Beruntungnya diriku, Pak Zul mengerti dengan kondisiku, dan mengatakan tak apa. Beliau bahkan mengantarkanku pulang dengan alasan sakit. Padahal aku sudah menolak. Namun, ia justru memaksa.
Kini aku termenung di kamar, duduk di loteng dan menghadap jendela. Kejadian tadi masih terbayang-bayang olehku, seru, mungkin. Angin menerpa wajahku dengan lembut, mengugurkan daun-daun pohon di taman rumah, dan membuat bunga-bunga bergoyang mengikutinya.
"Akan hujan," gumamku. Angin saat ini terasa lembab dan basah, juga membawa udara panas yang khas. Sebentar lagi hujan.
Meong ...
Aku menolehkan kepala ke sisi kiri luar jendela, nampak seekor kucing berbulu putih sedang memainkan dedaunan yang berjatuhan.
"Sini! Main sama Sia!" aku memanggil kucing putih itu, membuatnya melihat ke arahku, lalu meloncati tembok dan masuk melewati jendela. Langsung saja aku menggendong, dan mengelus-elus bulunya yang lembut. Ia mendengkur begitu kuelus.
Suara rintik hujan mulai menyapa pendengaran, membuatku turun ke bawah untuk menutup pintu rumah. Aku menurunkan kucing imut itu, lalu berjalan turun, sementara ia mengekor di belakang.
Namun ....
Bruk!
Terdengar suara barang yang terjatuh dari belakang, sontak saja aku menoleh ke asal suara. Dan ... nampaklah sesosok remaja perempuan dengan rambut pirangnya yang ikal dan panjang sedang menyenggol sebuah kotak kardus.
"Moon!" aku bersedekap dan menggembungkan pipi kananku. Kardus-kardus itu baru saja kususun kemarin, dan sekarang sudah berantakan lagi? Huh, apa dia kira aku ini pembantu?!
Moon menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, seperti adegan yang sering aku baca dalam cerita.
"Hehehe, maaf, Sia. Habisnya aku penasaran apa isinya," ucap Moon dengan tampang tak berdosa.
Aku diam menatapnya. Jika ini dalam anime, mungkin aku sudah digambarkan dengan tatapan black eyes. Oh, atau sepertinya aku yang terlalu banyak menonton animasi Jepang itu.
"Beresin! Enak aja," pikiran dalam kepalaku bisa dilihat seperti benang ruwet sekarang. Satu-satunya hal yang ingin kulakukan saat ini juga adalah duduk di atas kasur, dan makan cokelat sambil menonton anime Idolish7: Second Beat! yang seingatku update hari ini.
Dengan langkah yang dihentak-hentakkan karena kesal, aku turun ke bawah dengan membawa laptop yang tadi masih menayangkan video musik dari YouTube. Sang kucing tadi sudah kulepaskan dan turun ke bawah duluan. Suara hujan menarik penuh kesadaranku. Langsung saja aku meletakkan laptop di atas meja di ruang tengah, lalu menutup pintu utama.
"Harusnya hari ini Mama atau Papa transfer saldo ke rekening Sia, kan," gumamku yang teringat akan hal penting. Tapi, dikarenakan malas beranjak dari posisi nyaman di sofa - duduk dengan sandaran bantal, memeluk guling, dan mengemut permen lolipop yang baru diambil dari lemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensions: Ether
FantasiaIni cerita tentang kami. Cerita dimana logika lebih tidak bisa dimengerti oleh nalar daripada fantasi itu sendiri. Sudah 11 tahun dari umur Sia sejak kejadian aneh itu dimulai. Walau ia sendiri tak tahu, itu realita ataukah mimpi. Keanehan itu semak...