meletakkan tanda baca silahkan komen ya. Hanna akan perbaiki sebaik mungkin.

Enjoy reading!!!!

********

"Tidak ada yang tertinggal?" [Name] menggeleng pelan. Semua barang-barang [Name] dan Richard sudah dimasukkan ke dalam mobil. Wanita itu sangat bersyukur karena Richard tidak banyak tanya tentang acara pindahan yang tiba-tiba ini.

Erwin disana, masih menggendong Richard yang sedari tadi hanya diam sambil melamun. Tangan besar itu mengusap kepala Richard dengan lembut. [Name] melihatnya, ia sempat berpikir jika memisahkan ayah dan anak merupakan tindakan yang jahat. Tapi, wajah melas Richard setelah berbicara dengan Marie membuat ia memantapkan niatnya untuk mengajak Richard pergi dari mansion ini.

Angin bertiup sepoi-sepoi, beberapa helai rambut [Name] ikut bergoyang mengikuti arah angin. Kembali mengingat momen saat-saat bahagianya bersama Erwin. Menjadi pengantin baru, saling mencintai satu sama lain, mengingat saat ia sedang hamil dan Erwin yang selalu ada bersamanya setiap waktu. Hatinya sakit saat mengingat semua kenangan indah itu, perlakuan Erwin padanya memang tidak berubah meskipun semenjak datangnya wanita ular itu dalam kehidupan rumah tangganya. Pria itu masih berperilaku dan bertutur kata lembut padanya, walaupun [Name] membalas perlakuan Erwin dengan sinis dan nada tinggi. Sembilan tahun kehidupan rumah tangganya, [Name] mengakui jika Erwin berhasil menjadi sosok pria yang luar biasa baginya. Pria itu, walaupun sudah tau perangai istrinya yang benar-benar keras kepala dan susah dikendalikan tetapi masih tetap membalasnya dengan senyuman indah yang menyejukkan hati.

Memang, [Name] tidak tau apa saja yang dilakukan Erwin dan Marie selama lima bulan ini. [Name] bahkan tidak pernah melihat Erwin dan Marie melakukan kontak fisik yang berlebihan kecuali menepuk bahu didepannya. Tetapi siapa yang tau jika mereka berdua sudah memasuki kamar tamu di mansion nya. Walaupun jujur saja, [Name] tidak pernah mendengar suara aneh dari dalam kamar itu. Namun [Name] tetaplah [Name], wanita melankolis sepertinya gemar sekali membayangkan sesuatu yang menyakiti hatinya sendiri. Lagipula ia berpikir semuanya sudah jelas, ditambah Erwin mengatakan jika sudah tidak cinta lagi padanya. [Name] akan memberikan bermacam-macam argumen pada siapapun yang masih menganggap bahwa spekulasinya selama ini salah, pengecualian untuk satu orang.

"Ku harap kau mengirimkan kabar setiap hari tentang Richard padaku. Aku tidak mau melewatkan hal sedikitpun mengenai pertumbuhannya." Erwin datang menghampiri [Name] sambil meletakkan Richard yang sudah tertidur kedalam mobil.

"Tentu, kau akan mendapatkannya."

Kini Erwin menatapnya tajam, [Name] beranggapan sepertinya ada sesuatu yang mengganggunya selama ini. Erwin berkali-kali seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak kunjung mengatakannya.

"Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?" [Name] menepuk bahu lebar nan kokoh itu sambil menggoyangkan nya pelan.

"Jaga diri baik-baik, jika suatu hal buruk terjadi pada kalian segera hubungi aku." Kening [Name] mengerut. Saat hendak menanyakan apa alasan Erwin mengatakan itu, pria bersurai blonde serta bertubuh tegap itu segera berbalik dan berjalan menjauh meninggalkan [Name].

[Name] masih berdiri disana memandangi punggung Erwin yang berbalut kemeja putih bersih. Matanya menangkap jika bahu yang biasanya tegap itu merosot tajam, tidak seperti biasanya. Lagi-lagi, [Name] merasakan ada suatu hal penting penting, yang disembunyikan Erwin dari nya.

*******

"Aku tidak menyangka jika bocah seperti mu mau kembali ke Trost."

"Paman Levi!!!" Kaki kecil Richard berlari menghampiri sosok pria yang tingginya dibawah rata-rata itu. Dengan sigap, Levi membawa Richard kedalam gendongan dan mengecup pipi gembil yang merupakan anak dari sahabatnya.

"Kau tentu sudah tau kabarnya, Levi." [Name] tersenyum kecil sambil memandangi rumah sederhana yang ada didepannya ini.

Levi mendecih dan ikut berdiri disebelah [Name]. "Perpisahan yang kalian alami memang menjadi suatu hal yang mengejutkan bagi beberapa orang, tapi tidak bagiku. Aku akan mengatakan beberapa hal padamu, masuklah dan bawa Richard rebah. Aku akan membawa barang-barang mu kedalam."

[Name] menuruti perkataan Levi, tidak ada alasan baginya untuk menolak perintah pria cebol itu. Sebelum [Name] mengenal dan menikah dengan Erwin, Levi selalu berada disisinya. Menjadi tameng dan pelindungnya saat masih kecil hingga sekarang. Bahkan Levi tanpa ragu datang ke mansion dan menghajar Erwin habis-habisan saat dia bercerita tentang situasi rumah tangganya yang saat itu sudah diujung tanduk. [Name] menganggap jika Levi adalah sosok kakak laki-laki baginya, tapi tidak dengan pria itu. Levi menolak mentah-mentah julukan yang [Name] berikan sepuluh tahun lalu, waktu itu tanpa sengaja [Name] memanggilnya dengan sebutan 'Kakak' dan detik itu pula Levi marah besar padanya.

[Name] sudah merebahkan Richard di kamarnya, dan kini ia mendudukkan tubuhnya disebelah Levi. Sedangkan pria itu duduk sambil melipat kaki dan ditemani segelas teh hitam hangat kesukaannya.

"Jadi, apa yang ingin kau katakan? Tentu manusia seperti mu tidak akan suka berbasa-basi."

Levi meletakkan cangkir tehnya dengan perlahan, menatap [Name] dengan tajam. "Pertama-tama aku benar-benar kecewa dengan pilihan kalian yang memutuskan untuk bercerai. Kau tau, [Name]? Tidak mudah bagiku untuk merelakan mu yang saat itu akan menikah dengan orang lain." Levi mengalihkan pandangannya pada sudut meja kayu.

"Tapi aku sudah mengikhlaskan nya dan tidak akan mengungkit lagi. Mengenai Erwin, aku memberitahu mu sedikit informasi yang aku ketahui. Tentu kau tau, koneksi ku begitu luas hingga ke luar negeri jadi untuk mendapatkan informasi ini merupakan hal yang mudah untukku."

Satu batang rokok ia keluarkan dari pembungkusnya. Menyulutnya dengan api dan menghisap nikotin itu dengan rakus lalu menghembuskan asap rokok secara perlahan melalui mulutnya. [Name] masih menunggu kalimat apa yang akan Levi katakan nanti.

"Erwin terpaksa melakukan semua ini, pria bodoh itu terlalu takut dan gengsi meminta bantuan padaku. Inilah alasan mengapa aku membenci pembisnis dengan segenap jiwa dan ragaku. Mereka terlihat begitu lemah saat disogok dengan uang."

"Jangan berkelit, Levi. Katakan secara garis besarnya saja." [Name] mulai berkacak pinggang, entah Levi memang sengaja membuatnya penasaran atau apa. Tapi benar-benar gaya berbicara yang Levi lakukan saat ini bukan seperti gaya Levi biasanya.

Pria bermarga Ackerman itu terkekeh kecil, mematikan sumbu rokok yang masih tersisa itu diatas asbak.

"Ini pernikahan bisnis, [Name]. Dan jangan terkejut jika aku memberitahu mu tentang hal ini. Orang tua Erwin dan Marie adalah dalang dibalik keretakan rumah tangga kalian. Tch, benar-benar biadab."

[Name] mematung setelah mendengar perkataan Levi. Ia tidak menyangka, orang tua mantan suaminya yang terlihat begitu menyayanginya adalah salah satu dalang dibalik keretakan rumah tangganya. Bagaimana bisa semua ini terjadi padanya dan Erwin, pantas saja perlakuan Erwin bertolak belakang dengan apa yang ia katakan pada [Name]. Pria itu bilang, ia sudah tidak cinta lagi tetapi masih memperlakukan [Name] seperti ratu dan tetap memperlakukan Richard seperti pangeran di mansion Smith.

Rahangnya mengeras, genggaman tangannya pada cangkir berisi teh hitam itu pun ikut mengerat. Levi yang melihatnya hanya diam sambil mengusap punggung rapuh [Name] dengan lembut.

"Tidak akan kubiarkan mereka mengambil kebahagiaan ku secara paksa seperti ini. Aku akan membalas mereka semua! Levi, tolong bantu aku."

Levi tersenyum kecil. "Tentu, akan ku bantu kau membalaskan dendam mu pada mereka, [Name]."

.
.
.
.
.
.
.
.

To Be Continued

HOME [Erwin x Reader]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang