BAB 3

3 4 0
                                    

Dari analisaku setelah melihat raut wajahnya, ia tak sekalipun terkejut atau terheran melihatku berdiri disini. Mungkin dia sudah lupa terhadapku. Untung saja!

Aku masih mencoba menetralkan rasa yg kembali berdesir dalam hatiku, bukan karna rasa aneh saat dekatnya. Melainkan, rasa gugup dan tak sanggup melihatnya kembali

Aku berkali-kali menunduk tanpa alasan. Sungguh aku ingin segera menyudahi ini dan keluar dari ruangan yg membuatku tiba-tiba melemas. Beberapa kali Sarah memperingatiku untuk menegakan wajahku, dia bilang jangan terus menunduk tak enak dilihat oleh para peserta! Cerewetnya di telingaku.

"Ayo perkenalkan diri masing-masing!" titah pak Aldo dengan tegas. Sarah dan Daniel hanya mengangguk tapi, diriku bertolak belakang dengan anggukan kedua sahabatku. Mati kutu! Itulah yg sedang kualami saat ini.

"Mampus!" batinku.

Tiba saat giliranku. Semua mata tertuju padaku tentunya, aku benar-benar terbata saat memeperkenalkan diriku sendiri, aku merasa kehilangan kepercayaan diriku akibat kehadirannya.

"Hai, semua. Saya Anugrah," ucapku dengan gugup.

Semuanya menjawab sapaanku. Dengan tersenyum paksa aku tegakan wajahku menatap mereka, karna ya, Sarah membisikan agar aku menegakan wajahku menatap mereka semua.

"Eum ... panggil aja saya, Kak Nunu!" seruku. Mereka semua mengangguk. Mataku tak sengaja menangkap senyum yg sudah lama sekali tak kulihat, dia seakan mengejekku. Mengejek karna aku terlihat cukup gugup karna sesuatu.

Ya sekarang aku tau, dia mengingatku!

Astaga tuhaaannn ... dulu aku berani sekali menatapnya berjam-jam, tapi lihatlah sekarang bahkan hanya sedetikpun aku merasa tak sanggup.

Melihat kegugupanku yang semakin menjadi, akhirnya Daniel maju dan segera memperkenalkan dirinya."Maaf yah semuanya, Kak Nunu kayanya nervous banget. Saya tau sih, kenapa dia nervous." Semua anak-anak nampak serius menatap Daniel. Termasuk aku dan si pria diujung sana.

"Dia sepertinya terkesima melihat potongan rambut saya yg terbaru!" serunya dengan sangat pede. Semuanya tertawa, terkecuali aku dan pria di ujung sana, kami seakan saling terhubung, karena sama-sama memasang wajah kesal tanpa dikomando.

Terksima? Melihat punggunya saja aku sudah tak berselera. Dan yang barusan mulutnya katakan! Cih, amit-amit tujuh turunan!

****

"Sadar dong, Nu. Lo gak boleh gugup atau takut! Buktiin sama dia bahwa lo bukan lo yg dulu!" aku bermolog pada diriku sendiri.

Aku melirik jam yg menempel pada tanganku. Sudah dua puluh menit rupanya, kenapa aku segila ini bertemu kembali dengannya! Alih-alih aku bisa menghadapinya tapi ternyata aku malah mengurung diriku di kamar mandi ini. Aku takut. Sungguh!

Dengan segera aku merapihkan seragam kerja yg sedikit lusuh, setelah dirasa rapih aku berjalan keluar dari sana. Jalanku sengaja kupercepat agar cepat sampai diruanganku dan tak melihat anak magang sialan itu! Jujur aku masih enggan melihatnya.

Tapi takdir berkata lain, saat melewati pantry aku melihatnya, kami bahkan bersitatap untuk beberapa detik. Aku yg masih membeku bagai es yg terdiam dalam frezeer bertahun-tahun tak menyadarinya saat ia berjalan mendekat kearahku.

"Kak." Panggilnya. Suara itu, suara yg sudah lama sekali tak kudengar, suara yg selalu menyemangatiku dulu. Suara yg menjadi mood-ku saat kacau. Tapi tidak! Tidak lagi aku harus kabur.

Aku hendak berlari tapi sesuatu tiba-tiba menahanku. "Jangan tahan aku! Lepasin!" ucapku dengan lantang. Dia masih bergeming.

"Lepas!" sentakku. Dengan kasar aku berbalik kearahnya. Aku kebingungan, tangannya tak menahanku sama sekali, lalu apa yg menahanku ....

"Baju Kaka kesangkut paku," balasnya dengan polos. Aku tau hatinya pasti tengah tertawa akibat kebodohanku! Bodoh, aku merutuki diriku sendiri. Kenapa bertemunya membuatku tambah gila.

"Mau aku bantu?" tawarnya saat aku begitu kesulitan melapaskan baju yg tersangkut.

Aku tak menjawabnya sama sekali, dia nampak sedikit tersenyum melihat tingkahku yang sedikit takut untuk menatapnya.

Brek,

suara robekan itu terdengar jelas di telinganya, kini dia tertawa tebahak melihat raut wajahku yang begitu kesal karna baju yg robek.

Ah sial! Sungguh hari buruk, paling buruk adalah hari ini. Untung saja yg robek adalah ujung bajuku bukan, di tengah atau di tempat-tempat yang bisa mengundang hawa nafsu pria khususnya.

"Kak." Panggilnya lembut. Aku tak bisa menampik, kenapa kepala ini dengan mudah menoleh kearahnya.

"Kenapa!" ketusku. Dia terlihat menahan tawanya sejenak.

"Kak, aku tau Kaka masih inget aku kan?" tanyanya. Aku menggeleng. Tentu saja tanpa melihat manik coklat yang cukup kurindukan.

"Aku masih sama Kak, seseorang yg dulu Kaka kejar."

Kini tangannya terangkat dan hendak menyentuh tanganku yg terlihat sedikit bergetar.

"Kak, Kaka masih sama seperti dulu." Hatiku berdesir hebat kembali. Kenapa tangannya menyentuh tanganku, kenapa dia masih menyentuhnya! Refleks aku melepaskan tangan yg tengah membelai lembut punggung tanganku.

"Sayangggggg ...." Panggilan itu tak asing di telingaku, kami menoleh dan melihat Daniel mendekat kearahku.

"Loh, anak magang ngapain disini, balik keruangan kamu sana," tegasnya. Terlihat raut wajah tak suka yg ditujukan Ibram padanya. Aku tak tau karena Daniel menyuruhnya pergi ataukah, dia cemburu karna Daniel memanggilku sayang.

Dia masih bergeming ditempatnya, dia tak beranjak pergi selangkah pun.
"Yang, dicariin pak Aldo!" seru Daniel padaku.

"Oh ... ya, aku akan segera kesana!" seruku dengan cepat.

Saat beranjak akan pergi tiba-tiba Daniel meraih tanganku dan membisikan sesuatu.

"Jangan lupa minta uang padanya, satu atau dua ratus juta. Pasti kalo kamu yg minta, dia bakal kasih," ucapnya kemudian berlari pergi.

Sialan si Daniel, bisa-bisanya dia mengatakan hal gila itu! Bahkan sebelumnya dia pernah menyuruhku untuk terus mendekat pada pak Aldo dan kalian tau apa yg dia inginkan. Dia ingin aku memporoti hartanya lalu membagi dua dengannya!

Gila bukan!

Sesaat aku berhenti melangakah saat pantulan bayangan pria yg membuatku gugup masih berada di belangkangku, dia cukup terheran dan aneh melihat kedekatanku bersama Daniel. Dan  hebatnya diriku, walau sudah tak berjumpa sekian lama, aku masih bisa saja membaca raut wajahnya dengan jelas.
.
.
.
TBC

ANUGRAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang