Lukisan Hati

343 55 26
                                    

        Widia duduk di teras rumah sambil mengenggam hand phone  ditangannya.
Pandangan matanya jauh ke depan dan akhirnya  tertuju  kearah kebun bunga kesayangan ayah.
Suasana pagi yang masih dingin membuat aroma harum melati terasa semakin menusuk hidung .

               "Ehm... Harum sekali," bisik Widia di dalam hati.

Widia asyiik memandang sekelompok kupu-kupu  yang berwarna-warni beterbangan kian kemari dan akhirnya hinggap pada kuntum bunga melati yang sedang bermekaran, sungguh indah sekali.
Kebun bunga  kesayangan ayah ini banyak ditanami bermacam-macam bunga dari anggrek,kaktus sampai bunga kertas semua tertata rapi.

Sejak kecil Widia sangat suka dengan bunga-bunga yang indah dan bermekaran di taman .
Apalagi memetik bunga sungguh memiliki kebahagiaan tersendiri bagi Widia.

Pagi ini suasana hati Widia sudah mulai stabil.
Dia berusaha menerima kenyataan yang dihadapinya.
Dia yakin bahwa rezeki, maut, dan jodoh sudah ada yang mengatur.

      " Kita manusia hanya menjalan kan saja," batin  Widia menguatkan semangat yang ada di dalam dirinya.

      Pertemuan terakhir dengan mas Irwan menorehkan  luka  yang sangat dalam  dihatinya.
Namun demikian Widia tidak mau terkubur lama-lama dalam kemelut kesedihan itu.
Widia tidak ingin  ayah dan ibu sampai tahu masalah yang dihadapinya.

      " Kamu harus tabah, Widia," batin Widia menasehati dirinya sendiri .

        " Bangkit."

       " Jangan lemah."

       " Semangat."

Bermacam-macam kata motivasi di ucapkan Widia di dalam hati.
Agar dirinya mampu menghadapi masalah ini.

Tiba-tiba Widia merasa ada seseorang duduk disampingnya.

        "Ehm...," terdengar suara ayah berdehem.

Widia melirik ayah sambil tersenyum ramah,  bola matanya yang indah memancarkan ketulusan hati menambah kecantikan wajah yang dimiliki gadis itu.

        " Nggak ke toko," tanya ayah sekenanya.

        " Nggak," jawab Widia ringan.

        " Ngapa," ayah balik bertanya.

        " Pengen santai saja," jawab Widia ringan.

Ayah memandang putri kesayangannya itu sekilas saja. Lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan ke sekelompok bunga melati yang berjejeran ditaman yang sedang bermekaran.

     Takut kalau-kalau ketahuan sama anaknya jika dia sedang menyelidiki apa gerangan yang terjadi.
Dia sudah hafal dengan watak putrinya  itu.

Kalau Widia menghadapi suatu persoalan yang besar maka dia akan berdiam diri di rumah.
Bersembunyi seperti kepompong tapi kalau nanti dia sudah tenang dan melupakan suatu masalah maka dia akan terbang kembali dengan segala riang candanya.
Apakah itu masalah nilai di sekolah atau masalah dengan teman atau apa saja.

Akhirnya ayah dan anak itu saling berdiam diri dan hanyut dengan pikiran masing-masing , satu persatu siswa ayah  bermunculan memasuki pekarangan rumah dan menuju sanggar lukis milik ayah.
 
       "Assalamu'alaikum, mbak Widia," sapa salah seorang siswa ayah.

      "Waalaikum salam, dek," sahut Widia tersenyum ramah.

Tampa disadari ayah hanyut dengan lamunan  dan tersenyum sendiri ketika mengingat sejarah mengapa dia membuat kebun bunga dari depan sampai samping rumah dan menikmati hobby baru itu.
Ayah tak segan-segan merogoh kantongnya hanya untuk membeli bibit bunga puluhan ribu bahkan ratusan ribu.

Jodoh Setengah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang