Aku melihat Daniel yg tengah asik memakan cemilan snack ringan di tangannya. Tatapanku yg tajam langsung lurus menatap Daniel yg masih asik dengan camilannya. Dia bahkan sama sekali tak menyadari keberadaanku di depan pintu.
"Daniel!" panggilku dengan keras. Dia menoleh dengan senyum kaku di bibirnya. Raut wajahnya merasa bersalah, mungkin dia sadar karena telah meninggalkanku sendiri tadi.
"Kurang ajar!" ucapku saat Daniel melangkah mendekat. Dia hanya menanggapiku dengan senyum kaku.
"Maaf, Nu. Gue tadi lupa, awalnya cuman mau beli snack eh, pas liat pernak pernik aksesoris buat tas malah jadi keasikan."
Dug,
Pukulan ringan aku layangkan pada bahunya. Dia meringis pelan setelah mendapatinya. Ada rasa sedikit puas setelah memukul dia.
"Kebiasaan lo mah! Cowok emang gak bisa di pegang ucapannya!" tegasku. Dia hanya tersenyum kecut menatapku.
"Jangan samain semua sifat cowok ya Nu! Gue gak gitu." Sarkasnya. Nada bicaranya sudah ketus.
Aku sedikit menahan senyumku saat melihat ekspresi Daniel yg begitu tak suka dengan ucapanku tadi. Sangat begitu ketara sekarang.
"Yaudah ayo pulang! Mau terus-terusan disini!" ajak diriku. Dengan wajah yg masih ia tekuk, Daniel beranjak pergi dengan cepat meninggalkanku.
"Buruan katanya mau pulang!" sentaknya saat langkah Daniel sudah sangat jauh dari pandangannku.
***
Kami semua sudah berkumpul di parkiran area, Daniel malahan sudah masuk dan duduk dengan santai di kursi kemudinya. Aku dan satu anak magang yg lain tengah menunggunya.Ya tinggal dia sendiri yg belum datang juga. Aku sudah menanyakan kepada kawannya yg berada di sampingku namun dia pun kompak menjawab tak tahu.
Aku mulai menyuruh satu anak magang ini untuk menghubungi Ibram, tapi panggilannnya selalu terputus tanpa diangkatnya. Kini aku jadi khawatir sendiri. Dia kemana? Kenapa bikin khwatir gini sih! Hatiku terus bergumam.
"Biar saya cari dulu. Kamu tunggu aja sama kak Daniel di dalem mobil."
"Iya Kak," sambarnya.
Dengan segera aku memasuki satu persatu ruangan disana. Aku juga menayai keberadaannya pada pekerja yg ada, tapi mereka juga kompak dengan jaeaban tak tahu.
"Ini anak bikin khawatir mulu!"
Aku terus melangkah dan melangkah. Tiba-tiba detak jantung berdetak hebat, tubuhku pun terhenti seketika.
Tubuhku yg semula hanya diam kini menegang dengan kaku. Aku melihat seseorang yg kucari tengah tersenyum ke arahku. Dia gila, kenapa dia berdiri di atas alat perobek kain itu. Alat itu tajam dan berbahaya, kenapa dengan sok beraninya di berdiri disitu.
"Pak, tolong itu junior saya, Pak!" sentakku dengan khawatir. Para pekerja yg sedang berlalu lalang pun hanya melewati dan mengabaikan semua ocehan panjang kali lebar yg aku lontarkan.
"Pak!" teriakku.
Semuanya seakan tuli dan tak mau diganggu. Mereka dengan santai mengerjakan tugasnya dan mengabaikan teriakanku.
Kembali, Ibram tersenyum ke arahku. Dia berjalan dengan hati-hati di atas papan kecil tepat di tengah alat itu sedang bekerja. Aku mulai panik, aku berlari dan menatapnya dengan pucat pasi.
"Bram! Turun!" sentakku.
Dia masih dengan santainya berjalan.
"Ibram!"
Aku sudah tak bisa berfikir lagi. Ibram gila, dia semakin mempercepat langkahnya.
"Bram! Turun!"
Langkah Ibram terhenti. Dia menoleh dan menatapku sembari menampilkan tersenyum manisnya. "Ada syaratnya!"
Aku hanya diam. Raut wajahku sudah tak bisa terkondisi lagi.
Dengan acuh dia kembali berjalan. "Yaudah kalo gak mau!"
Wajahku kembali panik, dia nekat. Kenapa bisa ada oraang sepertinya!
"Yaudah apa!" bentakku dengan keras.
Langkahnya kembali terhenti, dia menoleh lagi. "Maafin aku Kak ...." Lirihnya pelan.
Tatapanku menajam, setelah sekian lama aku bergulat dengan perasaan dan logika menghapus namanya, dengan mudah dia memintaku maaf dengan cara seperti ini!
"Jangan gila kamu! Ayo turun cepat. Kalo kamu mati disana, itu bisa ngerugiin perusahaan!" ucapku dengan tegas. Sesaat dia kembali tersenyum menanggapi ucapanku.
"Aku harus kukuh pada pendirian."
"Saya bisa telfon bos, buat langsung buang kamu dan memasukan kamu dalam daftar blacklist ya Ibram! Kalo kamu masih kekeh disitu!" kembali ucapaku dengan begitu tegas.
Dia hanya tersenyum simpul. Kembali dia memutar tubuhnya berbalik dan mulai turun dari alat itu. Untung saja dia mendengar ancamanku kali ini.
"Kamu gila hah!" bentakku saat dia menghampiriku dengan seringai menggoda di wajahnya.
"Sama Kaka dibikin gila, Aku gak papa," ucapnya begitu santai.
"Stres," ujarku penuh penekanan.
Kami berjalan beriringan, padahal langkahku sudah kupercepat dengan begitu cepat, tapi tetap saja dia bisa menyeimbangkannya dengan mudah.
Kesal! Pastinya. Dia begitu santai saat menatap wajahku yg teramat panik tadi.
"Kaka masih khawatir rupanya," bisiknya pelan.
Aku menoleh dengan tatapan sinis padanya, tanpa menjawab pertanyaannya aku berjalan dengan cepat kembali.
*****
"Lama amat Nu?" Daniel yg sudah menggerutu terlihat sangat kesal. "Kamu pacaran dulu yah sama dia!" sinisnya.
"Ayo, aku bener-bener gak mood sekarang!"
Daniel hanya menurut, tanpa berkata apapun lagi dia menjalan mesin mobil dan berkemudi dengan santai.
Terdengar bunyi getar singkat dari dalam saku bajuku. Dengan cepat, aku meraih ponselku dan membuka sebuah notif itu.
"Kak, ini nomer aku. Tolong disimpan yah, siapa tau rindu kan, mudah obatinnya."
Mataku membulat, tatapanku beralih pada kursi belakang dengan tajam. Dia nampak tersenyum ringan saat manik kami bertemu, tersirat dari senyumannya, sebuah ejekan dari ulahnya barusan. Ya ulah, ulah karena dia bisa mengetahui nomor ponsel pribadiku. Sialan!
Darimana dia tau nomorku!
![](https://img.wattpad.com/cover/257034169-288-k772013.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANUGRAH
RandomAku tidak ingin bertemu dengannya lagi, ini terlalu menyakitkan. Aku tau aku yg salah karena jatuh bahkan terperosok oleh pesonanya. Sedari awal harusnya aku sadar dia telah memberiku penolakan dengan cara halusnya. Tapi dengan tingkat kepedean dan...