Hari senin yang paling di benci oleh sebagian orang, tapi justru menjadi hari yang paling menyenangkan untukku pun tiba. seperti biasa, alasan utama nya adalah aisyah. Aku paling benci hari sabtu dan minggu karena tidak dapat melihat aisyah. Tapi untung nya kemarin tuhan memberi ku satu kesempatan untuk bertemu aisyah di saat aku benar benar membutuhkan nya.
Pukul enam pagi aku sudah berdiri di depan pagar sekolah untuk menunggu kedatangan aisyah, di temani oleh pak nurdin yang sedari tadi tidak henti nya menggoda ku.
"Jadi laki jangan terlalu setia, ibarat lagi bangun bisnis mah perbanyak cabang pertahankan pusat" ucap pak nurdin sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah ia buat sejak sepuluh menit yang lalu.
"Kalau nggak setia nama nya bukan lelaki, pak" jawab ku.
"Apa dong?" Tanya pak nurdin.
"Bencong" bisik ku pelan.
Pak nurdin tertawa. Ia menggeleng pelan sambil kembali menyeruput kopi hitam milik nya.
"Suka kopi?" Tanya pak nurdin.
Aku menggeleng.
Pak nurdin mengangguk singkat. "Kalau nggak suka kopi, berarti suka nge-teh?"
Aku tersenyum tipis. "Nggak suka juga pak"
Pak nurdin terdiam beberapa saat. Mungkin dia heran karena menemui lelaki seaneh aku, yang tidak suka minuman apapun selain air putih.
"Terus suka nya apa dong?"
Aku mendekatkan mulut ku ke kuping pak nurdin, lalu berbisik "aisyah"
Pak nurdin menampilkan wajah bingung. "Hah?"
"Iya, saya cuma suka aisyah. Duluan pak"
Aku berlari kecil meninggalkan pak nurdin yang seperti nya masih belum mengerti maksud dari ucapan ku.
Tadi nya ingin ku perjelas lagi, tapi tidak keburu karena aisyah sudah sampai. Dia baru saja turun dari motor rangga. Aku berjalan menghampiri aisyah yang tengah menunggu ku di pintu lobby.
"Hai, El!" Sapa aisyah tidak lupa dengan senyum termanis milik nya.
Aku tertawa. Melihat reaksi aisyah yang selalu ceria seperti ini membuat semangat ku di pagi hari semakin bertambah.
"Hai, aisyah" seperti biasa, jantung ku selalu berdetak lebih kencang hanya karena menyebut nama nya.
"Sejak kapan kamu dekat sama pak nurdin?" Tanya aisyah dengan wajah meledek.
Aku berfikir sebentar. "Sejak... Kapan ya? Mungkin tadi" jawab ku. Aku ini memang tipe orang yang tidak pandai bersosialisasi, bahkan tiga tahun sekolah disini baru tadi aku bicara dengan pak nurdin. Wajar saja kalau aisyah meledekku. Kalau tio tahu dia juga pasti akan meledekku.
Aisyah tertawa. "Lucu banget si kamu, yaudah yuk ke kelas"
Sepanjang perjalanan menuju kelas, aku tidak berhenti menatap wajah aisyah. Walaupun hari ini ia terlihat ceria tapi entah kenapa aku merasa ada yang berbeda dengan nya. Kalau di perhatikan dengan jelas, mata nya terlihat sedikit bengkak.
Aku berhenti melangkah di ikuti oleh aisyah.
"Siapa yang membuat mu menangis?" Tanya ku.
Aisyah lantas kaget. Sepintar apapun ia menyembunyikan sesuatu tetap saja aku bisa mengetahui nya.
"Aku tidak menangis, El"
"Lalu bengkak yang ada di mata mu?"
"Oh memang nya masih kelihatan? Semalam bawah mata ku di gigit nyamuk jadi aku garuk sampai mata ku jadi bengkak seperti ini"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Aisyah.
Teen Fiction[BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] *** Tuhan, izinkan aku mencintai dia. dengan segenap perasaan yang tidak akan ada habis nya. aku ingin melukis banyak kenangan sebelum akhir nya pergi dengan meninggalkan segenap perasaan ku bersama nya. karena ku...