10.(2)

3.2K 287 52
                                    

[Apabila ada kesalahan kata, mohon dikoreksi]

Menjelang sore, angin lebih kencang dari sebelumnya. Dua lelaki yang pulang sekolah itu langsung tancap gas menuju Rumah sakit dimana salah satu sohibnya berada.

"Bener disini kan, Vin?" Kevin hanya mengangguk, jarinya lalu mengetuk pintu satu ruang pasien.

Klek

"Siapa?" Suara rendah itu bertanya dengan mata memicing. Wasa juga Kevin tentu saja bingung, pria itu bukan ayah Alta.

"Apa kita salah kamar?" Tanya Wasa berbisik.

"Kak Harsa... Siapa?" Suara gadis dari dalam mengalihkan ketiga lelaki itu, yang kemudian membuat Alta terkejut

"Ahh, kalian!!"

.

"Lu sakit apasih, Ta?" Mereka berbincang, setelah dua lelaki itu di persilahkan untuk masuk, meski mereka tahu, ada seseorang yang tak suka dengan kehadiran mereka.

"Aku juga gak tahu.." jawabnya, mengendikkan bahu

"Bang.." Wasa dan Kevin menatap gadis yang kini berbaring dengan wajah pucat.

"Aku kangen kalian...." ujarnya.

Kedua lelaki itu tersenyum paksa, nada bicara si gadis berubah sedih, seolah tidak semangat. Pemandangan yang baru untuk mereka. Aneh rasanya, melihat sosok yang mereka kenal sangat petakilan dan penuh semangat kini terbaring pucat di ruang pasien.

"Kita juga kangen sama Lo. Kita kangen gangguin singa betina yang gak bisa diem ini." Mendengar kalimat Wasa, gadis itu memajukan bibirnya kesal.

"Tapi.. kalo ga ada Lu, Ta. Rasanya sepi banget." Sanggah Kevin tersenyum padanya.

"Makanya cepet sembuh ya.." Alta mengangguk semangat, tertawa lebar dan memeluk dua sohibnya, "Tentu!"

Sedang di sudut ruangan, seseorang yang pura-pura sibuk dengan tugasnya. Melirik tajam kearah dua lelaki yang memunggungi nya.

.

"Huuhhh..."

"Kamu kenapa lagi?" Tanya Harsa memecah sepinya ruangan. Setelah dua tamu itu terpaksa pergi dengan berat hati, melihat hari yang sudah malam.

"Aku ingin sekolah.." cicitnya

"Tapi kamu belum sembuh total, Alta." Harsa duduk di sebelah gadis itu.

"Tidak apa, kan aku bisa olahraga." Ujarnya pada Harsa yang menggeleng, menolak ucapannya.

"Sudah malam, istirahat saja." Mendengar nada suara lelaki itu menjadi dingin, mau tak mau Alta menuruti. Hatinya lega kala melihat Harsa tersenyum padanya, tapi ia ingat satu hal, "Kenapa Ayah tidak kesini?" Yang membuat rahang Harsa mengeras.

🕊️

Ini hari kedua Harsa yang menemaninya. Alta rindu Ayah, tapi dia tak berani mengucapkannya di depan Harsa. Tak sopan sekali rasanya, seolah dia tidak menghargai keberadaan Harsa.

Suara pintu terbuka, dirinya yang berharap itu adalah sang ayah. Menekukkan wajah. Itu Harsa, bukan Dimas.

Tapi lelaki itu membawa kabar gembira pada Alta. Katanya, besok dia sudah diperbolehkan pulang. Dan tentu saja, wajah yang sebelumnya lesu kini penuh dengan binar semangat, sesenang itu rasanya.

ㅣ Altasia ㅣTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang