Aku dan kamu adalah sebuah ketidakmungkinan yang ku paksa menjadi mungkin.
Kamu adalah sosok nyata yang bisa ku genggam, tapi tak bisa ku miliki. Kita terlihat dekat, padahal kalau di perhatikan dengan jelas terasa sangat jauh.
Kita di lahirkan dengan perbedaan yang membuat semua nya terasa tidak memungkinkan.
"El, hari ini umi minta aku untuk ngajar anak anak pengajian. Kamu nggak apa apa kan kalau main nya di tunda dulu?"
Kalau saja perasaan bisa di atur kepada siapa dia akan berpihak, aku tidak ingin memiliki perasaan kepada aisyah. Tidak perlu aneh aneh, aku ingin menjalani kisah percintaan seperti remaja lain yang bebas tanpa banyak nya larangan. Tapi tidak, hati ku sudah terlanjur jatuh kepada perempuan bernama aisyah. Anak dari keluarga yang keras akan tuntunan agama.
"Tidak apa-apa. Main nya bisa kapan kapan. Ingat kan? Aku ada di nomor tiga setelah tuhan dan orang tua mu"
Aisyah menampilkan senyum termanis nya. Ah kalau sudah seperti ini bagaimana bisa aku berfikir untuk berhenti mencintai nya.
"Kamu pengertian banget, el. Dan aku senang bisa menjalin hubungan dengan orang seperti kamu."
"Aku juga senang punya pacar dengan senyum termanis seperti kamu, aisyah"
Aku bisa melihat pipi aisyah yang berubah kemerahan. Dia pasti tersipu malu mendengar perkataan ku.
"Ya sudah. Ayo aku antar pulang. Jangan sampai abi mu marah mengetahui anak nya pulang kesorean"
Beberapa detik setelah aku mengatakan itu, sebuah motor scoopy berhenti di depan kami.
"Ada apa, Rang?" Tanya aisyah.
"Om ranu nyuruh aku untuk antar kamu pulang" jawab rangga.
Aku tidak begitu kenal dengan orang ini. Yang ku tahu, dia adalah teman rumah aisyah yang juga satu sekolah dengan ku.
"Tapi aku mau pulang sama, El" jawab aisyah dengan wajah bingung.
"kamu mau di marahin sama abi? Akhir akhir ini dia sering dengar kabar kamu di bonceng cowok, entah siapa yang ngasih tau hal itu ke abi kamu, dia pasti sudah mulai curiga"
Aku menatap aisyah dengan wajah tenang. Berbanding terbalik dengan aisyah yang mulai terlihat panik.
"El?" Suara nya terdengar sangat kecil, bisa ku pastikan sekarang ia sedang menahan rasa tidak enak hati.
Aku tersenyum tipis. "pulang saja, syah. Aku akan ikutin kamu dari belakang"
Aisyah menatap ku dengan wajah penuh rasa bersalah. Aku tahu dia pasti sangat mengkhawatirkan perasaan ku.
"Maaf ya el, aku selalu membuat mu sedih"
Aku menggeleng, bukan karena ucapan nya salah. Tapi karena aku tidak suka melihat wajah sedih yang ia tampilkan.
"Tidak, syah. Kamu tidak pernah membuat ku sedih"
Sebelum naik ke motor rangga, aisyah memelukku terlebih dahulu. Aku membalas pelukan nya. Kadang disaat hati ku mulai terasa ragu, memeluk nya adalah sebuah obat yang dapat mengembalikan keraguan ku kembali.
Aku tersenyum menatap aisyah yang sudah duduk di jok motor rangga. Dia memberi sekat antara dirinya dan rangga menggunakan tas. Aku tertawa kecil melihat kelakuan nya.
Setelah rangga menjalan kan motor nya, aku baru menghela nafas panjang. Aku mengeluarkan sebuah tiket dari dalam kantong celana ku. Tiket bioskop yang sengaja ku beli untuk merayakan hari jadi hubungan ku dan aisyah yang ke tiga tahun.
Aku menatap motor rangga yang semakin menjauh membawa aisyah pergi. Aku meremas tiket tersebut, membuang nya ke tempat sampah dengan perasaan kecewa. Tapi sekecewa apapun aku kepada aisyah, tidak akan mampu membuat diri ku lupa dengan senyum manis milik nya.
Akhir nya aku pun kalah lagi. Aku menarik gas dalam dalam lalu menyusul aisyah yang sudah berada jauh di depan ku. Yang harus ku lakukan adalah memastikan kalau rangga akan membawa aisyah selamat sampai pada tujuan. Karena kalau tidak. Orang pertama yang akan ku salahkan adalah diri ku sendiri.
***
Jadwal update: malam jumat
/Klo ngga lupa
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Aisyah.
Teen Fiction[BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] *** Tuhan, izinkan aku mencintai dia. dengan segenap perasaan yang tidak akan ada habis nya. aku ingin melukis banyak kenangan sebelum akhir nya pergi dengan meninggalkan segenap perasaan ku bersama nya. karena ku...