13.

2.5K 252 8
                                    

"Aku akan menjelaskan alasan kenapa kamu dititipkan padaku.." Kata Dimas dengan suara parau, tanpa memandang gadis dibelakangnya.

Wuush

Angin, menembus kencang mereka berdua. Kalimat yang Ayahnya katakan, seolah lebih tajam barangkali dibandingkan dengan pedang. Alta tidak sakit hati, ia terkejut dan ragu dengan keingintahuan yang mungkin berujung menyakiti nya.

"Apa?" Mulutnya bertanya tanpa peduli ia siap atau tidak. Altasia hanya ingin tahu kenapa keluarganya menitipkannya. Kini netra Dimas menatap Alta yang masih berdiri dibelakangnya.

"2 bulan sebelum kamu lahir, ada insiden. Dimana ini menyangkut nyawa ibumu juga kamu. Saingan perusahaan yang punya dendam pada Narendra, ayahmu. Berusaha menculik ibumu yang sedang hamil. Tapi, ada kekeliruan..."

"Mereka yang mengira istriku adalah ibumu, karena saat itu dia juga sedang mengandung. Mereka-" Selama apapun kejadian itu, rasa sakit yang sudah ia kubur dalam-dalam mulai meleber keluar dan menyesakkan. Dimas menghembuskan nafas dengan desahan yang bergetar.

"Mereka menculik istriku saat aku sedang bekerja diluar kota, mendengar berita itu. Aku langsung bergegas... Mereka memaksaku untuk menghentikan kerjasama dengan perusahaan luar negeri yang sebelumnya menolak mereka." Gadis itu berjongkok disamping ayahnya, dengan telinga tajam, mendengar semua yang dikatakan Dimas.

"Tapi aku tidak bisa, karena kerjasama itu dengan ayahmu, bukan denganku. Mereka sudah kujelaskan, bahwa mereka salah orang. Tapi itu semua sia-sia. Mereka bahkan mengancamku akan membunuh Faisha. Aku... Berusaha keras untuk membujuk Narendra, tapi pembatalan kerjasama itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hingga sampai akhir batas waktunya."

"Aku tidak bisa- mereka.. Me-membunuhnya...."

Deg!

"Membunuhnya... Sekaligus dengan-anakku.."

🕊

"Jadi maksudmu, aku punya adik? Perempuan? Dan ternyata dia satu sekolah dengan kita?" Ishan mengangguk setelah Raka mengulang penjelasannya tadi.

"Kapan?"

"Katanya minggu depan dia datang."

"Apa kau pernah ketemu dengannya?" Pertanyaannya kali ini membuat Ishan gelagapan.

"Jadi pernah ya."

"Hah?! E-iyaa...." Sulit untuk Ishan bilang jika adik mereka adalah gadis yang memiliki masalah dengan Raka, biarpun ia tak tahu apa masalah mereka.

"Aku tidak sabar.."

"Maksudmu?" Raka melirik Ishan dibawahnya, dengan seringai aneh yang membuat kakak satu tahun diatasnya merinding.

"Aku butuh pelampiasan, selama 10 tahun menjadi korban bullyan kalian, karena jadi bungsu."

Ah, sial. Ishan baru ingat, jika adiknya ini adalah seorang pendendam.

"Kiran, janganlah begitu. Dia perempuan lho, sedangkan kamu? Laki-laki. Kamu tidak mungkin kan, sampai begitu...?"

Raka menarik sebelah alisnya "Apa maksudmu?"

"Kau bahkan tidak berpikir panjang saat kau melemparku dari lantai dua ke kolam renang saat aku umur 10 tahun." Sarkasnya, meninggalkan Ishan dengan keringat dingin.

ㅣ Altasia ㅣTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang