5° La Campanella

115 35 0
                                    

"A person of any mental quality has ideas of his own. This is common sense."

-Franz Liszt














A few years letter...



[Nara's]

Aku membuka mata saat mendengar lonceng berbunyi, gema itu membawaku untuk segera beranjak dan pergi.

Dalam ruangan yang gelap, aku melangkahkan kaki ke dalam ruangan yang lain. Lorong itu lampunya remang dan terasa begitu sesak kalau menjejakan kaki disana. Aku merasakan ribuan udara yang tumpang tindih dengan situasi yang tidak mengenakan ini.

Aku takut.

Berjalan dan menyentuh tiap lapisan dinding disebelah sedang kulakukan, aku bagaikan tunanetra yang tidak bisa melihat apapun. Ini sedikit rumit.

Setiap langkah memberat ketika knop pintu yang kurasakan mendingin entah kenapa. Atmosfir disekitaran sangat tidak bisa ditebak, aku mengulum rasa ingin tauku dengan diam. Disaat itu, aku berusaha mendengar dengan alat di telingaku dengan seksama.






"...Nara bukan anak saya. Itu anak kamu!" Teriak papa di dalam.

Pupilku melebar, aku berkeringat saat akan menggapai pintu. Kini yang bisa kulakukan hanyalah mematung, mencoba melupakan semua kalimat yang masuk barusan.


Dan semenjak saat itu,

Untuk pertama kalinya aku ingin tuli selamanya.


Aku melangkah mundur perlahan, jemariku terasa ngilu, badanku seakan remuk untuk mendengar hal barusan.

Bukan hanya tidak percaya, tapi keyakinanku selama ini pada mereka—orang tuaku memudar. Selama ini kah mereka menyembunyikan rahasianya dariku?

Tapi kenapa...?

"...Kamu udah berjanji soal ini, kamu akan menerima Nara bagaimana pun juga." Mama terdengar menangis dibalik pintu.

"...kenapa kamu membuka kenangan buruk di depan saya, setelah semua ini terjadi?" Suara mama tertahan.

"...saya gatau harus mengatakan apa lagi. Tapi jelas, semua yang kamu lakukan itu sudah melanggar batas. Kamu seharusnya sadar mengenai semua kesalahan kamu selama ini!"

"SAYA GA PERNAH BERMAKSUD UNTUK MENYAKITI KELUARGA SAYA SENDIRI!" Mama berteriak, meluapkan emosinya. Dia menaikan nada setinggi mungkin untuk membela dirinya sendiri. "...saya sayang sama Areum...saya juga sayang Nara. Mereka berdua anak saya, dan sepatutnya...kamu juga merasakan hal yang sama."

Hening saat itu.

Aku menutup telinga, dan membuang alat bantuku asal.

Aku menumpahkan segala emosi dengan tertunduk saat terduduk lemas dilorong, saat ini aku memeluk kedua kakiku diantara dinginnya lantai kosong disana.

Mereka sepertinya sedang saling memaki satu sama lain di dalam. Aku tidak mau dengar apapun lagi, aku merasa sakit hati.


4'33 || Bae Jacob✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang