Janji Widia

619 75 43
                                    

         Disebuah toko garmen yang sedang ramai dikunjungi pembeli. Tampak seorang wanita yang masih muda belia,  cantik dan  selalu tersenyum dengan ramah. Dia  merupakan pemilik toko garmen ini .
Widia berjalan dengan langkah  teratur dan tenang, sekali-sekali   tersenyum ramah memyambut sapaan para karyawannya.
     "Assalammu'alaikum, Bu", sapa pak Tarjo.

     "Wa'alaikum salam, Pak ," balas Widia ramah.

Semua mata tertuju memandang  kearah Widia dengan rasa kagum.
Lalu Widia melangkah menuju ruang kantornya tak lama kemudian  menghilang dari pandangan mata.

        "Tok...tok...tok...," terdengar pintu diketuk seseorang.

        "Silahkan masuk," terdengar suara Widia ramah.

Dari balik pintu tampak  pak Tarjo membawa segelas teh hangat.
Dan meletakan diatas meja Widia.

       " Permisi , Bu," kemudian dia berlalu.

Toko ini baru dirintis Widia dua tahun yang lalu dan sekarang sudah mulai nampak perkembangan kearah yang lebih baik.

Widia lalu membuka leptop dan memeriksa laporan keuangan .
Tak berapa lama dia duduk dan memandang kearah  luar dengan tatapan berat dan sekali-sekali menghela nafas.
Tak terasa waktu telah berlalu sudah menunjukan jam tiga sore Widia berbenah untuk pulang lebih awal karena ada janji dengan ayah.Dengan langkah pasti dia melangkah keluar toko menuju parkir dan seketika dia meluncur dengan honda vario warna biru di tengah keramaian lalu lintas.
Tak berapa lama Widia memasuki sebuah rumah berpagar kuning  dengan di hiasi kembang melati yang sedang bermekaran.
Widia melihat ayah yang lagi minum kopi di teras rumah sambil tersenyum kepadanya.

        "Anak ayah sudah pulang," sapa ayah ramah.

        " Iya, Ayah," balas Widia tersenyum.

Ayah berdiri mendekati putri bungsunya dengan gaya penilai.

        " Kalau ayah lihat sudah gadis anak kita ini ya, Bu" kata ayah melirik Widia.

Ibu hanya tersenyum membalas perkataan ayah. Di dalam hati  merasa lucu melihat tingkah suaminya.

       " Benar kan , Bu," ulang ayah agar istrinya memberi jawaban.

       "Iya," jawab ibu singkat.

Widia sungguh risih mendengar perkataan ayah .

       "Aduh, anak ayah malu-malu ," kata ayah semakin menggoda.

Wajah Widia memerah tapi dia berusaha untuk tenang.
Dari jauh terdengar suara adzan fardhu ashar berkumandang dengan merdunya.

         "Bu,  sudah adzan," kata ayah.

         " Ayo, kita sholat," lanjut ayah.

Seketika ayah dan ibu berbenah diri untuk sholat berjama'ah di mesjid.

Widia menuju kamarnya dan mengambil peralatan mandi dan menuju kamar mandi. Setelah berwudhu Widia melaksanakan sholat ashar dan berdoa dengan kusyuk .
Jujur Widia merasa sangat  gelisah dengan candaan ayah.

       "Ya, Allah berikan jalan terbaik," doa Widia di dalam hati.

       "Apa sebenarnya  yang ingin disampaikan ayah," bisik Widia penasaran.
Lalu dia menuju ruang keluarga sambil menonton TV.

       "Assalammu'alaikum," terdengar suara ayah masuk ke dalam rumah.

        "Wa'alaikum salam," jawab Widia .
Ayah dengan tenang duduk agak dekat dengan Widia.

     "Widia," suara ayah agak serak.
Ayah tampak sangat hati-hati dengan pembicaraannya.

     "Iya, Ayah," jawab Widia gelisah.
Jantungnya mulai deg deg kan.

    "Begini," lanjut ayah.

   "Kamu sudah pantas untuk berumah tangga," lanjut ayah.

    "Apa kamu sudah punya calon," ayah menatap Widia serius.

Widia tertunduk malu mendengar pertanyaan ayah.

    "Sudah,Ayah," jawab Widia malu-malu.

    "Satu agama dengan kita," tanya ayah.

      "Iya, Ayah," sahut Widia tenang.

      "Kakak tingkat waktu kuliah ," jawab Widia.

       "Kapan dia bisa jumpa ayah," kata ayah bersemangat.

       " Widia tanya dulu, Yah," jawab Widia.

       " Sebenarnya ayah punya calon untuk, Mu," lanjut ayah. 

      "Dia sangat cocok untuk, Mu," lanjut ayah.

      "Dua tahun yang lalu kita sudah sepakat," ayah mengingatkan Widia.

     "Iya, Ayah," sahut Widia.

Widia masih ingat perjanjiannya dengan ayah kalau Widia tak punya calon suami dalam waktu dua tahun ini maka dia harus menerima jodoh yang dipilih ayah dan ibu.

      "Ayah tunggu kehadirannya ," lanjut ayah tersenyum.

  "Tiga hari," lanjut ayah sambil berdiri.

  "Iya, Yah" sahut Widia tersenyum.
Dia yakin mas Irwan akan setuju dengan pernikahan ini.

Kemudian ayah melangkah menuju kebun belakang rumah, dia takut banyak bicara karena kawatir anaknya tertekan.
Sungguh dia sangat mengkawatirkan putri bungsunya yang masih belum berumah tangga.
Ibu dan Widia mengikuti langkah ayah dan akhirnya mereka bercengkerama hal-hal lain yang membuat pikiran Widia menjadi ringan.

   Tepat jam sembilan malam Widia masuk ke dalam kamar, tapi mata Widia tidak mau terlelap.
Hatinya mulai gelisah dan pikirannya  mulai dihantui berbagai pertanyaan.
Tapi ketika membayangkan  wajah mas Irwan hatinya mulai tenang.
Kekasihnya itu dengan penampilan sederhana dan tatapan matanya yang sejuk membuat Hatinya terasa damai.
Lalu Widia mengambil handponenya dan menulis wa.

     "Assalammu'alaikum ," tulis Widia.

Tak berapa lama terdengar hp nya bergetar.

        "Wa'alaikum salam," balas Mas Irwan.

       "Mas Irwan, besok kita boleh jumpa," tanya Widia.
Terdengar hp bergetar lagi.

        "Boleh, dimana?" balas mas Irwan. Terdengar hp bergetar lagi.

         " Ditempat biasa."

         " Jam dua sore," balas Widia.
Terdengar hp bergetar lagi.

         "Oke,"
         "Sampai jumpa besok."
         " Selamat tidur," balas mas Irwan. Hp bergetar lagi

         " Siip," balas Widia.

Malam semakin larut suasana semakin sepi . Mata Widia terasa sangat berat dan akhirnya dia tertidur dengan nyenyak. Di dalam hatinya mas Irwan pasti akan setuju dengan pernikahan ini.

               

Pembaca yang budiman tunggu adegan yang berikutnya ya.

Jodoh Setengah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang