---
Seorang remaja perempuan kini sedang berdiri di depan gerbang sekolah yang masih sepi. Ia membenarkan letak tasnya. Seragam hari senin yang berupa kemeja putih berlengan panjang, blazer berwarna medium blue, dan rok pendek lima sentimeter di bawah lutut berwarna sama, dengan dua garis putih di ujungnya. Tak lupa juga sepatu hitam, dan rambut yang dikuncir ekor kuda samping. Kalung pemberian paman pun masih menggantung di lehernya.
"Uwah ... Setelah diliat lagi, besar sangat ya," ucap perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah Alsia. Ia melongo kagum melihat bangunan megah di balik pagar itu.
"Ingat, jangan sembarangan, jangan ngomong sama makhluk lain, sembunyikan kemampuanmu, jangan asal ngomong, jangan--" Al yang sibuk dengan ceramahnya dipotong oleh Alsia yang merengut kesal.
"Ish, iya iyaaa, Sia tauuuu. Emangnya Sia masih kecil?!" sungutnya.
"Kamu kan emang masih kecil. Liat? Tinggimu aja kurang dari bahuku," balas Al sambil menunduk memandang Alsia.
"Sia tak pendek! Kakak aja yang ketinggian!" Alsia memalingkan wajahnya sambil cemberut. Hal itu membuat Al tertawa puas karena berhasil menjahili Alsia.
"Dek!"
Suara berat yang terdengar oleh Al dan Alsia mengalihkan perhatian mereka. Nampak seorang laki-laki berpakaian satpam mendekati mereka dari balik gerbang.
Satpam itu bergidik sebentar merasakan hawa dingin yang tiba-tiba dirasakannya. "Murid baru, ya?" tanya satpam itu ramah.
Alsia mengangguk lucu. "Iya! Hari ini hari pertama!" jawabnya lalu tersenyum lebar, sampai matanya yang agak sipit itu membentuk garis dengan kepala sedikit miring.
"Wah ... Semangat sekali." Satpam tadi membuka gerbang kiri dengan panjang sekitar lima meter yang dari tadi terkunci. "Kamu bisa langsung ke aula kalau mau. Tapi hati-hati, jangan lewat di laboratorium fisika, ya, banyak yang bilang di sana ada hantu yang suka ganggu," ucap satpam itu memberi peringatan yang sukses membuat Alsia merinding.
"Memangnya Om pernah liat hantunya?" tanya Alsia sambil memiringkan kepala.
Satpam itu tertawa. "Kamu lucu banget sih. Hmm ... Waktu itu sih pernah."
Mata Alsia berbinar penasaran. "Boleh ceritain tak?"
"Waktu itu pas masih pagi. Saya lagi matiin lampu di koridor laboratorium. Nah, tiba-tiba ada suara anak kecil lari-lari di dalam laboratorium fisika. Pas saya liat, eh, gaada apa-apa. Ya udah, saya tinggal aja. Terus, saya denger suara yang sama, tapi bukan di dalam, suaranya makin deket. Jelas, saya ga berani balik badan. Tapi, suara itu kaya ngikutin saya, semakin dekat. Sampai akhirnya saya ngeliat sosok anak kecil di depan saya. Langsung aja, kabur," satpam menutup cerita dengan tawa.
"Woah ... Anak kecil!" Alsia bertepuk tangan.
"Satu lagi. Di dekat aula, ada pohon beringin besar, jangan sembarangan di sana ya!" pesan saptam yang diangguki oleh Alsia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensions: Ether
FantasyIni cerita tentang kami. Cerita dimana logika lebih tidak bisa dimengerti oleh nalar daripada fantasi itu sendiri. Sudah 11 tahun dari umur Sia sejak kejadian aneh itu dimulai. Walau ia sendiri tak tahu, itu realita ataukah mimpi. Keanehan itu semak...