Chapter 3

80 14 7
                                    

Tak perlu berlebihan, terkadang apa yang paling kita benci, pada akhirnya bisa menjadi apa yang paling kita cintai.

________________

"Shadaqallahul'adzim"

Orang itu mengakhiri maqra'nya dengan nada persis seperti imam-imam besar yang begitu menguasai MTQ. Suaranya yang khas lagi lagi membuatku terpesona dan takjub melihat salah satu ciptaan Tuhan yang satu ini.

Beuh ini mah serasa ketemu Syamsuri Firdaus KW.

Disinilah aku berakhir, ditempat minimalis dimana berjajar rapi buku-buku dan alat tulis. ruang perpustakaan, ruangan pelarian saat jam pelajaran dan tempat favoritku untuk rebahan sampai ketiduran. Tidak hanya itu, diruangan ini aku biasanya menggoda mbak Siti penjaga perpustakaan yang galaknya ngalah ngalahin macan bunting. Agresif banget pokonya bund.

Parahnya lagi, seorang yang berumur hampir kepala enam itu enggan sekali dipanggil dengan sebutan "bu". Alhasil banyak para siswa dan guru lainnya yang memanggilnya Mbak Siti. Salah satunya aku, Mbak Sitikus biasa aku meledeknya kala ia sedang marah. Iya, durhaka sekali aku. Jangan ditiru ini adegan berbahaya.

Seperti terkena prank semesta pagi ini. Segala macam doa penghilang setan sudah kubaca dan kuresapi dalam dalam agar pak Hakim tak menghukumku. Keringat dingin, jantung berdebar-debar, pikiran tak karuan, dan darah tak berjalan lancar tiba tiba menjadi teman setia saat pak Hakim memanggilku.

"Oh jadi kamu yang namanya Dinatul?"

Tanyanya seperti mengintrogasi. Aku menunduk sedikit ketakutan. "I-ya Pak"

"-wasi'a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya'ụduhụ ..." belum sempat aku melanjutkan ayat kursi dengan perlahan. Ia menatapku dalam dalam.

Sumpah, ini matanya meneduhkan banget beuh

"Tadi bu Ita bilang yang bisa MTQ kamu sama Nabila, jadi saya panggil kamu buat cek dan denger secara langsung suara kalian. Ada lomba tahunan kan?"

Mataku membulat tak percaya, Pemilik semesta berpihak padaku hari ini.

"Oh iya, saya kan juga masih baru disini, jadi saya minta tolong kalian ya. Barangkali ada yang bisa MTQ langsung suruh ke saya saja"

Aku dan Nabila kompak mengangguk. Setelah itu kami mengikutinya menuju ruang perpustakaan dengan dalih lebih nyaman dan sepi.

Terlalu lambat, aku berjalan mendahului dengan bonus menggoda mbak Siti.

"Assalamualaikum mbak Sitiiiiiiiiiiiiiii kus, bagaimana punya kabar?"

Alih alih menjawab pertanyaan ku tadi, ia malah melempariku dengan beberapa pernyataan. "Kebiasaan mau bolos ya, bukunya jangan lupa dikembalikan, isi daftar perpustakaan, jangan nyalain AC dan kipas angin, kita harus hemat" katanya sinis.

Tikus got ngajak berantem nih kayaknya. Sumpah serapahku sudah bersiap akan aku loloskan. Sialnya, Pak Hakim dan Nabila datang.

"Maaf nggih bu, ruangannya mau saya pakai untuk latihan MTQ. Tidak mengganggu kan?"

Ekspresi mbak Siti yang tadi seperti kebakaran jenggot seketika seakan sirna setelah pak Hakim meminta izin.
"Oalah mas ndak papa pakai saja. Sebentar saya nyalakan AC nya biar ndak panas"

Sumpah, ini tangan udah gatal pengen cakar tuh mulut.

Definisi kutil kebo ini orang, pandai sekali mencari perhatian. Katanya mau hemat, hemat- hemat dengkulmu apa? Jika ada satu permohonan yang sekejap dikabulkan, maka aku ingin Mbak Siti menghilang sekarang juga.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang