TIGA

0 0 0
                                    

Suara erangan masih terdengar di telingaku. Kedua tanganku menutupi mukaku karena kaget sekaligus takut. Sebenarnya makhluk apa yang sudah kutonjok itu. Kenapa sekujur tubuhnya di penuhi oleh bulu-bulu. Tidak hanya itu saja, tingginya sedikit lebih tinggi dariku. Aku mencoba untuk mengintip dari celah jari-jariku. Tbuhku menegang melihat perawakan berambut panjang mendekati makhluk berbulu itu.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya wanita berambut panjang.

"Dasar manusia barbar. Sakit banget," tangan makhluk berbulu itu mengusap-usap pipinya.

Mulutku menganga melihat kedua makhluk itu berbincang satu sama lain. Mereka terlihat saling mengenali dan juga akrab. Padahal setahuku makhluk seperti mereka doyannya mengerjai dan menakuti kami, para manusia.

"Hei manusia, cepat minta maaf!"

Aku mencari-cari keberadaan suara itu, tapi tidak menemukannya. Dari mana asal suara tersebut. Aku tidak melihat makhluk lain selain mereka. Tidak mungkin ada hantu selain hantu.

"Di bawah!"

Saat kutengokkan ke bawah, "AKKHH!!" teriakku. Kemudian pandanganku mulai menggelap.

Sebelum tubuhku meluruh mengenai tanah. Aku merasakan tubuhku tertahan oleh sebuah tangan dan suara yang kukenali. Suara itu sama seperti cowok yang berbincang denganku di pinggir danau. Sekarang suara itu seperti sedang menegur. Sayangnya aku tidak bisa mendengar kelanjutannya, karena kegelapan mulai merengutku.

Aku mengerang pelan, suara berisik membuatku terbangun. Alisku mengerut melihat ruangan asing di depanku. Aku mencoba untuk bangkit dari pembaringanku, namun rasa pening langsung menghantam kepalaku. Kenapa tempat ini seperti berada di pedesaan, terlalu kuno. Dari penerang ruangan yang hanya dari sebuah wadah kecil berisikan sumbu dan minyak, ranjang yang terbuat dari kayu, dan dinding ruangannya pun dari kayu. Tidak mungkin aku terlempar ke jaman pra sejarah.

"Kamu sudah bangun."

Melihat wanita berwajah rusak dan berambut panjang ke depan. Hanya sebelah wajah dan satu matanya yang terlihat. Langsung saja tubuhku dorong sampai ke pojok ranjang. Merapat pada dinding kayu. Badan sudah merinding ketakutan. Menatap horror kea rah wanita itu

"AKKH!! Teriakku, "Bunda, Donna takut."

"Duh nih manusia berisik banget."

Pria kerdil yang kutemui sebelum pingsan masuk ke dalam kamar.

"Bukannya kamu budek."

"Oh iya, saya lupa."

"Dasar hantu budek," ucap wanita berwajah rusak.

Aku tidak percaya dengan kedua makhluk di depanku ini. Mereka sempat-sempatnya bercanda. Walau kalian ngelucu sambal jungkir balik di depanku. itu tidak ngaruh. Aku tetap saja takut dengan penampilan kalian yang menyeramkan itu. Mungkin kalua kalian melakukan operasi plastic bisa di pertimbangkan.

"Ini ada apa? Kenapa pada masuk.kesini? bukannya saya sudah larang kalian." Cowok itu masuk ke dalam kamar.

Akhirnya ada juga yang berwajah normal dan tampan. Tapi bukannya di aitu cowok yang kutemui di pingir danau. bagaimanaa mungkin dia bisa ada di sini. Tidak mungkin dia juga tertangkap oleh makhluk ini. Tapi dari nada yang di lontarkan seperti sebuah teguran.

"Tadinya nyai mau taruh minuman ini sebelum dia bangun. Tapi malah...."

Wanita berwajah rusak melihat kearahku. Memberitahu pada cowok di depannya bahwa aku sudah bangun dan ketakutan.

"Iyah den, akang cuman menemani nyai."

"Kalian keluar dulu," minta cowok itu.

Pandanganku mengikuti kedua pasang makhluk tersebut sampai keluar kamar. Setelah pintu tertutup, aku memberanikan diri bergerak ke pinggir ranjang. Pemuda itu berjalan sambil membawa segelas gelas di tangannya. Tanganu menerima gelas darinya lalu meminumnya karena memang tenggorokanku sudah meminta untuk di siram.

Desa PavatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang