BAB 0.0 | P r o l o g

134 37 71
                                    

Hah ... hah ....

Embusan napas terengah memenuhi penjuru lorong di balik dinding. "Apa Ratu baik-baik saja?" tanya Kennard — Panglima Kerajaan Aelius memastikan.

Ratu menjawab tanpa menolehkan kepalanya, dan terus menyusuri jalan menuju ruang rahasia. "Iya, Panglima. A-aku hanya sedikit lelah, mungkin karena usia kandunganku sudah memasuki bulan lahir."

"Kita istirahat sebentar saja, Ratu. Saya takut nanti terjadi apa-apa kalau Ratu tetap memaksakannya," sahut Kennard dengan nada sedikit cemas.

Terlihat bahwa Ratu Qiana menyimpulkan senyum tipis. "Baiklah Panglima, aku tidak ingin merepotkanmu lebih banyak dari ini," ucap Ratu Qiana menghentikan langkahnya.

"Apa yang Ratu katakan? Tentu saja sudah menjadi kewajiban saya untuk direpotkan, Ratu. Terlebih nyawa saya yang menjadi seserahan untuk melindungi Ratu," bantah Kennard, sambil menghampiri Ratu Qiana.  "Mari saya bantu untuk duduk, Ratu. Pasti Ratu agak kesusahan karena terhalangi oleh perut buncit yang seperti balon udara ini."

"Terima kasih, Kennard. Kerajaan Aelius beruntung memiliki kamu sebagai Panglimanya."

"Bahkan Kerajaan Aelius berbahagia karena memiliki seorang Ibu Kerajaan yang mulia seperti Ratu. Amat mendamaikan jiwa siapa saja," balas Kennard tidak kalah puitisnya dari sang Ratu.

Tawa tercipta sejenak dalam percakapan ringan itu. Namun, beberapa saat kemudian, terpaksa terhenti karena rintihan lolos dari bibir Ratu Qiana.

"Sshhh ... aw, k-kamu kenapa, Nak?" ujar Ratu sambil mengelus perut buncitnya.

Dengan raut wajah panik, Kennard bertanya dengan polosnya. "Ratu, apakah Ratu sudah merasakan atraksi?"

"Hahaha. Kontraksi Ken, bukan atraksi," jawab Ratu Qiana yang masih setia menenangkan perut buncitnya. "Sepertinya tadi hanya kontraksi palsu, kamu tidak perlu khawatir."

"Eh? Maafkan saya, Ratu. Ternyata saya salah sebut."

***

Benang kusut mulai terjalin dengan begitu hebatnya. Memicu hasutan yang selalu diasup kini terwujud dalam peperangan. Hubungan yang terjalin, kini kandas karena permainan licik sang Permaisuri. Suara pedang menciptakan melodi yang begitu memekikkan. Area sekitar menyajikan pemandangan yang begitu memilukan, berjejer tak beraturan, berhiaskan tinta merah pekat nan berbau anyir.

Pertarungan dua Kerajaan mashyur tak bisa terelakkan lagi. Semerbak kebencian tersebar tanpa meninggalkan setitik kebaikan.

"Sungguh, strategi sang Ratu sangat mematikan. Sampai kamu terperdaya tanpa kejelasan yang akurat," ucap Raja Aelius sambil mengacungkan tangan ke arah Raja Aeshtown.

Alexavier — Raja dari kerajaan Aeshtown menyeringai. Tampak sisi baik dalam dirinya telah musnah, dan kini tergantikan oleh sisi gelap.

"Tidak usah banyak bicara kau, El!" ucap Raja Alexavier lantang.

Pertarungan terus berlanjut, entah sampai kapan. Serangan demi serangan terus beradu, membuktikan siapa yang pantas bertahan sampai akhir.

Di sisi lain, terlihat Raja Alexavier yang sedang tertawa sinis. Membulatkan tekad untuk tidak pernah berhenti, hingga dia bisa menguasai kerajaan Aelius.

SREETT!

Pedang milik Raja Edelmar berhasil melukai lengan Raja Alexavier. Melukiskan tatto acak sedikit panjang di sana.

"Menyerahlah! Maka aku akan memaafkanmu!" ucap Raja Edelmar.

"Hahaha. Menyerah katamu? Jangan bermimpi, El, aku tidak akan kalah semudah itu."

Raja Edelmar tampak menggelengkan kepalanya, menatap prihatin kepada sahabat lamanya itu. "Tidak ku sangka kau akan seyakin itu, Xavier!"

"Lihatlah sampai akhir, siapakah yang akan berjaya atas kesenangan yang menarik ini." Seketika tawa Raja Alexavier memenuhi seluruh sudut arena peperangan.

***

Di lain tempat, tampak senyum menawan tercetak jelas menghiasi wajah Ratu Kerajaan Aeshtown. Agaknya sang Ratu terlalu menyombongkan diri atas ending dari peperangan ini. Tidak sedikitpun terpancar raut kekhawatiran atas kemungkinan yang lain.

"Rose, lihatlah, Raja Aelius tampaknya sudah terdesak, hahaha."

"T-tapi, Ratu, matahari masih belum tenggelam. Itu artinya peperangan masih belum menemukan jawaban," jawab Rose —pelayan kesayangan sang Ratu, sambil menatap ke arah bola kristal ajaib.

Ratu Lettice melirik Rose sekilas. "Apa kamu buta, Rose?! Perhatikan baik-baik, sebentar lagi nabastala akan gelap."

"I-itu tidak menjamin pihak k-kita akan m-menang, Ratu," sahut Rose dengan nada sedikit gemetar, takut-takut kalau ucapannya membuat sang Ratu tersinggung.

"Hmm, Rose! Tidak ada yang bisa mengacaukan permainan ini. Kita pasti akan menang Rose," ucap Ratu dengan nada penuh penekanan di setiap kalimatnya.

Hening. Rose tidak berani lagi mengeluarkan suaranya. Membiarkan Ratu Lettice mendominasi percakapan ini.

"Aku sudah tidak sabar menunggu akhir dari permainan ini, Rose," ucap sang Ratu sambil memakan sebiji anggur merah.

***

To be continued 🌘
.
.
.

How about prolog?
Collaboration story from Aelius Team🌃

Hallo Comraders! Hari ini, Aelius memublikasikan Hidden Truth. Apa maknanya? Bagaimana ceritanya? Langsung baca aja, ya! (。’▽’。)
.
.
Jika kalian suka dengan cerita ini, jangan lupa tinggalkan jejak🌔
Share juga ke temen-temen, ya.
.
.
Tertanda,
[Sabrina, Ira, Salfa 🌃]

Kamis, 15 April 2021

Hidden Truth [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang