____
"Aku ga pernah nyari masalah, ya. Saking masalah aja yang sering nemu aku. Kan ga adil. Beda kalau Rei tuh. Mau dia dicari masalah sampai ke akar-akarnya juga gapapa. Ikhlas aku."
-Afina Vega Eka-
____
"Hoam ...."Kelopak mata itu sebenarnya masih belum rela terbuka. Ia masih belum mau beranjak dari kasur. Sesekali, tangannya yang pucat mengucek pelan matanya.
"Oh, masih jam segini," gumamnya saat melirik jam yang menunjukkan angka 05.49.
Anak itu adalah Alsia. Ia sudah mandi, namun rambutnya masih acak-acakan karena belum dirapikan.
"Ummm, ayo turun," ia bergumam lagi dengan mata sayu.
Suasana rumah masih lenggang pada jam ini. Hanya ada beberapa pekerja yang dijadwalkan datang pagi. Lampu-lampu gantung kristal pun masih dibiarkan menyala karena matahari belum menampakkan sinarnya.
Tap tap tap!
Suara halus langkah kaki terdengar dari arah tangga. Di sana, Alsia dengan lesu menuruni tangga panjang melingkar yang dilapisi marmer putih, juga karpet merah panjang di atasnya.
"Pagi ..." sapa Alsia saat melihat Erick--Pamannya--yang sedang membaca koran di sofa bed ruang tengah, tepat di dekat ruang makan keluarga lantai dua.
"Pagi juga, Sia," balas Erick seraya tersenyum kecil.
Alsia mendudukkan dirinya di samping Erick.
"Hoam ..." ia kembali menguap. "Umh ...."
Erick menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah keponakannya. "Masih ngantuk, ya? Udah siang lho. Rambut juga belum disisir kamu itu, ish ..." tangannya mengambil sisir yang dipegang Alsia, lalu merapikan rambutnya, menguncir dengan model half up-down, dan menyematkan jepit rambut kupu-kupu biru yang di tengahnya ada hiasan kristal es berwarna perak di tengah ikatan.
Walau laki-laki, Erick masih bisa mengikat rambut Alsia. Sebab, ia sering menjadikan rambut itu model percobaan.
"Ayo sarapan!" ajak Erick.
"Umm," Alsia bergumam tak jelas saat tangannya ditarik pelan oleh Erick.
Ruang makan bernuansa putih dan emas itu hanya terdiri dari set meja makan panjang, dan dua belas kursi ukir Eropa klasik yang berjejer di sekelilingnya. Di atas meja, sudah tersedia hidangan sarapan pagi ini.
"Mau apa?" tanya Erick sambil mengambil piring untuk Alsia.
"Umm, roti," jawab Alsia.
Erick mengambil satu lembar roti panggang, mengisinya dengan telur mata sapi, dan ditutup dengan selembar roti lagi, lalu meletakkannya di piring. Ia kembali mengiris dua potong daging sapi panggang, menyendok kentang keju, dan menuangkan semangkuk kecil sup asparagus. Memang ada dua jenis menu. Untuk roti, dan untuk nasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensions: Ether
خيال (فانتازيا)Ini cerita tentang kami. Cerita dimana logika lebih tidak bisa dimengerti oleh nalar daripada fantasi itu sendiri. Sudah 11 tahun dari umur Sia sejak kejadian aneh itu dimulai. Walau ia sendiri tak tahu, itu realita ataukah mimpi. Keanehan itu semak...